Minggu, 15 September 2024

PDIP: Segera Revisi UU SJSN/BPJS !

JAKARTA- Karena menimbulkan banyak persoalan dan menyusahkan rakyat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, maka Partai Demokrasi Indonesai (PDI) Perjuangan merasa DPR perlu untuk segera mengajukan revisi terhadap Undang-undang No 40/2004 Tentang Sistim Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-undang No 24/2011 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Hal ini disampaikan oleh Ketua PDI-P Bidang Kesehatan Rakyat, Dr. Ribka Tjiptaning kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (15/11). Sebelumnya Partai Golkar juga mengusulkan agar revisi pada kedua undang-undang itu segera dilakukan.

 

“Kalau tidak direvisi bagaimana Kartu Indonesia Sehat (KIS) bisa diimplementasikan sesuai dengan cita-cita Presiden Joko Widodo.  Tujuan KIS adalah untuk menjamin rakyat mendapatkan kesehatan secara cuma-Cuma. Sedangkan BPJS ternyata justru membawa masalah baru. Mereka berbisnis,” ujarnya.

Menurut anggota Komisi IX, DPR-RI ini, walaupun dirinya dan PDI-P ikut mendorong lahirnya Undang-undang SJSN dan BPJS namun harus berani mengevaluasi secara menyeluruh apakah undang-undang melayani rakyat atau justru mencelakakan rakyat.

“Kalau setelah dilaksanakan ternyata merugikan rakyat, ya kita harus berani segera memperbaiki dan kembalikan orientasi pelayanan rakyat sesuai dengan perintah UUD’45,” tegasnya

Beberapa revisi yang prinsipil menurutnya adalah menghilangkan pasal iuran dan pemotongan gaji dan upah buruh, PNS dan TNI/Polri dan mengembalikan tanggung jawab negara untuk menjamin pelayanan kesehatan rakyat.

“Seluruh rakyat harus mendapat jaminan pelayanan kesehatan. Tidak ada tahap-tahapan. Tidak pakai kuota dan tidak boleh diskriminatif. Semua harus dibayar oleh negara lewat APBN. Uangnya harus ada,” tegasnya.

Penuhi 5 Persen

Ia mengingatkan bahwa perintah Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan adalah pemerintah pusat mengadakan dana 5 persen dari APBN dan pemerintah daerah 10 persen dari APBD  luar gaji.

“Kesehatan adalah investasi negara dan rakyat. Sekarang masih peringkat ke 6. Padahal seharusnya anggaran kesehatan peringkat ke dua setelah pertahanan,” ujarnya.

Oleh karena itu, Bappenas menurutnya harus tahu skala prioritas dalam merencanakan negara yang kuat dimasa depan.

“Nah, Presiden Jokowi harus berani melakukan revolusipola pikir Bappenas agar tidak orientasinya perintah dari asing melulu. Sebagai pemimpin Jokowi harus berani mengambil resiko. Kalau pemimpin tidak mau resiko, itu namanya pemimpi, bukan pemimpin,” tegasnya.

Ia memberi contoh, dirinya yang tidak diikut sertakan dalam pembahasan Undang-undang BPJS. Pada saat melihat rakyat jadi korban dari kebijakan undang-undang BPJS sebelumnya maka harus segera mengambil langkah tegas.

“Pokoknya tidak boleh ada lagi rakyat ditolak dirumah sakit dan dipungut biaya co sharing. Tidak boleh lagi ada dokter dan rumah sakit yang rugi. Sekarang saatnya rakyat menikmati perlindungan penuh dari negara. Bukan malah semakindi injak-injak karena pengaruh Imperialis,” tegasnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru