Minggu, 28 April 2024

Pastikan…! Hendardi: Koopssusgab Harus Patuhi UU TNI Dalam Menghadapi Teroris

Pasca bom di gereja Surabaya, Minggu (13/5). (Ist)

JAKARTA- Pengaktifan kembali Komando Operasi Khusus Gabungan TNI oleh Presiden Jokowi secara prinsipil dapat diterima sepanjang tetap patuh pada ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang 34/2004 tentang TNI, yaitu pelibatan TNI bersifat sementara dan merupakan last resort atau upaya terakhir dengan skema perbantuan terhadap Polri yang beroperasi dalam kerangka integrated criminal justice system. Hal ini disampaikan Hendardi, Ketua SETARA Institute kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (17/5)

“SETARA Institute mengingatkan  setiap pihak dapat menahan diri dan cerdas menginterpretasikan perintah Presiden tentang pelibatan TNI, agar tidak membuat kegaduhan baru dan mempertontonkan kesan kepanikan yang berlebihan,” jelasnya.

Bahkan menurutnya, perbantuan militer juga hanya bisa dibenarkan jika situasi sudah di luar kapasitas Polri (beyond the police capacity).

“Polisi dan BNPT telah bekerja optimal meringkus jejaring terorisme dan menjalankan deradikalisasi. Jika membandingkan peristiwa yang terjadi dan peristiwa teror yang bisa dicegah, maka sesungguhnya Polri dan BNPT telah bekerja optimal,” katanya.

Hendardi mengingatkan, pengaktifan kembali komando tersebut memang sebagai bagian dari upaya memperkuat kemampuan negara dalam menangani terorisme, tetapi pemanfaatannya tetap dalam konteks tugas perbantuan terhadap Polri.

“Karena pendekatan non judicial dalam menangani terorisme bukan hanya akan menimbulkan represi massal dan berkelanjutan tetapi juga dipastikan gagal mengikis ideologi teror yang pola perkembangannya sangat berbeda dengan di masa lalu. Langkah Jokowi juga dapat dinilai sebagai tindakan melanggar Undang-Undang,” ujarnya.

Koopssusgab menurutnya mesti digunakan untuk membantu dan di bawah koordinasi Polri serta ada pembatasan waktu yang jelas kapan mulai dan kapan berakhir, sebagaimana satuan-satuan tugas yang dibuat oleh negara.

“Tanpa pembatasan, apalagi di luar kerangka sistem peradilan pidana, Koopssusgab hanya akan menjadi teror baru bagi warga negara. Dengan pola kerja operasi tentara, represi sebagaimana terjadi di masa lalu akan berulang. Cara ini juga rentan menjadi instrumen politik elektoral pada Pilpres 2019,” katanya.

Ia menegaskan, Presiden Jokowi diharapkan dapat mendisiplinkan jajarannya yang mengambil langkah-langkah kontraproduktif dan bertentangan dengan semangat  kepatuhan pada rule of law dan penghormatan pada hak asasi manusia.

“Cara-cara represi justru akan menjauhkan warga dengan Jokowi yang akan berlaga kembali di Pilpres 2019,” katanya.

Dibanding menghidupkan kembali Komando tersebut, menurut Hendardi, Jokowi lebih baik turut aktif memastikan penyelesaian pembahasan revisi RUU Antiterorisme.

“Karena dalam RUU itulah jalan demokratis dan ramah HAM disediakan melalui kewenangan-kewenangan baru Polri yang diperluas, tetapi tetap dalam kerangka rule of law,” katanya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru