Selasa, 8 Oktober 2024

Mantap! DPD Puji Unpad Gratiskan Pendidikan Kedokteran

JAKARTA- Terobosan luar biasa yang dilakukan Universitas Padjajaran (Unpad) yang menggratiskan biaya pendidikan mahasiswa baru program studi Sarjana Pendidikan Dokter dan Pendidikan Dokter Spesialis di Fakultas Kedokteran mulai 2016 adalah solusi konkret persoalan kekurangan dan ketidakmerataan dokter yang sudah berlangsung puluhan tahun di Indonesia. Ketersediaan dokter yang merata dipastikan akan membuat derajat kesehatan rakyat Indonesia akan Meroket.

“Apa yang dilakukan Unpad ini mengingatkan kita dengan apa yang dilakukan para dokter Stovia dulu yang jadi motor kebangkitan nasional. Kodratnya kampus memang jadi agen perubahan, jadi solusi bangsa dan Unpad meneguhkan peran itu lagi. Kami sangat salut dan mengapresiasi. Ini solusi konkret kekurangan dan ketidakmerataan dokter yang sudah akut dan menahun tanpa solusi konkret dari negara,” ujar Wakil Ketua Komite III DPD Fahira Idris di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta (28/1).

Menurut Fahira, yang salah satu lingkup tugasnya pengawasan bidang kesehatan ini, salah satu persoalan serius dunia kesehatan di Indonesia adalah kekurangan dan ketidakmerataan tenaga dokter dan dokter spesialis. Faktor terbesar dari terciptanya kondisi ini adalah mahalnya biaya kuliah di fakultas kedokteran. Biaya kuliah yang tinggi secara tidak langsung juga disinyalir punya pengaruh terhadap kualitas moral dan profesionalisme dokter, salah satunya enggan bertugas di tempat yang terpencil.

“BPJS, JKN, berobat gratis, ataupun program pemerintah yang lainnya tidak akan berhasil jika tenaga kesehatan terutama dokter dan dokter spesialis tidak tersedia. Kunci semua program kesehatan itu ada di ketersedian tenaga kesehatan. Makanya, biaya kuliah gratis jadi solusi untuk meretas semua persoalan tenaga kesehatan yang memang kompleks ini,” jelas Senator Asal Jakarta ini.

Jika skema kuliah kedokteran gratis Unpad diterapkan di semua PTN yang ada di Indonesia, Fahira optimis, dalam 10 tahun ke depan, derajat kesehatan rakyat Indonesia akan ‘meroket’, karena rasio antara jumlah dokter dan jumlah penduduk bisa seimbang. Fahira mengungkapkan, sangat banyak anak-anak muda yang punya potensi dan keinginan besar menjadi dokter, tetapi terpaksa mengurungkan niatnya, karena harus mengeluarkan biaya, yang bagi mereka tidak masuk akal.

Untuk itu, Fahira berharap, langkah Unpad ini ditiru oleh PTN dan semua Pemda yang ada di Indonesia sehingga persoalan kekurangan dan ketidakmerataan dokter bisa teratasi. Skema yang terapkan Unpad, menggratiskan biaya kuliahnya mahasiswa kedokteran melalui beasiswa yang dikeluarkan pemerintah daerah dari 27 Kota/Kabupaten di Jawa Barat maupun beasiswa dari berbagai pihak, termasuk instansi swasta adalah terobosan luar biasa. Nantinya, para dokter yang kuliah gratis ini wajib mengabdi di wilayah/instansi yang ditentukan. Sehingga dipastikan, nantinya di seluruh Jawa Barat ketersedian dokter terjamin.

“Ini solusi konkret. Bayangkan di Indonesia, 3 dokter harus melayani 10 ribu penduduk. Kita masih kalah jauh dari Malaysia, di mana 10 ribu penduduk mereka dilayani oleh 9 dokter. Belum lagi kita bicara ketimpangan penyebaran dokter yang 50 persen ada Jawa dan Bali. Ini persoalan serius dan Unpad telah menawarkan solusinya. Mudah-mudahan daerah lain tergerak,” ungkapnya.

Hutang BPJS
Sementara Sekretaris Jenderal Dewan Kesehatan Rakyat (DKR), Roy Pangharapan juga memuji kebijakan universitas Padjadjaran yang mengratiskan biaya pendidikan kedokteran. Namun ia mengatakan bahwa penggratisan itu seharusnya diikuti dengan pembebasan biaya kesehatan oleh pemerintah pada seluruh rakyat Indonesia.

“Karena selain biaya pendidikan dokter yang mahal, BPJS tetap memungut iuran bulanan dari seluruh rakyat Indonesia kecuali penerima bantuan tunai (PBI). Namun kalau sakit tidak semu biaya kesehatan dibayar oleh BPJS, sehingga pasien BPJS tetap harus membayar co-sharing yang tidak ditanggung BPJS,” ujarnya.

Ia juga menambahkan bahwa, walaupun sekolah kedokteran gratis, namun negara tetap membiarkan BPJS tidak membayar dokter dan petugas kesehatan lainnya sesuai dengan kompetensinya.

“Dokter hanya dibayar Rp 2.000-Rp 8.000 per pasien. Semua biaya yang tidak ditanggung BPJS dibebani ke rumah sakit. Sehingga dokter dan rumah sakit tidak bisa melayani secara maksimal. Hutang BPJS pada rumah sakti rata-rata puluhan milyar sampai sekarang belum dibayar,” tegasnya.

DPD menurutnya harus mendesak Presiden Joko Widodo untuk mengeluarkan Peraturan Pengganti Undang-undang SJSN dan BPJS, yang selama ini membebani rakyat, dokter dan petugas kesehatan serta rumah sakti.

“Selama ini BPJS sudah mengumpulkan dana dari Askes dan Jamsosteka, APBN dan APBD serta memungut iuran dari rakyat. Setiap tahun minta tambah anggaran. Dari pengawas, direksi, manajemen gajinya puluhan sampai ratusan juta, tapi pelayanan kesehatan terus memburuk. Selalu alasan dana kurang. Pasien ditolak dirumah sakit karena rumah sakit merugi. Dokter jadi sasaran tuduhan malpraktek. Menkes lepas tanggung jawab,” tegasnya (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru