JAKARTA- Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) mendukung pembaruan mental (revolusi mental) yang dicanangkan Presiden RI, Joko Widodo. Revolusi mental merupakan inti ajaran Kristen terkait pembaruan budi (Roma 12:1-2), yaitu pembaruan yang menyangkut seluruh eksistensi manusia, bukan hanya mentalnya. Hal ini ditegaskan kembali dalam Majelis Pekerja Lengkap Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (MPL PGI) 2016 di Parapat, Sumatera Utara pada 22-26 Januari 2016 lalu. Demikian Kepala Humas PGI, Jeirry Sumampow, S.Th kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (3/2)
“Oleh karena itu, Sidang MPL menyerukan pertobatan gereja-gereja dan bangsa Indonesia secara terus-menerus. Pertobatan itu mestilah menyangkut seluruh aspek kehidupan,” ujarnya.
Masyarakat Indonesia menurutnya perlu bersama-sama menghormati dan memperkuat komitmen pluralisme dan kebangsaan bagi kesejahteraan masyarakat menuju Indonesia yang demokratis dan berkeadilan.
“Secara khusus, Pikiran Pokok ini menurutnya mengaitkan keugaharian dan keragaman. Keragaman telah menjadi ciri keluarga, jemaat, gereja/denominasi, agama-agama, dan masyarakat Indonesia,” jelasnya.
Kegagalan menyikapi keragaman secara baik akan melahirkan disintegrasi atau perpecahan. Karena itu perlu ada kesediaan untuk terbuka dan menghargai perbedaan serta berdialog dan belajar dari perbedaan yang ada.
“Keterbukaan untuk menghargai pendapat dan kemampuan berdialog itu perlu dikembangkan antargenerasi, antarkeluarga, antarjemaat, antardenominasi/gereja dan antaragama,” jelasnya.
Menurutnya, dalam semangat keugaharian dan keragaman, gereja-gereja di Indonesia dan masyarakat bangsa ini perlu belajar menghindari berbagai bentuk kekerasan, termasuk kekerasan verbal, dalam penyelesaian perbedaan pendapat yang acap kali menyebabkan konflik.
Untuk itu, Sidang MPL mendukung penegakan hukum, upaya memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dalam bingkai NKRI, dan kerja sama guna mengatasi dampak buruk krisis finansial global
“Dalam kaitan itu, Sidang MPL mendorong pemerintah untuk sungguh-sungguh mengupayakan kesejahteraan rakyat, termasuk melalui pembangunan infrastruktur yang adil dan merata di seluruh wilayah Indonesia,” ujarnya.
Pikiran Pokok yang dikaji dalam persidangan ini adalah: “Spiritualitas Keugaharian: Tumbuh Bersama Memelihara Keragaman”. Spiritualitas keugaharian, yaitu sebuah kebijaksanaan hidup bahwa rahmat Tuhan cukup untuk semua ciptaan-Nya.
“Kita didorong mengendalikan diri dan hidup sederhana, dalam semangat kecukupan, dan bersedia berbagi dengan orang lain agar semua mengalami kehidupan yang baik,” jelasnya.
Spiritualitas keugaharian ini menurutnya mendorong terus bangsa ini mengembangkan kehandalan kualitas hidup dan pelayanan gereja dalam masyarakat Indonesia, sambil memelihara semangat berbagi dan solidaritas, terutama dengan mereka yang paling lemah dalam hidup bersama, yaitu kaum marjinal dan tertindas. (Web Warouw)