Kamis, 3 Juli 2025

Mafia Proyek Pemerintah Makin Mengkhawatirkan

BANDARLAMPUNG- Ketua DPD Gabungan Pengusaha Kontruksi Nasional (Gapeknas) Provinsi Lampung Topan Natapraja Napitulu nampaknya benar-benar gerah dengan praktek mafia proyek yang terjadi hampir di semua SKPD di Kota Bandarlampung, dan yang terparah Dinas PU, Pengairan dan Pemukiman serta Dinas Pendidikan. Menurutnya, praktek mafia proyek dan monopoli sudah sangat mengkhawatirkan dan harus segera dihentikan.

 

“Praktek mafia proyek di SKPD-SKPD ini harus segera dihentikan karena praktek monopoli dan penguasaan proyek hanya kepada segelintir pengusaha sudah sangat mencederai prinsip keadilan,” ujarnya.

Investigasi tim Gapeknas menemukan banyak bukti kecurangan, seperti di Dinas PU Kota Bandarlampung, Dinas Pengairan dan Pemukiman maupun Dinas Pendidikan Provinsi Lampung.

“Khusus di Dinas PU Kota, temuan tim investigasi kami bahwa mereka melakukan lelang proyek tanpa mengikuti kepres dan peraturan perundangan,” kata Topan Napitupulu dalam konfrensi pers, Jumat ( 10/4).

Menurut Topan, pihaknya tidak akan tinggal diam terhadap praktek mafia proyek tersebut. Dalam rangka melakukan revolusi mental dan perbaikan dalam dunia usaha jasa kontruksi sehingga persaingan usaha yang kompetitip dan fair dapat terwujud, Gapeknas akan terus mengawal seluruh proses lelang yang akan dilakukan oleh pemerintah kota Bandarlampung, termasuk juga di SKPD di lingkup Pemprov Lampung.
“Ada satu yang kami harapkan bersama, dalam Perpres No 04 Tahun 2015 yang mengatur tata cara lelang proyek, disitu sebenarnya mengandung makna revolusi mental, dimana aturan di dalamnya salah satunya bertujuan mengantisipasi berbagai bentuk setoran. Mengapa kami mendorong ini?, agar ke depan praktek setoran seperti ini jangan sampai terjadi lagi,” ungkapnya.

Untuk membuktikan adanya dugaan  praktek mafia proyek di Dinas PU Kota Bandarlampung Topan sempat menunjukkan bukti otentik dan fakta-fakta temuan mereka.
“Seperti di KPU Kota Bandarlampung dalam dokumen lelang mereka hanya disebutkan aturannya hanya mengacu Perpres No 54 Tahun 2010, tidak menyebutkan Perpres No 04 Tahun 2015, padahal, semenjak 16 Januari 2015 harus sudah dipakai,” bebernya.

Selanjutnya yang ke dua, mengenai pengadaan HRS (aspal goreng) yang hanya dikuasai oleh satu perusahaan yakni PT Satria Sukarso Wawai dengan nilai proyek total mencapai RP 13,5 miliar yang dipecah dalam tiga proyek pengadaan yakni Rp 7,5 miliar, Rp7,5 miliar dan Rp3,5 miliar.

“Pengadaan HRS itu tidak bisa dipertanggungjawabkan. Pertanyaannya kenapa ini tidak bisa dilelang dalam bentuk pengadaan HRS?, sebab itu kan aspal panas, mau ditaruh dimana aspal panas itu? Jumlahnya kan banyak, tidak akan cukup kalau ditaruh hanya dalam satu gudang. Tapi faktanya mereka memaksakan ini untuk digelar dilapangan. Bagaimana cara auditnya?, bagaimana cara menghitungnya?. Praktek seperti ini selalu terjadi setiap tahun. Mengapa tidak dilakukan swakelola saja? Jelas pengadaan HRS ini hanya modus, mana RAP nya? Siapa konsultan perencanaannya?,” bebernya lagi dengan berapi-api.

Selanjutnya yang ketiga sambung dia, dari banyak  paket yang ada di Dinas PU Kota terkait proyek perbaikan jalan, terjadi tumpang tindih. Mengapa?, sebab paket-paket itu sebenarnya sudah dikerjakan pada tahun 2014. Tetapi di 2015 dimunculkan kembali.    
“Mengapa hal tersebut seharusnya tidak diperbolehkan?, pertama pemeliharaan jalannya kan belum selesai tapi proyeknya sudah digelar lagi. Ke dua, setiap proyek ini kan ada biaya konsultan perencanaannya, nah  mereka ini hanya memakai berkas yang lama kemudian diajukan kembali tanpa melalui konsultan perencanaan. Pertanyaannya? di mana uang anggaran konsultan perencanaan itu? Dugaan kami anggaran konsultan itu menguap, sebab barang dan jalan yang dikerjakan itu sama,” urainya.
Praktek mafia proyek lainnya, ungkap Topan, guna melanggengkan monopoli proyek oleh segelintir pengusaha kontraktor dengan cara memberlakukan persyaratan yang dinilai memberatkan namun tidak sesuai ketentuan persyaratan yang diatur Perpres 04 Tahun 2015.

“Contohnya perusahaan kontraktor yang ingin menawar lelang proyek jalan diwajibkan harus mendapat rekomendasi dari  pemegang hak AMP (Aspal Maxing Plane), sementara para pemegang AMP itu juga salah satu pelaku dalam proyek tersebut. Maka, tentu  rekomendasi sebagai salah satu persyaratan itu tidak akan pernah diberikan oleh para pemegang AMP. Akibatnya adalah terjadi persaingan tidak sehat, dan lagi-lagi hanya perusahan itu-itu saja sebagai pemenangnya,” kata dia.
Selaku ketua Gapeknas Topan  menghimbau dan meminta kepada auditor negara seperti BPK RI maupun BPKP dan DPRD untuk mengawasi seluruh proses lelang proyek tersebut. Menurutnya, bila dilakukan audit dengan teliti, akan banyak temuan kerugian negara.

“Mereka harus mengecek langsung proyek ke lapangan agar tahu permainan di lapangan.  Kalau perlu untuk proyek-proyek jalan dilakukan uji laboratorium. Sebab diduga mengapa jalan-jalan yg dikerjakan kontraktor cepat rusak terindikasi aspalnya sengaja dicampur minyak mentah, sehingga getas dan cepat rusak,” tandasnya. (Ernsto A. Guevara)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru