JAKARTA – China dan Rusia sedang dalam tahap akhir pembangunan jaringan pipa gas raksasa pertama yang dapat mengirim gas dari Siberia ke Shanghai. Julukannya ‘Power of Siberia’ untuk bagian yang berlokasi di Rusia, yang menurut media pemerintah China, sudah mulai mengirimkan gas alam ke China bagian utara.
Bagi China, pipa mengalir di sisi timur negara itu, melewati Ibu Kota Beijing dan turun ke Shanghai. Fase tengah mulai beroperasi pada Desember 2020, dan bagian selatan yang menjadi paling buncit untuk memulai pengiriman gas pada tahun 2025, demikian disampaikan media pemerintah.
Perusahaan energi milik negara, Gazprom Rusia dan China National Petroleum Corp., telah membangun pipa tersebut selama sekitar delapan tahun terakhir.
Kabar mengenai pipa China-Rusia mencuat ketika Moskow menghadapi ancaman kehilangan pembelian gas alam dari Uni Eropa, pelanggan besar yang berencana memangkas dua pertiga dari impor gas Rusia setelah perang Ukraina.
China sendiri telah berusaha untuk mendiversifikasi sumber energinya. Beijing telah menolak untuk mengutuk Moskow atas invasinya yang tidak beralasan ke Ukraina pada akhir Februari.
Pipa gas China dan Rusia menunjukkan, hal itu hanyalah salah satu dari banyak pilihan energi untuk Beijing.
Meskipun Rusia dilaporkan telah menginvestasikan USD55 miliar ke dalam kesepakatan pipanya dengan China, impor gas alam melalui pipa tersebut hanya berjumlah USD3,81 miliar. Data ini berdasarkan milik bea cukai China pada Juni 2022, yang diakses melalui Wind Information.
Sementara itu laju pembelian China meningkat pada paruh pertama tahun ini, hampir tiga kali lipat dari tahun lalu menjadi USD1,66 miliar.
Menurut media China, “Kekuatan Siberia” – demikian bagian yang terletak di Rusia disebut – mulai mengirimkan gas alam ke China utara pada Desember 2019.
Berdasarkan volume, ekspor gas Gazprom ke China melalui pipa naik 63,4% menjadi 7,5 miliar meter kubik selama paruh pertama tahun ini, menurut kantor berita Rusia Interfax. Kesepakatan awal ditujukan untuk 38 miliar meter kubik dalam pengiriman tahunan dalam beberapa dekade mendatang.
Laporan Interfax mengatakan ekspor keseluruhan Gazprom ke negara-negara yang sebelumnya bukan bagian dari Uni Soviet turun 31% menjadi 68,9 miliar meter kubik dalam enam bulan pertama tahun ini.
Pada awal Februari, China dan Rusia memperluas perjanjian pembelian gas tahunan mereka sebesar 10 miliar meter kubik – mereka tidak menentukan kapan itu akan terjadi tetapi mengatakan itu adalah “perjanjian jangka panjang.” Reuters memperkirakan penjualan tambahan senilai $37,5 miliar selama 25 tahun.
Kedua negara telah membahas pembangunan jaringan pipa gas tambahan, termasuk satu yang diharapkan mengalir dari Siberia melalui negara Mongolia. The Financial Times melaporkan bulan ini bahwa Mongolia mengharapkan pipa gas baru, yang dikenal sebagai “Kekuatan Siberia 2,” untuk memulai konstruksi dalam waktu dua tahun.
Tenaga Nuklir dan Batubara
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, baik China dan Rusia juga berkolaborasi dalam pengembangan tenaga nuklir.
Pada Mei 2021, Presiden China Xi Jinping dan Presiden Rusia Vladimir Putin berbicara secara virtual di acara peletakan batu pertama untuk proyek konstruksi bersama di dua pembangkit listrik tenaga nuklir di China.
Sebagian besar energi China masih berasal dari batu bara, yang sebagian besar diproduksi di dalam negeri.
Namun dalam beberapa bulan terakhir China telah membeli lebih banyak batu bara Rusia, yang dijual dengan harga diskon karena banyak negara lain merencanakan sanksi terhadap komoditas tersebut. (Web Warouw)