JAKARTA- Tentu terlal dini meniliai kemana arah pembangunan ekonomi pemerintahan Joko Widodod dengan reshuffle jilid 2 ini. Akan tetapi pesimisme terhadap situasi ekonomi seperti yang terjadi sekarang sepertinya akan berlanjut dengan masuknya Sri Mulyani sebagai menteri keuangan. Sepertinya agen-agen Bank Dunia dan International Monetary Fund (IMF) berhasil menekan Presiden Joko Widodo untuk kembali memasukkan Sri Mulyani kedalam pemerintahan, setelah berhasil diselamatkan dari pengejaran hukum atas skandal Century di Jaman Pemerintahan Soesilo Bambang Yudhoyono. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Umum KPP PRD, Alif Kamal kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (28/7)
“Reshuffle ini mencerminkan Nawacita Rasa Neoliberal. Ingatan kita belumlah terlampau banyak lupa dengan apa yang telah dilakukan oleh Sri Mulyani saat menjabat menteri keuangan di pemerintahan SBY. Tak ada yang mampu dilakukan untuk mengangkat ekonomi kearah yang lebih baik, yang saat itu telah mencapai 0,41. Sebuah angka yang mengindikasikan pemerintah sudah mulai harus hati-hati dalam mengelola ketimpangan ekonomi,” jelasnya.
Selain itu menurutnya. Sri Mulyani identik dengan kasus Bank Century. Mega skandal Century ini banyak menyeret nama besar di negara ini seperti mantan wapres Budiono.
“Koalisi partai yang hari ini menjadi pendukung pemerintah adalah partai-partai yang banyak bersuara tentang kasus century,” ujarnya.
Dalam pemaparan Jokowi saat mengumumkan nama-nama baru yang akan masuk kabinet, ada 3 permasalahan awal yang akan menjadi prioritas kerja dalam kabinet kali ini yaitu harga pangan yang meningkat, secepatnya mengurangi kesenjangan ekonomi antara yang kaya dan miskin, serta kesenjangan pembangunan antar wilayah.
“Akan tetapi kenapa kemudian melakukan reshuffle kabinet dengan nama-nama baru yang masuk ternyata menjadi anti klimaks. Kalau kemudian alasan melakukan reshuffle adalah untuk mengantisipasi harga pangan yang meningkat, kenapa justru menteri pertanian, Amran Sulaiman tidak ikut diganti oleh Jokowi? yang beberapa kali kebijakan selalu “blunder” dalam menterjemahkan perintah presiden. Kalau kemudian alasan untuk mengganti adalah mengurangi kesenjangan ekonomi antara si kaya dan si miskin di negara ini kenapa justru memasukan Sri Mulyani yang terbukti gagal dalam mengatasi persoalan ekonomi di jaman pemerintahan SBY? Dan kalau alasan untuk pemeratan infrastruktur kenapa menteri pekerjaan umum (PUPR) justru tidak diganti?” ujarnya.
Menurutnya, alasan yang diberikan oleh Jokowi dalam mengganti beberapa nama dalam kabinetnya seakan menjadi klise. Sepertinya ada agenda lain yang menjadi tujuan utama dalam pergantian kabinet kali ini. Publik sudah sangat mahfum dengan posisi Sri Mulyani yang sebelum dilantik kemarin adalah salah satu petinggi Bank Dunia. Sebuah lembaga pemberi pinjaman uang.
“Presiden Jokowi sendiri dalam pidatonya di bulan april 2015, mengatakan bahwa lembaga seperti Bank Dunia, IMF, ADB dll adalah lembaga-lembaga yang sudah usang dan tak perlu lagi dijadikan referensi untuk menyelesaikan persoalan ekonomi dunia,” ujarnya.
Partai Rakyat Demokratik (PRD) mempertanyakan, akankah pemerintahan ini kembali mengajukan pinjaman kepada negara-negara kreditor karena ada sosok Sri Mulyani yang telah punya nama baik di lembaga seperti Bank Dunia? Masihkah Presiden Jokowi mengingat Trisakti dan Nawacita?
“Jadilah bangsa yang berkemampuan bukan bangsa yang hanya bisa berkeinginan,” ujarnya. (Web Warouw)