JAKARTA- Sikap keras Freeport McMorran (Freeport) yang tidak mau mengikuti regulasi pemerintah, seolah mengingkari bahwa mereka adalah perusahaan publik. Dalam perusahaan publik, management dituntut untuk menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Salah satu prinsip GCG adalah mengikuti regulasi pemerintah, dimana perusahaan itu berada. Kedua, sebagai korporasi Freeport harus melihat bahwa tambang emas grasberg di Papua yang memberikan kontribusi besar dalam bisnis mereka. Maka mengikuti regulasi adalah sesuatu yang tak bisa ditawar lagi. Kedua hal tersebut diungkapkan oleh organisasi relawan Jokowi, Almisbat (Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat) hari Kamis (23/2), kepada awak media, berkaitan dengan sikap Freeport yang akan menuntut Pemerintah Indonesia dalam abtrase internasional.
“Divestasi saham Freeport Indonesia 51%, perubahan dari Kontrak Karya menjadi IUPK (Ijin Usaha Pertambangan Khusus), dan Pembangunan Smelter, adalah amanat Undang-Undang. Peraturan Pemerintah No 1 tahun 2017, Peraturan Menteri ESDM No 5 dan 6 tahun 2017 sesuai dengan UU Minerba tahun 2009. Freeport harus mengikuti hal tersebut,” ujar Hendrik Sirait, Sekjen Almisbat.
“Harus diingat, Freeport Mac Moran, perusahaan induk dari Freeport Indonesia, itu perusahaan publik. Perusahaan publik harus menerapkan GCG, nah salah satu prinsip GCG adalah mengikuti regulasi pemerintah dimana dia berada,” ujar Hendrik lagi.
Mengenai adanya tuntutan Freeport ke Abitrase Internasional, dan kemungkinan Freeport akan hengkang dari Indonesia, Teddy Wibisana Ketua Umum Almisbat, menepis kemungkinan itu. Menurutnya, kemungkinan itu sangat kecil, mengingat tambang Grasberg di Papua memberikan kontribusi terbesar pada Freeport Mac Morran.
“Saya belum dapat data tahun ini. Tetapi pada tahun 2013 Freeport Indonesia memberikan kontribusi laba usaha sebesar USD 1531 Juta atau 24% dari laba induknya (Freeport McMoran). Sedang di tahun 2014 Freeport Indonesia kontribusi dalam jumlah menurun menjadi sebesar USD 817 juta; Tetapi dalam prosentase, kontribusi Freeport Indonesia meningkat menjadi 42%. Masa kontribusi sebesar itu mau ditinggalkan?” ujar Teddy
Mengenai alasan penolakan terhadap regulasi tersebut, karena sudah beberapa tahun Freeport tidak membagi deviden pada para pemegang sahamnya, Teddy juga menolak hal tersebut menjadi alasan. Menurutnya, problem Freeport adalah saat mereka terjun di pertambangan Migas. Tahun 2013 Migas sedang di titik terendah. Berbeda dengan emas, tembaga dan logam lainnya yang berasal dari Indonesia, menurutnya masih memberikan kobtribusi positif, walau ada perubahan regulasi.
“Sudah bener yang dikatakan sekjen, mereka harus ikuti aturan. Dengan mengikuti aturan, mereka dapat kontribusi positif dari emas kita. Jangan dong karena kesalahan mereka dalam investasi di Migas, kita harus juga menanggungnya,” pungkas Teddy (Web Warouw)