JAKARTA- DPR-RI mempertanyakan perkembangan dunia kesehatan dan tanggung jawab Pemerintah terhadap kesehatan rakyatnya. Satu hari sebelum memperingati Hari Kesehatan, Indonesia telah digegerkan dengan berita kematian Dionisius Giri Samudra, Dokter yang sedang mengikuti program internship di Rumah Sakit Cenderawasih, Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Provinsi Maluku. Hal ini disampaikan oleh, anggota Komisi-IX DPR RI, dr. Ribka Tjiptaning Proletariat kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (14/11).
“Dokter muda itu sedang mengabdi di daerah terpencil. Kejadian ini adalah potret hari ini dari dunia Kesehatan kita. Pemerintah gagal memperhatikan kesejahteraan dan keselamatan dokter-dokter yang mengabdi di daerah terpencil,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa saat ini pemerintah memang sudah menjalankan BPJS (Badan penyelenggara Jaminan Sosial), berarti sebagian rakyat sudah bisa menikmati jaminan dalam berobat ke rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain.
“Tetapi masih perlu ditingkatkan lagi pelayanannya, terutama jumlah warga yang dibantu dalam membayar preminya,” ujarnya.
Tetapi menurutnya di sektor penyediaan fasilitas Kesehatan masih jalan di tempat. Rumah Sakit yang didirikan oleh pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah masihlah sangat kurang sekali. Pengguna BPJS masih berjubelan di Rumah Sakit Pemerintah.
“Jumlah Dokter kita baik umum, spesialis dan dokter gigi masihlah sangat kurang. Penyebarannya juga tidak merata. Terpusat di Pulau Jawa, sementara yang terpencil masihlah minim akan kehadiran para Dokter,” ujarnya.
Adanya BPJS tidak menghilangkan komersialisasi dunia Kesehatan kita. Potret Rumah Sakit swasta adalah potret dunia kesehatan kita yang sangat komersial.
“Malahahan semakin meningkatkan komerisalisasi pelayanan kesehatan. Negara gagal menyentuh rumah sakit swasta lewat regulasi dibiarkan liberal. Harga obat ditentukan oleh perusahaan farmasi. Oknum dokter memberikan obat yang harganya sangat mahal sekali. Otoritas Dokter sebenarnya adalah otoritas dunia farmasi,” jelasnya.
Ia mengatakan bahwa, saat ini obat generik diaku sebagai obat paten. Hampir semuanya adalah obat generik yang diberi merek dan kemasan menarik sehingga harganya mahal sekali. Bisa berkali-lipat dengan harga obat generik.
“Tepat bila KPK nantinya akan mengusut hal tersebut karena merupakan kriteria pemberian gratifikasi perusahaan farmasi kepada oknum dokter,” ujarnya.
Ia berharap agar pemerintah segera melakukan perubahan-perubahan dan lompatan-lompatan dalam menjalankan amanat konstitusi berkaitan dengan hak warga negara memperoleh pelayanan Kesehatan. (Web Warouw)