Minggu, 26 Januari 2025

OBITUARI Joko Pinurbo, Berpuisi Lintas Generasi Dengan Kata Sederhana, Reflektif Hingga Jenaka

Oleh: Much Fatchurochman *

PENYAIR Joko Pinurbo sudah pergi, jasad nya dimakamkan, namun lewat kata, kalimat nya, ada makna berlipat-lipat di ingatan rakyat seluruh negeri.

Lewat karya puisi yang telah diterbitkan, pembaca bisa santai mencerna kata kata sederhana dan kadang juga nakal, adalah ciri khas karya Philipus Joko Pinurbo. Puisinya punya tempat di hati lintas generasi, utamanya di kalangan anak-anak muda yang jatuh hati pada puisi pendeknya, epigram nya.

Philipus Joko Pinurbo nama lengkapnya, meninggal dunia Sabtu, pagi (27/4/2024) karena sakit dan sempat di akhir hayatnya dirawat di RS Panti Rapih Yogyakarta. Sebelum dimakamkan, jasadnya disemayamkan di PUKY lalu pada Minggu, 28/4/2024 diberangkatkan ke peristirahatan terakhirnya di Sasono Loyo, Demangan Wedomartani Sleman. Makam, di desa kala masa kecilnya dulu.

Ignatius Sigit Riyanto, Dukuh di Demangan Wedomartani Martani mewakili warga menerima penyerahan dari keluarga, Joko Pinurbo dimakamkan di komplek pemakaman umum di desa.

“Masa kecil nya ya di Demangan, orang tuanya, ayahnya juga dimakamkan di sini. Warga ingin berikan penghormatan terakhir sebelum peti ditutup,” kata Ignatius Sigit Riyanto, dukuh Demangan Wedomartani Martani, Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Minggu (28/4/2024).

Sebagai penyair, penulis puisi yang karya-karya lekat dengan ikon Yogyakarta, telah memberi tambahan atribusi dalam slogan angkringan, rindu dan pulang, bagi siapa saja yang pernah singgah ke Yogyakarta. Sosok Philipus Joko Pinurbo pria kelahiran 11 Mei 1962, itu memang memiliki kedekatan dengan banyak kalangan, wajar saja banyak yang terhubung dengan karya-karya puisi-nya dalam sejumlah buku.

Boleh dibilang, sosok Philipus Joko Pinurbo adalah seniman, penyair yang dekat dengan seniman lintas generasi baik seniman maupun masyarakat umum, juga dekat di ingatan publik dan pembaca di tanah air. Karya puisi dalam buku buku kenal baik, sosok penyair ber badan kurus, berjaket ini.

“Warga di sini kenalnya Joko Pinurbo tinggal di Wirobrajan Yogyakarta. Kita menerima tatkala ada permintaan keluarga agar bisa dimakamkan di Demangan Wedomartani Martani, rumah orang tuanya ada di kampung ini juga, tadi pagi ada rombongan bersepeda juga ke sini menyampaikan duka cita,” kata Sigit Riyanto.

Pemakaman penyair yang pernah kuliah di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dihadiri sejumlah teman dekat juga kerabat dan masyarakat umum termasuk para pembaca karya puisi Joko Pinurbo.

Salah satunya, Bambang Paningron, pegiat seni di DIY, ada juga Totok Hedi Santoso, Sekretaris DPD PDI Perjuangan Yogyakarta yang juga teman dekat Joko Pinurbo, ada juga Muhidin M. Dahlan, dan sejumlah kerabat dekat almarhum.

“Joko Pinurbo istimewa bagi Yogyakarta, ia dikenali lintas generasi dengan karya karya sederhana, bahkan generasi di atas saya juga dekat,” kata Bambang Paningron.

Saat diberikan kesempatan terakhir untuk berdoa sebelum peti ditutup di depan komplek pemakaman Sasono Loyo Demangan Wedomartani, para peziarah, termasuk warga sekitar tampak mendekati peti untuk berdoa.

“Terima kasih, sudah meluangkan waktu hadir dan mengantarkan sampai di pemakaman, sekali lagi terimakasih,” kata Nurnaeni Amperawati Firmina, istri Joko Pinurbo.

*****

Joko Pinurbo telah menerbitkan Epigram 60 atau puisi pendek, pada Mei 2022 yang peringatan usia 60 tahun kelahirannya. Sejumlah buku terbit berjudul Celana (1999) Di Bawah Kibaran Sarung (2001), Pacarkecilku (2001), Telepon Genggam (2003), Kekasihku (2004), Pacar Senja (2005), Kepada Cium (2007), Tahilalat (2012) dan Baju Bulan (2013).

Di tahun 2014, terbit bukunya berjudul Bulu Matami: Padang Ilalang (2014), Surat Kopi (2014), Surat dari Yogya (2015), Selamat Menjalankan Ibadah Puisi pada 2016. Di tahun yang sama terbit Malam Ini Aku Akan Tidur lalu di tahun 2017 terbit Buku Latihan Tidur.

Joko Pinurbo menerbitkan Perjamuan Khong Guan (2020), Salah Piknik (2021) dan Kabur Sukacinta di tahun yang sama.

Ada banyak penghargaan yang telah diterima dalam bidang sastra yaitu Penghargaan Buku Puisi Dewan Kesenian Jakarta (2001) Sih Award dan Hadiah Sastra Lontar di tahun yang sama, termasuk menjadi tokoh pilihan Tempo. Di tahun 2012, sekali lagi mendapatkan penghargaan serupa dari Tempo.

Di tahun 2004 dan 2012 mendapatkan Penghargaan Sastra Badan Bahasa, Kusala Sastra Khatulistiwa pada 2005 dan 2015. Lalu pada 2014 mendapatkan South East Asian (SEA) Write Award.

Kata-kata dalam puisi Joko Pinurbo banyak disukai orang baik tua maupun yang muda. Mereka yang awalnya tak suka pada puisi, akhirnya jatuh hati oleh kata-kata di puisi nya. Terpikat oleh cara membawakan puisinya yang biasa-biasa saja, tapi kontekstual dengan situasi jaman, ruang hidupnya keseharian direfleksikan dengan hal sederhana. Misalnya, di buku Epigram 60 dengan judul “Guyon Jogja”

UMR nya rendah
harga tanahnya tinggi
harga kangennya lebih tinggi

Kini, si pemyair telah dikebumikan, di komplek makam Sasono Loyo bersama bapaknya di lokasi yang sama. Kala kematian datang, karya karyanya lah yang terus hidup, menyapa pembacanya. Ada hal serius, kritikan, hingga yang lucu hadir dalam kata di dalam puisinya. Misalnya simak puisi yang dibacakan oleh Joko Pinurbo kala naik kereta ke Bandara YIA diposting akun FB Wiwin Win di medsosnya dengan judul ‘Malam Minggu Di Angkringan’

Telah kugelar hatiku yang jembar
Di tengah jaman yang kian sangar
Monggo lenggah menikmati langit yang kinclong
Malam yang jingglang lupakan politik yang liar
Mau minum kopi atau aku
Atau bersandarlah di punggung ku
yang hangat dan liberal,
sebelum punggung ku berubah menjadi punggung negara yang dingin dan perkasa.


*Penulis, Much Fatchurochman, budayawan

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru