JAKARTA- Presiden dan Wakil Presiden terpilih nantinya dalam Pemilu 2014 diharapkan dapat menjadi panglima pemberantasan korupsi dengan memberdayakan kembali jajaran Kejaksaan dan Kepolisian. Karena kedua instansi inilah yang paling lengkap instrumennya sampai ke seluruh daerah di Indonesia yang saat ini menjadi sebaran korupsi. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD). Laode Ida kepada Bergelora.com di Jakarta, Rabu (18/6).
“KPK dengan demikian bisa lebih fokus korupsi-korupsi besar dan strategis di tingkat nasional dan atau mensupervisi penanganan korupsi di daerah sehingga aparat kejaksaan dan kepolisian tidak main-main seperti sekarang ini,” ujarnya.
Presiden dan Wakil Presiden harus mampu mengendalikan aparatnya agar tidak transaksional dalam mengambil kebijakan program berikut anggarannya.
“Tepatnya, harus berani dan tegas bersihkan mafia anggaran baik di parlemen maupun di eksekutif,” tegasnya.
Sarang Mafia
Laode Ida juga menyatakan prihatin atas penyegelan beberapa ruangan kerja di Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) oleh Komisi Pemberantas Korupsi (KPK). KPK menurutnya tentu tak sembarangan dalam menjalankan tugas dan wewenangnya menghentikan aktifitas kerja di suatu lembaga eksekutif jika memang tak ada bukti yang sangat kuat dan mencurigakan.
“Apalagi oknum terkait, Bupati Biak, Yesaya Sombuk, sudah ditangkap. Fakta itu menunjukkan beberapa indikasi yang sangat memalukan,” ujarnya.
Menurutnya kantor kerja eksekutif di tingkat nasional masih saja secara aktif dijadikan tempat kejahatan korupsi dan mafia dari para oknum yang bekerja di dalamnya yang bekerjasama dengan para pejabat daerah.
“Ini bukti tak terbantahkan bahwa para pejabat daerah dianggap sangat butuh dana, Sebaliknya juga para pejabat daerah sadar betul bahwa pejabat yang jadi saluran uang itu butuh atau minta bagian. Begitulah yang kerap terjadi,” ujarnya.
Saat ini menurutnya para menteri dan pemimpin di lembaga-lembaga pemerintah ternyata gagal menjadi “sapu pembersih kotoran” di instansinya. Konstatasi ini menurutnya berangkat dari prasangka baik bahwa memang sang pimpinan lembaga tak tahu atau tak terkait aksi kejahatan kerah putih.
“Namun jika ternyata aparat atau pejabat yang ditangkap itu hanya jadi alat saja, maka sangat memprihatinkan,” ujarnya.
Makanya yang harus dilakukan adalah pihak yang ditangkap, baik oknum bupati maupun dari intern PDT, harus diinvestagasi secara paksa untuk menemukan siapa dalang dari kejahatan itu.
“Apakah hanya inisiatif staf pekerja saja ataukah atau kekuatan pengatur dari atas atau dari luar,” ujarnya
Menurutnya masyarakat perlu diajak untuk melaporkan kasus-kasus serupa dan mau bertindak sebagai whistle blower.
Presiden baru menurutnya harus memastikan track reccord para anggota kabinetnya bukan saja harus bersih, melainkan juga harus bertugas sebagai panglima pencegahan korupsi. (Dian Dharma Tungga)