Minggu, 26 Januari 2025

PKNU dan Aktivis 98 Siapkan Zikir Untuk Konsolidasi Bangsa

MEDAN- Polisi sudah menjadikan Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama. Menyikapi hal tersebut, Ketua Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) Sumatera Utara, Muhammad Ikhyar Velayati Harahap mengingatkan masyarakat jangan mendahului putusan pengadilan dan tetap mengacu pada azas praduga tak bersalah.

“Dalam kasus Ahok, masyarakat jangan mendahului putusan pengadilan dan tetap mengacu pada Asas praduga tak bersalah. Azas ini diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) dan Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Dalam KUHAP, asas praduga tak bersalah dijelaskan dalam Penjelasan Umum KUHAP butir ke 3 huruf c yaitu Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut dan atau dihadapkan di muka sidang pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap,” ujarnya di Medan kepada Bergelora.com, Sabtu (19/11).

Ikhyar menambahkan, dalam UU Kehakiman, asas praduga tak bersalah diatur dalam Pasal 8 ayat (1), yang berbunyi Setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut, atau dihadapkan di depan pengadilan wajib dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

“Selain itu, hak-hak tersangka sebagai manusia wajib diberikan. Hak-hak yang di maksud misalnya hak tetap ikut dalam pemilihan Pilkada DKI dan sebagainya. Jangan sampai kita justru menzhalimi Ahok atas nama hukum,” tegasnya.

Ikhyar melanjutkan, kepolisian di harapkan dapat konsisten terhadap penegakan hukum, jangan sampai karena ada tekanan politik maupun persepsi masyarakat yang sudah terbentuk, kepolisian justru melanggar prosedur yang sudah di buatnya. “Indikasi ini terlihat dalam statemen kapolri pada beberapa hari yang lalu yang mengatakan adanya telegram rahasia di kepolisian tentang perintah berkaitan dengan rangkaian Pilkada, untuk menghindari politisasi kasus dan menjaga netralitas Polri, jika ada kasus-kasus yang berkaitan dengan pasangan calon di Pilkada, ditunda sampai Pilkada selesai,” jelasnya.

Kordinator Aktifis 98 Sumatera Utara ini mengingatkan, dalam kasus ahok, menurutnya Kapolri mengakui bahwa gelombang aduan masyarakat terhadap terbilang tinggi. Tekanan publik pun cukup besar. Sehingga proses penyelidikan ahok meningkat menjadi penyidikan hingga menjadi tersangka.

“Pihak kepolisian di harapkan menjadi institusi awal dari penegakan dan kepastian hukum di Indonesia,” katanya.

Menurutnya demonstrasi lanjutan 2 Desember 2016 merupakan hak konstitusi warga negara, tetapi menjaga perdamaian dan merawat NKRI merupakan kewajiban konstitusi setiap warga negara Republik Indonesia. Jadi upaya upaya merawat kebhinnekaan saat ini jauh lebih penting dari pada upaya menekan Polri untuk menangkap Ahok sehingga supremasi hukum dan kemandirian penegak hukum menjadi terganggu.

“Biarkan penegak dan institusi hukum bekerja sesuai dengan tupoksinya, jika proses hukum ini di anggap tidak sesuai dengan harapan atau di anggap tidak punya rasa keadilan, maka masyarakat bisa mengajukan banding. Kita tidak mau hukum di rekayasa untuk melepaskan tersangka kejahatan, tetapi kita tidak boleh juga menggunakan hukum untuk menzhalimi warga negara, jika itu terjadi maka negara telah melakukan pelangagran HAM,” tegasnya.

Ia menegaskan jangan sampai aksi tanggal 2 Desember 2016, justru melahirkan persoalan hukum baru, apalagi ada seruan aksi tarik uang di bank (rush money) dalam jumlah besar. seruan ini jika di ikuti oleh masyarakat, justru berpotensi menganggu stabilitas ekonomi dan politik yang bisa membuat Indonesia tercerai berai.

Ikhyar mengingatkan dalam rangka menyatukan kembali persepsi masyarakat dan umat muslim tentang kebhinnekaan dan ke Indonesiaan, PKNU beserta elemen aktifis 98 akan melakukan konsolidasi kebangsaan menuju Indonesia satu dalam bentuk parade aksi, zikir dan doa bersama, dengan tema “Merawat ke Bhinnekaan untuk Indonesia satu” atas nama AURA Indonesia (Aliansi Ulama-Rakyat-Aktifis 98 Untuk Indonesia satu). Aksi di renacanakan tanggal 24 November 2016 di lapangan Merdeka. (Imelda Siagian)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru