JAKARTA- Rusia siap memperluas kerja sama dengan ASEAN dalam pengembangan energi atom, termasuk pembangunan pembangkit listrik dan transfer teknologi energi nuklir untuk tujuan damai. Demikian Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev di Vladivostok, Rusia dikutip Bergelora.com di Jakarta, Selasa (18/6).
Medvedev menegaskan niat perusahaan negaranya tidak hanya untuk memenuhi kewajiban pasokan hidrokarbon mereka, yang merupakan hal yang penting bagi banyak negara saat ini, tetapi juga mengelola investasi dan proyek teknologi canggih. Khususnya di bidang energi nuklir juga.
“Perusahaan Rosatom kami tertarik dalam memperluas kerja sama dengan negara-negara ASEAN baik dalam pembangunan pembangkit listrik tenaga atom dan mentransfer teknologi yang diperlukan kepada mitra,” kata politisi tersebut di meja bundar.
Menurut dia, Rusia selalu memenuhi kebutuhan mitranya, sehingga berkontribusi terhadap akses mereka terhadap sumber energi penting ini.
Pertemuan meja bundar tersebut merupakan bagian dari Forum Antar-Partai Internasional “Mayoritas Dunia untuk Dunia Multipolar” di kota Vladivostok, wilayah Rusia timur jauh.
Kerjasama Indonesia-Rusia
Sebelumnya, Pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menawarkan kerja sama pengembangan energi nuklir ke Rusia. Langkah ini menjadi opsi untuk mencukupi ketersediaan listrik di dalam negeri, serta untuk keperluan non-energi seperti kesehatan dan pertanian.
Diskusi rencana kerja sama itu dilakukan saat Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto bertemu Kiril Komarov, selaku First Deputy CEO for Corporate Development and International Business JSC Rosatom di Moskow, Rusia.
Airlangga mengatakan saat ini Indonesia sedang fokus beberapa hal terkait isu energi bersih sebagai bagian dari transisi energi. Ia pun mengajak Rusia bekerjasama dalam pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia untuk mewujudkannya.
“Energi nuklir dapat menjadi salah satu opsi bagi ketersediaan listrik bagi masyarakat tanpa harus mengotori lingkungan. Rusia juga diundang untuk bekerjasama dalam pengembangan energi baru terbarukan di Indonesia,” kata Airlangga dalam keterangan tertulis, Rabu (12/6/2024).
Hal itu sejalan dengan keahlian yang dimiliki JSC Rosatom. “Rosatom memiliki pengalaman yang cukup panjang untuk dapat melakukan kerja sama yang baik dan komprehensif dengan Indonesia. Rosatom akan menyiapkan berbagai hal bukan hanya di sisi konstruksi, namun juga analisis detil dari sisi sosial ekonominya,” tutur Komarov.
Airlangga sedang melakukan kunjungan kerja dan berbagai pertemuan bilateral di Moskow, Rusia pada 10-12 Juni 2024. Kedatangannya dimaksudkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dengan beberapa negara dan sebagai upaya mendorong ekspor guna menjaga surplus neraca perdagangan nasional.
Mitra Yang Tepat
Sebelumnya, Duta Besar RI untuk Rusia Jose Tavares menilai Moskow adalah mitra yang tepat bagi Jakarta dalam pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) guna mendukung transisi ke energi terbarukan.
Jose menjelaskan bahwa BUMN energi nuklir Rusia, Rosatom, telah sejak lama menawarkan kerja sama pengembangan PLTN, termasuk PLTN terapung yang dianggap cocok untuk negara kepulauan seperti Indonesia.
“Sebenarnya Rusia bisa berperan besar di Indonesia. Kalau mau bekerja sama dengan Rusia, inilah saatnya,” tutur Jose ketika di Moskow pada Kamis (28/3), di sela-sela peliputan pameran dan forum industri nuklir global ATOMEXPO 2024 lalu.
Namun, kata dia, pemanfaatan teknologi nuklir di Indonesia masih menuai kontroversi dari masyarakat terkait aspek keamanannya.
Padahal, ia meyakini pihak Rusia telah belajar banyak dari bencana nuklir besar seperti Chernobyl yang terjadi pada tahun 1980-an atau kecelakaan di PLTN Fukushima di Jepang pada 2011, tentang bagaimana memperkuat keamanan teknologi nuklir mereka.
“Jadi sudah tidak perlu dikhawatirkan lagi kalau yang seperti Chernobyl karena mereka sudah berlapis-lapis keamanan nuklirnya. Saya juga pernah membawa pejabat Indonesia ke markas Rosatom dan mereka jelaskan mengenai hal itu,” tutur Jose.
Lebih lanjut, dia mengatakan bahwa Indonesia harus berani memajukan kerja sama energi nuklir jika ingin mewujudkan target transisi energi dan nol emisi karbon.
Apalagi, beberapa tetangga dekat Indonesia seperti Myanmar dan Filipina juga telah melirik ke pemanfaatan nuklir untuk menyokong kebutuhan energi mereka.
Sementara Turki dan Bangladesh bahkan telah memulai pembangunan PLTN melalui kerja sama dengan Rusia.
“Sekarang tinggal (keputusan) Indonesia, terserah Indonesia mau pilih (kerja sama) dari mana,” kata Jose.
Mengacu pada sejarah kerja sama Indonesia-Rusia lewat pendirian PT Krakatau Steel pada tahun 1960-an, Jose mengungkapkan bahwa Rusia adalah mitra yang lebih baik—daripada Barat—dalam hal transfer teknologi.
Melalui perusahaan yang dahulu bernama Cilegon Steel Mill hasil kerja sama Indonesia dengan Tjazpromexport dari Uni Soviet, Krakatau Steel telah berkembang menjadi pelaku utama industri baja serta penyedia energi bagi Indonesia.
“Itu menurut saya transfer teknologi pertama dari negara lain kepada Indonesia, yang kemudian kita optimalkan hingga sekarang jadi luar biasa kan Krakatau Steel,” ujarnya.
Selain unggul dalam hal transfer teknologi, Jose mengatakan bahwa Rusia lebih lugas dan terus terang ketika bernegosiasi.
Dia pun menyebut bahwa Rosatom telah menyatakan siap mendidik ahli-ahli nuklir dari Indonesia dalam pemanfaatan nuklir untuk tujuan damai dengan memberikan beasiswa bagi 30 orang.
“Sekarang pertanyaannya tertarik nggak kita untuk memanfaatkan (tawaran) itu? Itu kan tergantung Jakarta, mungkin mereka masih ragu dan mau melihat-lihat dulu ke negara lain. Tetapi Rusia menurut saya lebih bagus karena semuanya straight forward,” kata Dubes Jose. (Web Warouw)