Oleh : Lilik Dian Eka, MH. Kes*
Awal tahun 2016 Indonesia dikejutkan dengan penemuan virus Zika yang diderita oleh seorang penduduk berjenis kelamin laki-laki dari provinsi Jambi. Demikian informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia yang turut menyita perhatian serius Presiden Joko Widodo, dalam suasana Ratas di Istana Negara. Pasalnya, Amerika Latin tengah dilanda wabah virus tersebut di seantero negerinya.
Apa itu virus Zika? Apa sebab dan bagaimana proses transmisi virus Zika berlangsung? Manifes penyakit ini akan signifikan terutama pada kalangan perempuan, baik perempuan bakal hamil, dan dalam keadaan proses kehamilan. Setidaknya, penulis ingin membatasi pada persoalan tersebut. Dan apa saja yang dapat kita lakukan? Dimana pencegahan akan jauh lebih baik ketimbang tindakan medis apapun terhadap setiap gejala penularan dan mewabahnya berbagai penyakit.
Sebuah sumber menyebutkan, Virus Zika ialah salah satu virus dari jenis Flavivirus. Virus ini memiliki kesamaan dengan virus Dengue, berasal dari kelompok Arbovirus bagian dari virus RNA. Virus Zika juga ditularkan oleh gigitan nyamuk. Nyamuk yang menjadi vektor virus Zika ini adalah nyamuk Aedes, yaitu: jenis Aedes Aegypti pada daerah tropis, Aedes Africanus pada daerah Afrika, dan Aedes Albopictus pada beberapa daerah lain. Nyamuk Aedes merupakan jenis nyamuk yang aktif di siang hari, dan dapat hidup di dalam maupun luar ruangan, sehingga lebih cepat menyebar dan berkembang biak.
Virus Zika sebenarnya awalnya ditemukan pada sejumlah hewan kera di Hutan Zika, Uganda, Afrika pada tahun 1947. Kasus pertamanya dialami manusia yang terjadi di Nigeria di tahun 1954. Awalnya dianggap tak menimbulkan ancaman besar terhadap manusia.
Di Yap Island, sebuah pulau di kawasan Pasifik Mikronesia pada tahun 2007, virus Zika muncul. Semenjak itu, kasus virus Zika beberapa kali muncul dalam frekuensi biasa di kawasan Pasifik.
Sebaran Virus Zika
Sampai sejauh ini sudah lebih dari 20 negara terutama di Amerika Latin dan Karibia yang melaporkan adanya wabah infeksi virus Zika ini, antara lain: Barbados, Bolivia, Brasil, Cap Verde, Colombia, Dominican Republic, Ecuador, El Salvador, French Guiana, Guadeloupe, Guatemala, Guyana, Haiti, Honduras, Martinique, Mexico, Panama, Paraguay, Puerto Rico, Saint Martin, Suriname, Venezuela, dan Yap Island.
Di Asia Tenggara, diketemukannya wabah virus ini terbilang sangat langka. Virus Zika pertama kali ditemukan di kawasan Indocina menurut data WHO awal Juni 2015.
Sedangkan di Indonesia sendiri, melalui pernyataan Dr.Herawati Sudoyo Ph.D, Deputi Direktur Eikjman Institute, mengatakan bahwa pihaknya menemukan virus ini saat terjadi wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) di Jambi pada Desember 2014-April 2015.
Lebih jauh, sebuah laporan yang yang menyebutkan pada tahun 1981, peneliti Australia telah melaporkan adanya pasien penderita virus Zika setelah ia bepergian ke Indonesia. Kelanjutannya pada tahun 2013, peneliti Australia juga melaporkan kembali penemuan satu kasus infeksi virus Zika pada seseorang warga negara Australia setelah melakukan perjalanan selama 9 hari ke Jakarta. Dan dipublikasi di halaman American Journal Tropical Medicine and Hygiene.
Dampak Virus Zika
Lalu apa dampak kesehatan akibat virus Zika? Beberapa pakar menyebutkan gejala virus menimbulkan adanya banyak kesamaan gejala antara Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan demam Zika. Keduanya sama-sama diawali dengan demam yang naik turun serta rasa linu hebat pada persendian dan tulang. Virus Zika timbulkan demam tak terlalu tinggi, maksimal 38 derajat celcius. Kadang juga disertai mual, sakit kepala, rasa tidak nyaman di perut dan disertai rasa lemah dan lesu luar biasa. Selain itu, terkadang muncul bintik-bintik merah pada permukaan kulit serta masa inkubasi hampir mirip dengan infeksi virus Dengue yaitu beberapa hari sampai satu minggu.
Bedanya, infeksi virus Zika tidak menyebabkan penurunan kadar Trombosit pada darah. Dan virus Zika menimbulkan keluhan infeksi mata menyerupai konjungtivitas dengan mata kemerah-merahan, pada bagian dalam kelopak mata.
Geger wabah virus Zika ingatkan kita, ketika Indonesia dan beberapa negara-negara tetangga tengah hadapi virus flu burung ketika itu. Korban jiwa sempat berjatuhan, dan Indonesia berhasil melewati kemungkinan paling buruk yang ditimbulkannya.
Kementerian Kesehatan RI, baru-baru saja keluarkan Travel Advisory Virus Zika, utamanya jalur-jalur bepergian ke luar negeri, kawasan Latin Amerika. Di bulan-bulan musim penghujan ini, penulis sebagai seorang bidan desa biasa, merasa perlu untuk mengingatkan kembali kepada pemerintah dan seluruh masyarakat. Mulai dari lingkungan desa, hingga mereka yang memiliki frekuensi bepergian, penyuka travelling, tentang bahaya dan ancaman serius dari virus Zika. Dan diperlukan fokus terhadap kaum perempuan pra dan dimasa proses kehamilan.
Pada perempuan bakal hamil, mulai diduga infeksi virus Zika mengancam kondisi kesuburan dan berakibat pada kemandulan. Dan pada ibu hamil, sejumlah pakar mulai menguatkan hipotesanya bahwa serangan virus Zika positif pada ibu hamil, dapat menularkan pada janin yang dikandungnya.
Dan apabila virus Zika menyerang jaringan otot dan sistem saraf termasuk saraf pusat di otak dan janin. Dapat menimbulkan cacat mikrosefalus (ukuran otak yang kecil) pada bayi yang dilahirkannya. Bukti kuat kini kian berkembang di Brazil, dengan kasus Zika, dari ribuan temuan dengan 500 lebih kasus diderita oleh ibu hamil di bulan Desember 2015 lalu. Dari angka tersebut ditemukan 150 kasus ibu hamil yang akhirnya melahirkan bayi dengan mikrosefalus. Pemberitaan CNN menambahkan, total peningkatan bayi dengan mikrosefalus tercatat 4000-an kasus sepanjang tahun 2015 hingga 2016 ini.
Selain resiko Mikrosefalus tersebut, belum diketahui mewabahnya virus Zika tersebut, pengalaman penulis menujukkan, pada kasus Anensefalus (suatu keadaan dimana sebagian besar tulang tengkorak dan otak tidak terbentuk), kelainan pada otak dan kepala tersebut berakibat bayi yang dilahirkan akhirnya hanya bertahan beberapa jam saja kemudian meninggal dunia.
Tentu saja ada sekian penyebab lainnya. Dan upaya deteksi dini amat diperlukan. Sebut saja, pemeriksaan pada asam lemak dan serum pada ibu hamil, Amniosentesis (untuk mengetahui adanya peningkatan kadar alfa-fetoprotein, kadar afla-fetoprotein yang meningkat menunjukkan adanya kelainan tabung saraf), kadar estriol pada air kemih ibu, dan monitoring melalui USG.
Peranan Kita
Dengan kata lain, masalah terbesar akan dihadapi oleh bangsa ini, dimana ancaman degenerasi, dan depopulasi, tak bisa dianggap main-main. Selain menghindari bepergian ke sejumlah tempat di luar negeri, penulis ingin menyampaikan beberapa agenda yang senantiasa perlu digagas dan diseriusi oleh pemerintah dan masyarakat di seluruh Indonesia.
Pertama, diperlukan upaya yang lebih, untuk mobilisasi umum seluruh lapisan masyarakat. Kementrian Kesehatan RI dan Kementrian Desa, serta instansi lainnya diharapkan mengambil langkah cepat bekerjasama untuk menggerakkan struktur Dinas, seluruh aparatur daerah dan desa. Pemerintah perlu mencanangkan seminimalnya satu hari dalam satu bulan untuk berkegiatan.
Penularan gigitan nyamuk Aedes Aegypti sangat berpotensi ketika terjadi pengabaian pada situasi peralihan musim saat ini. Sebab jenis nyamuk ini menyukai tempat favorit di genangan air bersih dan daerah yang banyak pepohonannya, apalagi di suhu tropis semacam Indonesia. Siklus hidup nyamuk ini berbeda dengan nyamuk biasa. Keaktifannya diketahui mulai pagi hari hingga sekitar jam tiga sore, untuk menghisap darah korbannya. Sehingga pemberantasan seluruh sarang-sarang nyamuk (PSN) dengan penyemprotan (fogging). Dan 3M Plus (menguras dan menutup tempat penampungan air. Hingga memperbesar Relawan Jumantik di masyarakat, mengawasi pemantauan jentik, seperti menabur bubuk Larvasida (Abate).
Mobilisasi umum ini menuntut peranan organisasi massa, seperti serikat buruh, serikat tani, nelayan, organisasi mahasiswa, kepemudaan, perempuan, lembaga kesehatan rakyat, akademisi, dan sebagainya. Selain dapat terhindar dari DBD, dan Cikumunya, apalagi virus Zika, maka dalam satu tahun minimalnya di Indonesia, sebanyak 12 kali fogging yang merata, dari ujung Aceh hingga Papua. Intensitas pesan layanan masyarakat adalah bagian ujung tombak menciptakan kebersihan dan kesehatan lingkungan di sekitar kita, perlu dihidupkan, yang tak cuma iklan komersial semata.
Kedua, tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) di dunia tersebab virus Zika misalnya, penulis ingin mengajak kita untuk menengok kembali tentang peranan revitalisasi Posyandu dan peningkatan pembenahan dari setiap infrastruktur kesehatan yang lebih dekat dengan masyarakat. Di desa-desa melalui peranan bidan desa, maka diharapkan perhatian pemerintah dapat inheren dengan upaya ini. Di sini, penulis ingin menyerukan kepada seluruh bidan desa di Indonesia untuk concern melakukan tindakan deteksi dini dan pencegahannya. Sebab ketika tingginya Angka Kematian Bayi (AKB) sulit menyusut, berarti ada yang harus diperhatikan lagi, antara bidan desa dengan targetan perempuan dan ibu hamil.
Yang terakhir, pemerintah seyogyanya semakin mawas bahwa dunia ini, tentu saja memiliki beragam ancaman nyata. Selain ancaman perang, sebut saja, biological weapon. Yang amat terkenal sejak tahun 400 SM. Sebagai perwujudan langkah antisipasi, barangkali penulis masih menduga, setiap virus yang berkembang mendunia, tentu ada saja faktor-faktor lain yang menjadi penyebabnya. Dan barangkali virus Zika akan semakin menakutkan, apabila degenerasi akibat mikrosefalus dan anensefalus luput digagas oleh pemerintah Indonesia untuk terus berbicara tentang ancaman ini disetiap pergaulan internasionalnya, bersama ratusan negara lainnya di seluruh dunia.
*Penulis adalah Ketua Umum Forum Bidan Desa PTT (Pusat) Indonesia