Minggu, 26 Januari 2025

Pilkada Serentak Perbanyak Politisi Busuk

BANDARLAMPUNG- Hampir di semua daerah yang akan melaksanakan pemilihan kepala daerah, semua partai politik memilih mendukung incumbent untuk kembali berkuasa. Gejala ini menunjukkan partai-partai politik tidak serius dalam menyiapkan kadernya untuk memimpin rakyat. Cara politik semacam ini hanya akan memperbanyak melahirkan politisi busuk dalam partai, DPR dan pemerintahan. Hal ini disampaikan oleh Ketua DPP Partai Demokrat, Andi Arief kepada Bergelora.com di Bandar Lampung, Minggu (26/7).

“Meski tidak di seluruh tempat, namun apa yang terjadi di pilkada  Lampung menggambarkan apa yang terjadi di berbagai tempat yaitu kader empat partai besar PDI-P, Golkar, Gerindra dan Demokrat dipaksa menyerahkan partainya untuk incumben atau hanya menjadi pendamping,” ujarnya.

Menurutnya politik kepartaian semacam ini justru akan mengakibatkan kemenangan semu dalam setiap pemilihan umum.

“Hanya di daerah yang tidak potensial atau baru pemekaran para kader partai bisa muncul. Ini persoalan pragmatisme yang bisa melahirkan kemenangan semu partai-partai yang menguasai Pemilu 2014,” jelasnya.

Ia mengatakan bahwa pilkada memang unik. Karena para anggota dan kader partai hanya bisa menjadi penonton di pinggiran. Anggota dan kader partai cukup puas untuk menerima dari incumbent.

“Padahal anggota dan kader kan pemilik partainya. Paling mereka dapat cipratan mahar, setoran calon incumbent pada ranting sampai DPD,” ujarnya.

Untuk itu Andi Arief mewanti-wanti terhadap dana yang berasal dari incumbent terhadap partai baik dari tingkatan ranting maupun sampai DPD.

“Itulah pintu korupsi ke depan, cipratan itu pasti berbau APBD atau cukong-cukong hitam. Tapi susahnya mereka menikmati walau recehan. Mereka berpikir lebih baik diambil recehan itu ketimbang tidak dapat apa-apa,” jelasnya.

Menurut Andi Arief kondisi kepartaian semacam ini disebabkan kekosongan ideologi dan kegagalan pendidikan dalam partai-partai politik. Hal ini berdampak pada rakyat luas, sehingga menerima pragmatisme.

“Partai politik belum berperan dalam penyadaran politik rakyat, karena pimpinan, kader dan anggota partai juga apatis dan akhirnya mengambil jalan pragmatis. Jangan salahkan rakyat, karena partai-partai memelihara pragmatisme itu,” tegasnya.

Menurutnya untuk merubah watak partai, maka dibutuhkan pendidikan politik dan ideologi secara serius di dalam partai-partai politik. Namun pendidikan akan efektif kalau para pemimpin partai juga konsisten dalam politik dan menjadi contoh bagi kader, anggota dan rakyat banyak.

“Untuk itu dibutuhkan kekuatan pelopor didalam partai untuk mengarahkan menjadi partai politik yang benar-benar berjuang dan mengabdi pada kepentingan partai yang manunggal dengan kepentingan rakyat,” jelasnya.

Saat ini di semua partai tidak ada kekuatan pelopor yan gberani meyakinkan kembali tentang pentingnya ideologi dan politik partai yang mengemban kepentingan rakyat. Sehingga pada waktu memilih calon pemimpin partai politik akan kembali ke pragmatisme dan kemenangan semu.

 

“Itulah kosongnya pendidikan politik dan kehampaan pelopor di dalam partai. Kalau toh ada pendidikan politik, itu sekedar formalitas, bahkan bisa dipakai untuk meres calon kepala daerah,” ujarnya.

Di alam neoliberalis seperti saat ini, partai politik seharusnya menentukan arah pemerintahan agar konsisten pada kepentingan rakyat, agar negara dan bangsa ini tidak kehilangan arah seperti saat ini.

“Jadi bukan hanya mempersiapkan pilkada dan pemilu atau rebutan kedudukan di dalam partai. Yang terpenting saat ini adalah membangunkekuatan pelopor untuk mendidik dan menempa kader. Agar kader terbaik dapat memimpin partai, pemerintah dari daerah sampai tingkat nasional,” jelasnya. (Ernesto A. Goevara)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru