Sabtu, 14 September 2024

DKR: PROGRAM BERANTAKAN MAS..! Blusukan di Tangsel, Gibran Tampung Masalah Lansia Belum Dapat KIS-BPJS

JAKARTA – Wakil presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, blusukan di kawasan Tangerang Selatan (Tangsel) dalam rangka belanja masalah menjelang pemerintahannya. Gibran mengaku menampung berbagai aspirasi masyarakat, dari permasalahan Kartu Indonesia Sehat (KIS) hingga BPJS.

“Tadi sudah ditindaklanjuti terkait beberapa lansia yang belum mendapatkan KIS atau BPJS,” kata Gibran seusai blusukan di Pondok Betung, Tangsel, Jumat (9/8/2024).

Gibran mengatakan kegiatannya itu dilakukan bersama bakal calon Wakil Wali Kota Tangsel, Marshel Widianto, setelah sempat blusukan bareng bakal calon Wali Kota Tangerang, Faldo Maldini, beberapa waktu lalu.

“Ya kemarin kan kita ke Tangerang untuk ngecek makan siang gratis. Sempat blusukan juga sama Faldo Maldini, hari ini sama Marshel ya di beberapa tempat, beberapa titik, sekali lagi tujuannya untuk belanja masalah,” ujar dia.

Diketahui, Gibran melakukan blusukan ke Tangsel hari ini. Marshel Widianto dan Raffi Ahmad menemani Gibran dalam kegiatan itu.

Dalam kegiatan itu, Gibran bersama Marshel membagikan buku dan susu kepada anak-anak. Tak sedikit warga yang berebut foto bersama dengan putra sulung Jokowi tersebut.

“Hari ini menyapa warga warga apa di Pondok Betung, ini titik pertama. Kedua, kita akan berangkat ke Rengas,” kata Marshel.

Rakyat Kehilangan Hak Pelayanan Kesehatan

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, secara terpisah Argo Bani Putra Ketua DKR (Dewan Kesehatam Rakyat) Banten mengatakan bahwa saat ini semakin hari semakin banyak masyarakat kehilangan haknya untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang disediakan oleh BPJS Kesehatan. Para pemegang kartu Penerima Bantuan Iuran (PBI) telah di non-aktifkan secara sepihak oleh BPJS Kesehatan. Padahal kartu PBI adalah program Presiden Joko Widodo untuk membebaskan biaya pelayanan kesehatan rakyat miskin.

Aksi DKR di istana Presiden RI di Jakarta, beberapa waktu lalu meminta presiden membebaskan biaya kesehatan rakyat. (Ist)

“Banyak yang Beginian sih. Berbagai kasus pasien tidak dapat pelayanan di rumah sakit karena sudah tidak ditanggung BPJS Kesehatan lagi. Padahal mereka pemegang kartu PBI yang menjadi program pak Jokowi selama untuk membebaskan biaya pelayanan kesehatan rakyat miskin kalau sakit. Pak Jokowi tahu ini semua gak ya?” ujarnya kepada pers dari Tangerang, Banten, Sabtu (10/8).

Argo menjelaskan bahwa di semua daerah, BPJS PBI dari APBN dinon-aktifkan sepihak tanpa sepengetahuan peserta pemilik Kartu BPJS. Hal ini membuat peserta BPJS PBI APBN tidak bisa berobat dan mendapatkan pelayanan ke RSUD dan RS yang bekerja sama dengan dengan BPJS.

“Akibatnya pasien yang sudah masuk rumah sakit tidak mendapatkan pelayanan kalau tidak dapat pinjaman uang saat kartunya ternyata sudah dinonaktifkan sepihak oleh BPJS. Pasien bisa fatal dan tidak ada yang tanggung jawab,” ujarnya.

Ia menambahkan, peralihan BPJS PBI APBN yang dinonaktifkan, oleh Kemensos dialihkan ke BPJS PBI APBD. Tapi oleh Dinsos direkomendasikan ke Dinkes setempat.

Rekomendasi Dinsos untuk Peralihan BPJS PBI ke BPJS APBD akan tergantung pada kuota anggaran APBD. Bila tidak ada dana peralihan BPJS PBI APBN ke BPJS PBI APBD maka peserta tidak dapat ditanggung oleh Dinkes.

“Ini membuat peserta BPJS PBI APBN yang dinonaktifkan kepersertaannya secara paksa menjadi peserta BPJS Mandiri yang harus membayar setiap bulannya,” katanya.

Padahal, Argo menjelaskan peserta mendapatkan PBI APBN sebelumnya karena keluarga miskin atau tidak mampu, sesuai kebijakan presiden Jokowi.

“Akibatnya pasien juga tidak mendapatkan pelayanan jika tidak dapat pinjaman dana, sehingga bisa fatal,” tegasnya.

Bila peralihan BPJS PBI APBN yang dinonaktifkan Kemensos, dialihkan ke BPJS APBD dan disetujui, maka akan ditanggung oleh Pemda.

“Tapi celakanya pemberlakuannya harus menunggu aktivasi sampai 3 bulan lamanya baru bisa digunakan di rumah sakit,” katanya.

Argo menjelaskan, kalau pasien darurat, maka tidak akan mendapatkan pelayanan kalau tidak mendapat pinjaman uang untuk menanggung biaya selama 3 bulan sebelum BPJS nya berlaku.

“Sehingga pasien juga bisa fatal,” ujarnya.

Masyarakat yang tidak punya BPJS PBI APBN tidak bisa mendaftarkan diri ke Dinsos. Hanya bisa mendaftar diri ke BPJS PBI APBD dan tidak bisa aktif dalam sehari tapi menunggu 3 bulan sebelum aktivasi.

Akibatnya kata Argo, bila masyarakat, dalam masa tunggu aktivasi BPJS APBD, pasien yang sudah mendaftar dan menunggu masa aktivasi BPJS, kemudian sakit mendadak, maka BPJS nya tidak bisa digunakan, walau sudah terdaftar dan membayar selama 3 bulan sebagai perserta BPJS PBI APBD.

“Akibatnya pasien juga harus membayar tunai di rumah sakit walaupun sudah bayar BPJS selama 3 bulan,” katanya.

Perserta BPJS Mandiri yang menunggak bayaran iuran bulanannya bisa mencapai puluhan juta karena tidak mampu lagi membayar iuran. Tunggakan itu tidak bisa dihapus atau diputihkan, walaupun BPJS Mandirinya sudah dialihkan ke BPJS PBI.

Tunggakannya tetap ditagih sebagai hutang, sehingga tidak bisa menggunakan BPJS PBI nya karena masih belum bayar hutang.

“Sehingga, kalau sakit tetap tidak dilayani kalau tidak ada pinjaman dana sehingga bisa fatal,” katanya.

Setiap masyarakat mendaftarkan kepersertaan BPJS Mandiri ke BPJS PBI APBD, pihak Dinsos hanya bertindak memberikan rekomendasi pendaftaran ke Dinkes untuk diterima dan di setujui Dinkes.

“Dinsos tidak bisa memutuskan menjadi Perserta BPJS PBI APBN,” katanya.

Tunggakan Utang

Perserta BPJS Mandiri yang menunggak lebih dari 6 bulan dan melunasi tunggakan, selalu dikenakan denda pelayanan rumah sakit yang sangat besar dan tidak bisa dibayar.

“Kinerja pegawai Dinsos kurang pro aktif bahkan ogah-ogahan melayani pengaduan masyarakat seputar pengurusan peralihan BPJS Mandiri ke BPJS PBI,” katanya.

Pihak Kantor Cabang BPJS juga tidak mensosialisasikan sistem dan aturan BPJS yang baru dan cara mengurus masalah BPJS bagi peserta.

“Sehingga pengaduan masyarakat diarahkan dengan sistem aplikasi JKN yang semua masyarakat mampu menggunakan Aplikasi JKN Mobile dan sistem-sistim onlinenya,” katanya.

Ia juga mengeluhkan, kantor-kantor Cabang BPJS tidak bisa menerima perwakilan yang mengurus pendaftaran. Pasien yang bersangkutan diminta langsung datang ke Kantor Cabang BPJS.

“Ini menyulitkan orang sakit, DKR disetiap Provinsi kota dan kabupaten membutuhkan nomor kontak di BPJS Pusat untuk melaporkan setiap persoalan masyarakat peserta yang tidak ditindaklanjuti oleh Kantor Cabang BPJS. Dulu setiap DKR provinsi memiliki kontak petugas Irfan Humadi di BPJS Pusat yang sangat membantu kerja-kerja advokasi DKR. Sekarang gak ada lagi,” katanya.

Viral aksi DKR di istana negara menuntut pembebasan biaya kesehatan bagi rakyat miskin:

Kembalikam Jamkesmas

Roy Pangharapan, Ketua DKR Depok berharap agar pemerintahan Prabowo-Gibran bisa membebaskan biaya.kesehatan seluruh rakyat Indonesia dan menghapus iuran BPJS Kesehatan yang membebani rakyat.

“Kita dulu punya Jemkesmas (Jaminam Kesehatan Rakyat) yang membebaskan biaya keseharan rakyat sampai sembuh tanpa pungutan iuran pada tahun 2004-2009 di Masa Menteri Keseharan Dr. Siti Fadilah. Artinya, pemerintah sebenarnya mampu tanpa BPJS,” tegasnya.

Persoalan kesehatan rakyat muncul kembali setelah ada BPJS Kesehatan setelah.Siti Fadilah tidak menjadi menteri kesehatan lagi.

“Rakyat diperintahkan bayar iuran BPJS Kesehatan. perusahaan disuruh bayar iuran pekerjanya. Pemda.disuruh pakai BPJS. APBN dipakai suntik BPJS. Tapi pelayanan kesehatan terus memburuk,” Papar Roy Pangharapan.

Ia meminta agar Pemerintah Prabowo Gibran bisa mengembalikan Jamkesmas di tangan menteri kesehatan untukelayani seluruh rakyat Indonesia seperti tahun 2004-2009 lalu.

“BPJS sebaiknya jadi bisnis asuransi aja kayak yang lain. Karena sejatinya memang asuransi, tapi, pakai pemerintah untuk memaksa rakyat bayar iuran,” (Web Warouw)

 

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru