JAKARTA- Komisi I DPR nampaknya tak punya keinginan untuk membenahi Kementerian Pertahanan. Untuk itu CBA (Center For Budget Analysis) meminta kepada ketua komisi 1 atau pimpinan Komisi dan anggota komisi 1 untuk segera melakukan evaluasi atas pengadaan alusista dan pengelolaan keuangaan di kementerian pertahanan. Demikian Direktur Center For Budget Analysis (CBA), Uchok Sky Khadafi dalam surat yang tertuju pada Komisi I DPR.
“Karena, banyak kecelakaan alusista TNI selama ini sebebkan pengadaan alusista banyak yang penyimpang, dan ditambah pengelolaan keuangan kementerian pertahanan yang sangat jelek dan ambradul saat ini,” ujarnya dalam surat yang diterima Bergelora.com di Jakarta, Senin (3/8)
Menurutnya pengadaan alusista di kemhan banyak yang melanggar peraturan, dan pelanggaran peraturan ini, diduga disengaja sebagai sebuah modus agar dapat memperkaya oknum-oknum pejabat di Kemhan.
“Misalnya sebagai contoh modus pertama, pada tahun 2013, Kemhan melakukan pengadaan pengadaan 8 Helikopter Apache AH-64E yang diperuntukan bagi TNI AD. Padahal, pengadaan alusista 8 helikopter apache AH-64E tidak ada anggaran dalam APBN 2013. Tetapi tetap dipaksakan untuk dibeli dengan memakai anggaran bersumber dari kegiatan lintas tahun 20II dan 2012 yang berada pada rekening APBN Pusku (Pusat Keuangan) Kemhan sejumlah Rp 315.313.561.813
Paling disesalkan menurutnya adalah walaupun sudah mengetahui tidak ada anggaran pada tahun 2013, tetapi saja pihak Kemhan tidak melakukan perubahan DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran) untuk kegiatan tersebut. Pihak kemhan telah menganggarkan kegiatan tersebut baru pada tahun 2014.
“Modus yang kedua yang paling kentara dalam mengejar rente untuk mencari keuntungan oknum pejabat tersebut adalah ketika adanya pengadaan helicopter anti kapal selam yang berjumlah 11 buah yang akan dipergunakan oleh TNI – AL. Pemenang lelang ini, dipaksakan dimenangkan kepada PT. Dirgantara Indonesia sehingga dugaan potensi kerugian Negara sebesar Rp 2.1 Triliun,” jelasnya.
Oleh karenanya menurut Ucok, lelang ini telah melanggar hukum yaitu Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah pada pasal 83 menerangkan bahwa lelang harus gagal bila jumlah peserta yang lulus kualifikasi kurang dari 3 peserta.
Modus ketiga 3 menurutnya adalah pengelolaan keuangan yang jelek dan ambradul dimana ditemukan selisih anggaran sebesar Rp 25.999.577.701. Menurut laporan yang dikeluarkan oleh bank penerbit outstanding L/C sebesar Rp 3.907.694.605.064. tetapi menurut rincian outstanding L/C pada akhir tahun 2013 yang dikeluarkan oleh bendahara Bialugri (Pembiayaan Luar Neger) Kemhan sebesar Rp 3.881.695.027.363,53.
“Jadi, selisih anggaran ini memperlihatkan pengelolaan keuangan kemhan tidak professional, dan masih amatiran karena ditemukan selisih yang berpotensial merugikan Negara sebesar Rp 25 milyar,” ujarnya.
Ia menjelaskan yang dimaksud dengan outstanding L/C adalah Dana Devisa yang direalisasikan oleh Bendahara Bialugri dengan mekanisme menukarkan RM (Rupiah murni) ke dalam bentuk valas dan kemudian dijadikan jaminan pembukaan L/C atas kontrak/perikatan yang telah disepakati sebelumnya pada bank pemerintah yang ditunjuk. Mekanisme ini digunakan sebagian besar diantaranya untuk transaksi pengadaan suku cadang alat komunikasi, pengadaan amunisi dan pengadaan suku cadang radar.
“Dari persoalan diatas, kami dari CBA (Center For Budget Analysis) meminta kepada Komisi I DPR agar punya keinginan membenahi Kemhan, dan harus mendorong adanya reformasi di Kemhan terutama untuk melakukan pergantian eselon satu sampai 2 atau pergantian pada level sekjend sampai dirjend agar bisa meminimalkan korupsi yang mengakibatkan adanya potensi kerugian Negara.
“Saat ini, pada semua lembaga negara ada namanya lelang jabatan, tapi, kok di Kemhan tidak adanya lelang jabatan, dan orang yang menjabat, orang orang itu itu saja, bekas orang orangnya Presiden SBY yang tidak mau melakukan perubahaan (Web Warouw)