Rabu, 21 Mei 2025

AS BANJIR BARANG CHINA..! Perusahaan China Jadikan TikTok Medan Perang Dagang Baru Lawan Trump

JAKARTA — Pabrik-pabrik  China melawan  perang dagang yang dimulai Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ke medan perang baru, yaitu media sosial TikTok.

Sejumlah pengguna TikTok  sebagai produsen barang bermerek, seperti Lululemon dan Hermes. Mereka mengajak orang AS untuk langsung membeli barang-barang mewah ke pabrik demi menghindari tarif gila Trump.

“Kenapa kamu tidak menghubungi kami saja dan membenarkan dari kami? Kamu tidak akan percaya dengan harga yang akan kami berikan,” kata pengguna TikTok bernama Wang Sen, dikutip Bergelora.com, Kamis (17/4).

Dalam video itu, Wang Sen berdiri di depan tas mirip Birkin yang merupakan produk Hermes. Dia adalah bagian dari pabrik yang memproduksi barang-barang mewah, lalu dijual dengan merek pemesannya.

Dalam akun Tiktoknya,Wang Sen berdiri di depan berbagai tas luxury brand. Dia adalah bagian dari pabrik yang memproduksi barang-barang mewah, lalu dijual dengan merek pemesannya. (Ist)

Kreator TikTok lainnya bernama LunaSourcingChina menceritakan dua pabrik di Yiwu, kota yang dikenal dengan toko grosir. Dia menawarkan legging Lululemon yang biasanya seharga US$98 atau Rp1,65 juta.

“Aku rasa kebanyakan dari kalian tahu harga Lululemon dan merek-merek besar lainnya. Tahu enggak, di dua pabrik ini, kalian bisa mendapatkannya cuma dengan US$5- US$6,” ucapnya.

LunaSourcingChina di Tiktok menceritakan dua pabrik di Yiwu, kota yang dikenal dengan toko grosir luxury brand di China. (Ist)

Perang dagang model baru itu berbarengan dengan meningkatnya tren penggunaan beberapa aplikasi penjual barang-barang palsu China. Misalnya, DHgate yang menempati peringkat kedua aplikasi terlaris di App Store Apple AS.

Kemudian, ada aplikasi Taobao di peringkat ketujuh. Situs ini merupakan situs perdagangan online asal China.

Sejumlah pakar, menyangsikan klaim sejumlah TikTokers yang mengakui pemasok merek-merek seperti Chanel dan Lululemon. Menurut para ahli, pabrik yang asli biasanya mempunyai klausul kontrak tidak boleh memberikan identitas ke publik.

Selain itu, profesor Universitas Kesenian London Regina Frei mengatakan produk-produk merek mewah biasanya tidak hanya diproduksi di China. Produk-produk itu menjalani rangkaian produksi di beberapa negara sebelum masuk ke pasar.

“Jika kamu berbicara tentang tas tangan yang sangat mahal yang melibatkan banyak pekerjaan manual, kemungkinan besar mereka dibuat di suatu tempat, lalu diselesaikan di tempat lain, diucapkan di Perancis,” ujar Frei.

Namun, fenomena perang dagang di TikTok dimaknai sebagai bentuk dampak perang tarif Trump. Selain mengungkap kegusaran konsumen, hal ini juga mengungkap betapa pasar AS begitu bergantung pada China.

Kreator-kreator China ini menekan pesan, meski Gedung Putih menyetujui kebijakan ekonomi mereka mengedepankan Amerika, kebijakan itu justru akan merugikan konsumen AS.

Para konsumen di AS akan kehilangan akses terhadap barang-barang favorit mereka. Mereka kemungkinan harus membayar lebih untuk bisa mencapai kebijakan gara-gara Trump.

“Jika China berhenti memproduksi, toko-toko kita akan kosong,” ujar Frei.

Harga Brand Luxury diproduksi di China. (Ist)

Warga AS Serbu Aplikasi Belanja China, Borong Barang Mewah Murah

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, orang-orang Amerika Serikat (AS) menyerbu aplikasi e-commerce China untuk bisa membeli tas, celana yoga, dan dompet murah. Karena mereka khawatir platform lokal akan menaikkan harga barang karena tarif Donald Trump.

Video-video viral yang memuji kualitas tinggi dan harga murah dari barang-barang yang tersedia di berbagai layanan China mendorong orang AS mengunduh aplikasi, seperti DHgate, yang naik ke posisi kedua dalam peringkat aplikasi gratis di App Store AS milik Apple Inc, menurut data dari SensorTower

Saham CTS International Logistics Corp, yang bekerja sama dengan DHgate, naik hingga batas harian sebesar 10% pada hari ini, Rabu (16/4/2025), di Shanghai.

Bersama dengan DHgate, yang dikenal sebagai “Dunhuang” dalam bahasa Mandarin dan dijuluki “Aplikasi Kuning Kecil” oleh sejumlah konsumen, Taobao milik Alibaba Group Holding Ltd dan Shein termasuk di antara aplikasi belanja yang paling banyak diunduh di App Store AS.

Pemasok dan produsen China menggunakan TikTok untuk berbagi video dengan tujuan menunjukkan pada orang-orang asing “sumber barang bagus.”

Banyak video, yang mengungkapkan tas tangan dan pakaian dari merek-merek Eropa kelas atas sebenarnya berasal dari produsen China, memberikan tautan ke situs web dan kontak detail, yang mengarahkan mereka untuk memesan secara langsung ke para vendor ini.

“Anda tidak perlu ‘bermain’ dengan Hermes untuk mendapatkan barang yang sama bertahan. Hemat uang Anda dan dapatkan Birkins dan Mini Kellys tepat pada waktunya untuk musim panas 2025,” demikian judul video TikTok yang sedang mempromosikan tas Hermes di DHgate.

Versi dompet dompet Louis Vuitton seharga US$1.490 ditawarkan hanya seharga US$3,24 di aplikasi China. Data dari aplikasi tersebut menunjukkan, lebih dari 100 dompet telah terjual.

Sepasang celana yoga Lululemon, yang harga aslinya sebesar US$98, dijual dengan harga hanya US$13.

Masih menurut data dari aplikasi tersebut, lebih dari 10.000 celana telah dibeli.
Pekan lalu, DHgate mengeluarkan surat terbuka kepada para pedagang tentang “Rencana Pengawalan Tarif,” yang berjanji akan menyediakan lalu lintas, subsidi, logistik, dan dukungan lain bagi para pedagang untuk membantu mereka mengurangi tekanan biaya dan menstabilkan penjualan.

Platform ini mengatakan saat ini memiliki lebih dari 2,6 juta pemasok terdaftar yang memproduksi rata-rata lebih dari 30 juta produk berani per tahun. Platform ini menjangkau sekitar 200 negara dan wilayah, memiliki lebih dari 10 gudang di luar negeri, dan menyediakan lebih dari 100 rute logistik.

DHgate Didirikan pada tahun 2004 oleh Wang Shutong, salah satu pendiri joyo.com, salah satu platform e-commerce paling awal di China yang kemudian diakuisisi oleh Amazon.com Inc.

Dijuluki sebagai “Jack Ma versi perempuan,” Wang sebelumnya pernah bekerja di Microsoft Corp dan Cisco Systems Inc sebelum mendirikan perusahaannya sendiri.

Barang Mewah Dunia Dibuat di China

Puluhan video yang mengajak konsumen untuk membeli barang langsung dari pabrik di China, viral di media sosial TikTok. Ajakan ini seiring dengan memanasnya perang dagang AS-China, sebagai upaya untuk mengurangi tarif tinggi yang dikenakan pada produk China oleh Presiden AS Donald Trump.

Produsen China mengungkapkan, ada banyak merek mewah yang dibuat di pabrik China dengan biaya minimal, yang dikirim ke Eropa untuk menerima label, dan dijual dengan harga yang tidak masuk akal.

Dalam sebuah video yang beredar, seorang wanita memperlihatkan apa yang dia klaim sebagai “grosir mewah terbesar di China”.

Barang-barang itu berjajar tas-tas dari merek terkenal, seperti Hermes, Louis Vuitton, dan Channel yang menurutnya berharga antara 250-500 dollar AS atau sekitar Rp 4-8 juta. Sementara tas-tas mahal tersebut dijual dengan harga ribuan dollar di pasar dunia.

“Berkat tarif yang diberlakukan Presiden Trump baru-baru ini, produsen-produsen China untuk merek-merek mewah keluar dari hutan dan menawarkan penjualan langsung ke AS dengan harga yang lebih murah,” ujar seorang wanita, dikutip dari Alarabiya, Rabu (16/4/2025).

Video serupa beredar di media sosial, dengan para influencer dan produsen asal China yang mengeklaim memiliki akses ke pabrik-pabrik yang memproduksi barang-barang untuk merek-merek mewah.

Bagaimana respons brand terhadap klaim tersebut? Saat ini, merek-merek di atas belum menanggapi secara resmi klaim-klaim tersebut. Akan tetapi, Louis Vuitton telah berulang kali menyatakan di masa lalu bahwa tidak ada satu pun barangnya yang dibuat di China.

Perwakilan dari Lululemon juga mengklarifikasi kepada The Independent bahwa hanya tiga persen dari produk akhirnya yang diproduksi di China.

Lululemon memproduksi sekitar 3 persen dari barang jadinya di Tiongkok Daratan. Lululemon tidak bekerja sama dengan produsen yang diidentifikasi dalam video daring dan kami mengimbau konsumen untuk waspada terhadap kemungkinan produk palsu dan misinformasi,” kata Lululemon dalam pernyataannya.

Meskipun demikian, banyak pengguna TikTok yang masih tertarik dengan ide untuk memiliki barang mewah dengan harga murah dan menyambut baik video-video tersebut karena mengungkap sisi tersembunyi dari industri barang mewah.

Sebelumnya, merek-merek besar di masa lalu pernah dikecam karena praktik-praktik yang tidak etis dalam mengawasi para pemasok dan manufaktur mereka.

Tahun lalu, sebuah investigasi pengadilan Milan, Italia menduga adanya praktik manufaktur yang tidak etis terjadi secara sistemik di seluruh Italia.

Menurut laporan dari Forbes yang mengutip dokumen pengadilan setebal 34 halaman, ada ribuan produsen kecil yang dimiliki oleh perusahaan asing memasok merek-merek mewah dengan barang-barang yang memiliki klaim label “Made in Italy”, namun diproduksi dengan harga “Made in China”. 

Dokumen pengadilan tersebut mengungkapkan bagaimana satu produsen dapat memasok tas tangan bermerek Dior “Made in Italy” seharga 57 dollar AS atau sekitar Rp 950 ribu, yang kemudian dijual oleh Dior dengan harga sekitar 2.800 dollar AS atau sekitar Rp 47 juta.

Adapun label “Made in China” telah lama dikaitkan dengan produk murah yang dibuat dengan tergesa-gesa di pabrik dengan kondisi kerja yang buruk, dikutip dari Morocco World News, Senin (14/4/2025).

Sementara itu, sudah menjadi rahasia umum bahwa mode cepat bergantung pada proses manufaktur berbiaya rendah untuk meningkatkan margin keuntungan. Namun, jika barang-barang mewah pun diproduksi dalam kondisi yang sama, maka akan merusak ilusi eksklusivitas dan kualitas yang diandalkan oleh konsumen kaya dan para pencari status.

Video-video tersebut mulai muncul beberapa hari setelah AS meningkatkan perang dagangnya terhadap China, dengan menaikkan tarif impor dari negara itu menjadi 145 persen.

Adapun menurut laporan The Telegraph, Senin (14/4/2025), saat ini AS memproduksi sekitar 2 persen dari pakaian yang dijual di negaranya sendiri. Hal ini memicu ejekan dari pengguna media sosial China, yang awal bulan ini mengunggah video buatan AI yang memperlihatkan orang Amerika yang kelebihan berat badan bekerja di pabrik. Video tersebut berjudul “make America great again” dan telah ditonton ratusan ribu kali.

China ledek Trump. (Ist)


Reaksi keras di media sosial ini muncul di tengah meningkatnya ketegangan antara kedua negara terkait manufaktur.

Awal bulan ini, Wakil Presiden AS JD Vance menyebut pemasok China sebagai “petani”. “Untuk membuatnya sedikit lebih jelas, kami meminjam uang dari petani China untuk membeli barang-barang yang diproduksi oleh petani China tersebut,” kata dia. Padahal, China merupakan eksportir tekstil utama, di mana mereka memproduksi sekitar dua pertiga dari pakaian dunia.

AS sendiri merupakan pasar ekspor terbesar China, dengan negara tersebut mengirimkan tekstil senilai sekitar 49 miliar dollar AS ke Amerika tahun lalu.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, sementara merek-merek besar Amerika telah mulai mendiversifikasi produksi mereka agar tidak hanya bergantung pada China, dengan mengambil sumber dari pabrik-pabrik di Vietnam dan Indonesia.

Nike, misalnya, mengambil sekitar 18 persen alas kakinya dari China. Adapun harga sahamnya telah merosot sekitar sepertiga sejak akhir Februari, ketika Presiden AS mulai meningkatkan serangannya terhadap Beijing.

Sementara merek pakaian H&M mengambil sebagian besar pakaiannya dari China dan Bangladesh. Sahamnya pun turun sekitar 11 persen selama dua bulan terakhir.

Perusahaan-perusahaan mode telah memperingatkan bahwa tarif akan menaikkan harga. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru