JAKARTA – Anggaran pendidikan naik hingga Rp 722,6 triliun berdasarkan Nota Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025. Di sisi lain, alokasi anggaran pendidikan yang didapat Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi justru turun sekitar Rp 15,7 triliun dari 2024 menjadi Rp 83,2 triliun.
Deputi Bidang Pembangunan Manusia, Masyarakat, dan Kebudayaan, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) Amich Alhumami menyorot alokasi anggaran pendidikan ke K/L selain Kemendikburistek dan Kementerian Agama (Kemenag) yang mencapai Rp 34 triliun pada 2024.
Amich mengusulkan agar anggaran pendidikan kembali ke mandat awal dengan tidak memasukkan anggaran kementerian/lembaga (K/L).
“Supaya ada ruang yang tersedia, kira-kira jumlahnya Rp 34 triliun (dari anggaran K/L), yang nanti bisa digunakan untuk, misalnya, menambah beasiswa bagi pendidikan dasar dan pendidikan menengah, menambah beasiswa bagi mahasiswa di perguruan tinggi (yang dikelola Kemendikburistek dan Kemenag),” ucapnya dalam Diskusi Kelompok Terpumpun: Menggugat Anggaran Pendidikan di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel, Sabtu (7/9/2024).
Merespons sorotan pada anggaran pendidikan di K/L selain Kemendikburistek dan Kemenag, Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kemenkeu Putut Hari Satyaka mengatakan anggaran tersebut tidak dialokasikan untuk perguruan tinggi kedinasan.
“Di Kemenhub (Kementerian Perhubungan), Kementerian Perindustrian, dan lain sebagainya, satu hal yang pasti, bahwa dia bukan kedinasan. Artinya, mereka yang sekolah umum. Poltekkes, Poltek Marine, dan lain sebagainya,” kata Putut dalam diskusi yang sama.
Di sisi lain ia tidak menampik adanya isu perbedaan standar biaya pendidikan per peserta didik di K/L, Kemendikbudristek, dan Kemenag.
“Isunya tadi adalah standar biayanya berbeda. Mari ini yang kita pikirkan bersama,” ucapnya.
PKH Kemensos
Sementara itu Kementerian Sosial dengan alokasi anggaran pendidikan Rp 12 triliun menurutnya digunakan untuk Program Keluarga Harapan (PKH) untuk pendidikan.
“Kita memberikan conditional transfer kepada masyarakat miskin 40 persen di bawah. Kalau dia punya anak sekolah SD, kita kasih Rp 900 ribu, kalau anak sekolah SMP kita kasih Rp 1,2 juta, dan seterusnya. Tujuannya apa? Meringankan biaya pendidikan mereka untuk sekolah,” ucapnya.
“Jadi ini sebenarnya konteksnya bantuan untuk masyarakat uang punya anak yang masih bersekolah dan mereka masyarakat yang miskin sehingga itu kita masukkan ke dalam anggaran pendidikan,” sambung Putut.
Ia mengatakan, program tersebut secara tidak langsung terkait dengan pembelajaran.
“Dalam UU Sisdiknas juga diatur bahwa biaya pendidikan itu termasuk di dalamnya adalah nonoperasional yang terkait bantuan. Ini masuk kategori tersebut,” ucapnya.
Investasi oleh LPDP
Putut menambahkan, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) juga dialokasikan anggaran pendidikan sebesar Rp 3,2 triliun. Ia mengatakan alokasi tersebut adalah hasil dana kelolaan.
“Di pengeluaran pembiayaan, ada beberapa triliun yang ditaruh di LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Kemenkeu) untuk Dana Abadi Pendidikan, Dana Abadi Kebudayaan, dan seterusnya. Duitnya sekian triliun itu diinvestasikan oleh LPDP, kemudian hasil investasinya naik ke Belanja untuk mendanai beasiswa kepada masyarakat,” katanya.
“Jadi dua-duanya dihitung. Itu bukan double counting. Yang satu investasinya, yang satu hasil kelolaannya yang kemudian ditaro di Belanja,” sambungnya.
Kementerian PUPR Bangun Sekolah
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sedangkan alokasi anggaran pendidikan di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) sekitar Rp 3 triliun menurutnya untuk membangun sarana dan prasarana sekolah. Hal ini sesuai dengan instruksi presiden agar pembangunan sekolah dilaksanakan oleh Kementerian PUPR.
“Tentunya ini juga pasti masuk dalam anggaran pendidikan,” ucapnya. (Calvin G. Eben-Haezer)