Oleh : Lia Somba
SIGI- Kelangkaan pupuk bersubsidi pada petani di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah diatasi dengan penggunaaan pupuk alami. Oleh karena itu Serikat Tani Nasional (STN) Sulawesi Tengah memprogramkan agar petani tidak bergantung pada pupuk dan obat-obatan yang mengandung pestisida dengan melakukan pendidikan. STN telah kembali melatih petani mengembangkan pertanian alami bagi kelompok tani di wilayah Sulawesi Tengah.
Menurut Syahdan, Ketua STN Sulawesi Tengah, kegiatan pendidikan dan pelatihan dan langsung dipraktekkan bersama kelompok tani ini sudah dilaksanakan beberapa kali yakni di Desa Pombewe Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi dan di Desa Bataua Kabupaten Tojo Una-una dan di Kecamata Dondo Kabupaten Toli-Toli.
“Kegiatan seperti ini akan terus kami lakukan agar petani tidak lagi menjadi tergantung pada pupuk organik yang memang justru lebih banyak merusak unsur hara tanah pertanian,” tutur pria yang akrab dipanggil Mardan ini kepada Bergelora.com di Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah beberapa waktu lalu.
Kali ini, pendidikan dan pelatihan pertanian alami dilaksanakan oleh STN Kabupaten Sigi yang melibatkan perwakilan dari 7 kelompok tani Desa Lolu Kecamatan Biromaru, Kabupaten Sigi Sabtu (31/1).
“Yang menjadi narasumber pada pelatihan ini adalah petani dari Desa Pombewe yang sudah terlebih dahulu mendapatkan pelatihan. Pengetahuan ini sangatlah penting, dan di beberapa tempat yang sudah pernah kami lakukan pelatihan seperti ini telah berhasil,” ujar Ketua STN Kabupaten Sigi Mohammad Zabir.
Praktek Pembuatan pupuk alami ini digelar dihalaman belakang rumah salah satu anggota kelompok tani Desa Lolu yang dihadiri 15 orang perawakilan 7 kelompok tani dan juga dihadiri langsung oleh Kepala Desa Lolu , Imran Lacedi.
Zabir mengatakan praktek pembuatan pupuk alami dimaksudkan untuk memberikan pemahaman dan pemberdayaan agar petani di Sigi tetap bisa eksis ditengah makin mahalnya pupuk kimia karena pencabutan subsudi.
“Pelatihan sekaligus praktek cara pembuatan pupuk alami harus terus disosialisasikan ke petani, sebagai alternatif dalam mengembangkan pertanian alami,” kata Zabir pada saat pembukaan pelatihan.
Menurutnya, ada dua konsep dasar pertanian alami yang penting untuk diterapkan yakni menjaga kesuburan tanah dan kesuburan tanaman. Masalah kesuburan tanah berhubungan dengan keberadaan cacing tanah dan mikroba yang sangat diperlukan. “Sehingga sebagai petani kita harus paham bagaimana cara menghadirkan mikroba yang dapat membantu mengembalikan kesuburan tanah,” ungkap zabir, sambil mempersilahkan seorang petani yang berasal dari Desa Pombewe untuk bertukar pengalamannya sekaligus memperlihatkan dan mengarahkan peserta pelatihan melakukan praktek dengan bahan yang sudah disiapkan.
Ucok adalah seorang petani yang berasal dari Desa Pombewe. Sebelum memberikan contoh cara membuat pupuk alami, ia menyempatkan untuk sharing pengalamannya. Sebelum dia mengetahui cara pembuatan pupuk alami ini, ia harus menghabiskan biaya ratusan ribu rupiah hanya untuk membeli pupuk dan racun hama untuk tanaman padi. Tapi sekarang setelah mengetahui tatacara pembuatan pupuk alami dan nutrisi tanaman justru lebih menghemat biaya.
“Bahkan hanya menghabiskan dana sebesar Rp. 60.000 untuk proses pembibitan, dan perawatan tanaman padi, ini diluar Bibit dan pengolahan tanah,” ujarnya sambil menyiapkan bahan-bahan yang dibutuhkan.
Awalnya memang ada keuntungan dengan menggunakan semua yang bahan pestisida untuk tanaman. Seperti pertumbuhan tanaman padi lebih cepat sehingga kita tidak lagi menunggu lama untuk panen. Namun faktanya setelah bertahun-tahun lahan dan tanaman yang sudah terbiasa diolah menggunakan bahan-bahan pestisida menjadi tergantung pada bahan kimia itu. Pada akhirnya unsur hara tanah menjadi rusak sehingga tanah menjadi keras dan cepat kering.
Dulu sebelum ada pupuk dan obat-obatan berpestisida, bibit yang berasal dari tanah yang masih alami bisa bertahan lama dari serangan hama. Bahkan meskipun berkali-kali hasil panen dijadikan bibit kembali maka hasilnya tetap bagus. Namun sekarang dengan bibit yang diperjual belikan diberbagai toko pertanian justru hanya bisa dijadikan bibit kembali satu kali panen saja. Kalau mau dijadikan bibit lagi pasti hasilnya sudah tidak sebagus yang pertamakali ditanam.
“Pembuatan pupuk alami sangat sederhana, dan bahan-bahannya juga mudah didapat di sekitar kita, seperti nasi, gula merah, konga, bawang putih dan beberapa peralatan yang diperlukan,” jelasnya.
Pembuatan Mikroba
Selanjutnya ucok menjelaskan tata cara pembuatan mikroba. Bahan dan peralatan yang dibutuhkan adalah nasi yang dimasak agak keras, gula merah, kotak tempat nasi, kertas berpori, karet gelang dan pot tanah liat atau toples plastik.
Cara pembuatannya dengan menyediakan kota nasi yang terbuat dari kayu dan diisi dengan nasi keras yang baru dan sudah dingin dengan ketebalan lebih dari 7 sentimeter untuk memberi pasokan udara agar mikro-organisme yang dibutuhkan lebih banyak tumbuh. Kemudian Kotak nasi ditutup dengan kertas berpori agar udara dapat masuk lalu diikat dengan gelang karet. Kemudian Kotak nasi tersebut dikubur di kebun bambu yang diatasnya ditumpuk dengan dedaunan dan ditutup lagi dengan plastik.
Setelah 4 – 5 hari pindahkan kedalam pot tanah liat atau toples plastik. Tahapan selanjutnya campurkan gula merah dengan perbandingan 1 : 1. Contohnya 1 Kg gula merah dicampur 1 Kg dengan mikroba tadi. Selanjutnya pot tanah liat atau toples tersebut di tutup lagi dengan kertas berpori dan ikat dengan karet gelang.
Menurutnya pupuk alami atau mikroba, bukan hanya sekedar untuk kesuburan tanah dan tanaman, namun bisa juga dikonsumsi hewan ternak untuk menggemukkan, bahkan dapat dikonsumsi oleh manusia untuk menyembuhkan penyakit diabetes. Karena bahan-bahannya tidaklah berbau. Demikian halnya untuk nutrisi tanaman yang berfungsi sebagai vitamin bagi tanaman buah-buahan juga sayuran seperti tomat, cabe dan jagung.
Kelompok-kelompok tani yang juga anggota STN yang ada di Desa Pombewe sudah pernah berhasil memasarkan hasil produksi pertanian alami yakni beras tanpa pestisida. Semua yang sudah dipraktekkan, disosialisasikan pula kepada kelompok petani lainnya baik yang ada di wilayah Kecamatan Boromarui Kabupaten Sigi maupun daerah lainnya.
“Kami siap kapan saja dan dimana saja jika ada kelompok tani lain yang juga menginginkan untuk saling berbagi pengalaman terkait dengan pembangunan pertanian alami ini,” tegas Zabir sebelum menutup kegiatan pelatihan pertanian alami.