JAKARTA- Presiden Republik Indonesia ke 6, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY memberikan masukan kepada pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Menurutnya saat ini dibutuhkan saat ini dibutuhkan sebuah aksi nasional untuk menghadapi kejatuhan nilai tukar, saham gabungan dan harga minyak melebihi kewajaran yang memukul sektor keuangan dan riil. Krisis ekonomi sudah lampu kuning. Masukan ini disampaikan lewat twitternya @SBYudhoyono 13 jam lalu, Selasa (25/8).
“Dibutuhkan aksi nasional, termasuk solusi dan kebijakan harus efektif. Perlu pula regional policy coordination. Gunakan kerangka ASEAN & ASEAN,” ujar SBY dalam twitternya.
SBY mengatakan bahwa perkembangan ekonomi sudah sampai pada tahap lampu kuning. Saat ini yang diperlukan adalah kepemimpinan dengan direktif yang jelas, solusi, kebijakan dan tindakan yang cepat dan tepat. Serta dukungan semua pihak.
“Negara-negara Asia harus sungguh menyadari bahwa perkembangan ekonomi sudah ‘lampu kuning’. Cegah jangan sampai ‘merah’,” ujarnya.
Ia mengingatkan pemerintahan Jojko Widodo untuk memetik pelajaran krisis Asia 1998 dan krisis ekonomi global 2008.
“Ingat selalu ada ‘contagion effect’ dan faktor eksternal serta internal. Bukan hanya ‘emerging economies’ yang pertumbuhannya melambat, tapi juga negara-negara Asia. Tiongkok pun yang terbesar di Asia kena,” ujarnya.
Menurutnya, kejatuhan nilai tukar, saham gabungan dan harga minyak melebihi kewajaran. Makro dan mikro ekonomi, sektor keuangan dan riil telah terpukul.
“Ekonomi Asia sedang susah, cegah isu lain yang serius. Saya berharap siaga perang dan ketegangan antara Korut & Korsel segera berakhir,” katanya.
SBY menguatirkan dampak pada masyarakat Indonesia yang hidupnya akan makin susah akibat krisis belakangan ini.
“Saya amati, untuk Indonesia, masyarakat mulai terdampak. Cegah jangan sampai makin cemas, kehilangan ‘trust’ dan hidupnya makin susah,” katanya.
Ia meminta agar pemerintah Joko Widodo-Jusuf Kalla tidak underestimate dan lambat dalam menangani krisis dunia saat ini.
“Menurut saya, manajemen krisis harus diberlakukan. Jangan ‘underestimate’ dan jangan terlambat. Apalagi pasar dan pelaku ekonomi mulai cemas,” ujarnya.
Ia juga meningatkan bahwa di jajaran kabinet dan pemerintah banyak yang memahami ekonomi dan bisa ikut atasi gejolak saat ini.
“Saya masih percaya pemerintah bisa atasi gejolak ekonomi saat ini. Maaf, sebaiknya lebih fokus dan serius, serta cegah hal-hal yang tak perlu. Di jajaran kabinet dan pemerintah tidak sedikit yang memahami ekonomi dan bisa ikut atasi gejolak saat ini. Perlu tim kerja yang solid dan efektif,” ujarnya.
Menurutnya, Indonesia memang sering alami gejolak. Dalam krisis 1998 ekonomi Indonesia jatuh, tetapi dalam krisis global 2008 bisa selamat. Untuk itu menurutnya perlu diambil pelajaran dari pengalaman.
“Tahun 2008-2009 dulu kita bisa minimalkan dampak krisis global karena pusat dan daerah, dunia usaha, BUMN, ekonom dan pimpinan media bersatu,” ujarnya (Web Warouw)