PASTIKAN KEADILAN SOSIAL..! Menteri AHY Tanggapi Pembabatan Hutan Papua: Jangan Sampai Tergusur Dari Pekarangan Sendiri
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono
JAKARTA – Sementara itu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Agus Harimurti Yudhoyono mengatakan, pemerintah memastikan tidak ada masyarakat yang dirugikan dalam pembangunan di Tanah Papua.
Misalnya soal rencana alih fungsi lahan hutan adat Suku Awyu di Papua Selatan, serta Suku Moi di Sorong, Papua Barat.
Menurut AHY, Presiden Joko Widodo selalu menekankan prinsip yang mengutamakan masyarakat sekitar dalam setiap pembangunan agar masyarakat merasa nyaman dan tak ada yang dirugikan.
“Jangan sampai kemudian atas nama pembangunan terus menjadi tidak terjaga kelestariannya,” kata AHY, sapaan, di Kabupaten Bekasi, dikutip dari Antara, Kamis (6/6/2024).
Ia mengatakan, alih fungsi lahan di Papua sebetulnya merupakan persoalan menjaga keseimbangan, antara kepentingan dan kebutuhan pembangunan ekonomi yang mesti melihat harapan masyarakat setempat.
“Jangan sampai tergusur dari pekarangan sendiri. Kita berharap tidak ada masyarakat atau daerah mana pun yang tertinggal, sangat tertinggal, karena ini juga bukan hanya masalah ekonomi tapi juga keadilan sosial,” lanjut AHY.
Sebelumnya kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Masyarakat Adat dari Papua dan Papua Barat menggelar aksi di depan gedung Mahkamah Agung di kawasan Jakarta Pusat pada 27 Mei 2024.
Para pejuang lingkungan hidup dari Suku Awyu dan Moi berharap Mahkamah Agung menjatuhkan putusan hukum yang melindungi hutan adat mereka.
Masyarakat adat suku Awyu di Boven Digoel, Provinsi Papua Selatan dan suku Moi di Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, sama-sama tengah terlibat gugatan hukum melawan pemerintah dan perusahaan sawit demi mempertahankan hutan adat mereka.
Hendrikus Woro menggugat Pemerintah Provinsi Papua karena mengeluarkan izin kelayakan lingkungan hidup untuk PT Indo Asiana Lestari (IAL).
PT IAL mengantongi izin lingkungan seluas 36.094 hektare, atau lebih dari setengah luas DKI Jakarta, dan berada di hutan adat marga Woro–bagian dari suku Awyu.
Namun gugatan Hendrikus kandas di pengadilan tingkat pertama dan kedua.
Kini, kasasi di Mahkamah Agung adalah harapannya yang tersisa untuk mempertahankan hutan adat yang telah menjadi warisan leluhurnya dan menghidupi marga Woro turun-temurun.
Selain kasasi perkara PT IAL ini, sejumlah masyarakat adat Awyu juga tengah mengajukan kasasi atas gugatan PT Kartika Cipta Pratama dan PT Megakarya Jaya Raya, dua perusahaan sawit yang juga sudah dan akan berekspansi di Boven Digoel, Papua Selatan.
Sebelumnya tagar All Eyes On Papua viral di media sosial akhir-akhir ini.
Unggahan poster yang viral di media sosial Instagram terdapat narasi yang menyebutkan bahwa “Hutan di Papua tepatnya di Boven Digoel yang luasnya 36 ribu hektare atau lebih dari separuh luas Jakarta akan dibangun perkebunan sawit”.
Selanjutnya, pada 27 Mei 2024, masyarakat adat Suku Awyu di Boven Digoel, Papua Selatan, dan Suku Moi di Sorong, Papua Barat Daya, berdemo di depan Mahkamah Agung.
Mereka menolak pembabatan hutan, karena hutan itu merupakan hutan adat tempat penghidupan secara turun temurun, serta sumber pangan, budaya, dan sumber air. (Calvin G. Eben-Haezer)