JAKARTA- Ledakan wabah Zika di Brazil, Amerika Latin saat ini diduga berhubungan erat dengan pengembangbiakan genetic modification (rekayasa genetika) nyamuk Aedes aegypti di negara itu pada tahun 2015 lalu. Hal ini dilaporkan www.globalresearch.ca 29 Januari 2016 dalam tulisan Claire Bernish berjudul Zika Outbreak Epicenter in Same Area Where GM Mosquitoes Were Released in 2015 yang diambil dari www.theantimedia.org dengan judul yang sama pada 28 Januari 2016 dan dikutip pada Bergelora.com Senin (1/2).
Virus Zika pertama kali ditemukan pada tahun 1947 yang secara sporadis terjadi di seluruh Afrika dan Asia Selatan. Pada tahun 2007, kasus pertama dilaporkan di Pasifik. Pada 2013, segelintir wabah kecil dan kasus-kasus individu secara resmi didokumentasikan di Afrika dan Pasifik Barat. Beberapa kasus juga mulai muncul di Amerika. Pada bulan Mei 2015, Brasil melaporkan kasus pertama virus Zika,– dan situasi berubah secara dramatis. Brasil kini dianggap episentrum (pusat) ledakan wabah Zika, bertepatan dengan setidaknya 4.000 laporan dari bayi yang lahir dengan microcephaly (kepala kecil) sejak Oktober 2015.
Ada perkembangan penting pada tahun 2015 yang harus diingat dan patut disoroti sehubungan dengan wabah Zika di Brazil saat ini. Sebuah perusahaan rekayasa bioteknologi asal Inggris, Oxitec adalah yang pertama mendirikan peternakan nyamuk berskala besar dengan rekayasa genetik di Brazil pada bulan Juli 2012. Tujuannya katanya waktu itu adalah untuk mengurangi “kejadian demam berdarah,” seperti dilansir The Disease Daily. Demam berdarah disebarkan oleh nyamuk Aedes sama yang menyebarkan virus Zika.
Pada bulan Juli 2015, tak lama setelah nyamuk hasil rekayasa genetika pertama kali dilepas ke alam liar di Juazeiro, Brasil,– Oxitec dengan bangga mengumumkan bahwa mereka telah “berhasil mengendalikan nyamuk Aedes aegypti yang menyebarkan demam berdarah, chikungunya dan virus zika, dengan mengurangi populasi lebih dari 95 %. Seperti dimuat pers rilisnya dalam http://www.oxitec.com/press-release-oxitec-mosquito-works-to-control-aedes-aegypti-in-dengue-hotspo/
Kedengarannya seperti sebuah sukses luar biasa,–namun sepertinya belakangan menjadi sangat mencurigakan dan harus diselidiki.
Strain nyamuk OX513A, hasil rekayasa genetika oleh perusahaan Oxitec, telah diubah secara genetik sehingga sebagian besar anak-anak nyamuk akan mati sebelum mereka dewasa. Namun Dr. Ricarda Steinbrecher telah menunjukkan kekhawatiran dalam sebuah laporannya pada bulan September 2010,–sebelum nyamuk-nyamuk itu dilepas,–bahwa masih ada sebanyak 5% dari populasi nyamuk yang akan ‘survive’ hidup. Kekhawatirannya yang juga disuarakan oleh beberapa ilmuwan lain saat itu tampaknya telah diabaikan.
Pengaruh Tetrasiklin
Nyamuk hasil rekayasa genetik diharap dengan cara tertentu akan mengontrol populasi nyamuk liar pembawa penyakit. Seharusnya hanya nyamuk Aedes jantan yang telah dimodifikasi yang dilepaskan ke alam liar, karena nyamuk jantan akan mengawini nyamuk betina. Hasil keturunannyalah dari segi ilmiah, diharapkan akan menyingkirkan dan membunuh jentik yang belum mencapai usia untuk peternakan. Ini jika tetrasiklin tidak hadir selama perkembangannya. Tapi ada masalah.
Menurut sebuah dokumen rahasia dari Komite Perdagangan dan Pertanian, Direktorat Pertanian tertanggal Februari 2015,– Brasil adalah negara terbesar ketiga dalam “konsumsi antimikroba global pada produksi makanan hewan”. Artinya, Brasil adalah negara ketiga terbesar di dunia penggunaan tetrasiklin pada makanan hewan. Berbagai studi oleh American Society of Agronomy, dijelaskan, “Diperkirakan bahwa sekitar 75% dari antibiotik tidak diserap oleh hewan dan diekskresikan dalam limbah.” Salah satu antibiotik (atau antimikroba) khusus yang disebutkan dalam laporan itu adalah tetrasiklin.
Bahkan,dalam dokumen internal Oxitec yang rahasia terungkap pada tahun 2012, bahwa tingkat kelangsungan hidup bisa setinggi 15% – bahkan dengan rendahnya tingkat tetracycline ini. “Bahkan jumlah kecil dari tetrasiklin dapat menekan” rekayasa kematian. Memang, bahwa tingkat kelangsungan hidup 15% dijelaskan oleh Oxitec:
“Setelah banyak pengujian dan membandingkan desain eksperimen, ditemukan bahwa [peneliti] telah menggunakan makanan kucing untuk memberi makan larva[OX513A] larva dan makanan kucing yang mengandung daging ayam. Hal ini diketahui bahwa tetrasiklin secara rutin digunakan untuk mencegah infeksi pada ayam. Karena murah dan diproduksi secara massal, maka ayam digunakan untuk makanan hewan. Ayam dipanaskan sebelum digunakan, tetapi ini tidak menghapus semua tetrasiklin tersebut. Ini berarti bahwa sejumlah kecil tetrasiklin sedang ditambahkan pada makanan untuk larva nyamuk”.
Bahkan tanpa tetrasiklin ini pun menurut Steinbrecher, “sub-populasi” nyamuk Aedes hasil rekayasa genetik secara teoritis dapat berkembang dan mampu bertahan. Meskipun belum direkayasa sekalipun.
MIT Technology Review menjelaskan bahwa rekayasa genetika pada nyamuk diciptakan oleh Oxitec, yaitu sebuah perusahaan Inggris yang baru-baru ini dibeli oleh Intrexon, yaitu sebuah perusahaan biologi sintetis yang berbasis di Maryland, Amerika Serikat. Perusahaan itu mengatakan telah melepaskan nyamuk rekayasa genetika yang sama di bagian Brasil dan Kepulauan Cayman untuk pertempuran demam berdarah. (Web Warouw)
Â