JAKARTA- Ahli tata negara Yusril Ihza Mahendra menyayangkan Mahkamah Konstitusi tidak memiliki kewenangan untuk menyatakan pemilu tidak sah dan membatalkan hasilnya. Padahal banyak terjadi kecurangan dalam Pemilu kemarin.
“Sekiranya Mahkamah Konstitusi (MK) berwenang menyatakan pemilu tidak sah dan batal seperti kewenangan yang dimiliki MK Thailand, tentu sangat menarik. Sayangnya, MK kita tidak punya kewenangan seperti itu. Walau kita tahu banyak kecurangan penyelenggaraan pemilu, sia-sia saja kita bawa ke MK,” demikian ujarnya kepada bergelora.com di Jakarta, Kamis (1/5)
Menurutnya, andaikan ada bukti kecurangan, maka yang bisa dibawa ke sidang MK adalah kasus per kasus. Maka sidang akan rumit dan melelahkan. “Bayangkan untuk 1 dapil DPR RI bisa terdapat 14 ribu lebih TPS. Kalau pelanggaran pada 1000 TPS saja, entah bagaimana caranya membawa bukti ke MK,” ujarnya.
Kalau ada ratusan bahkan ribuan kasus pelanggaran di berbagai dapil, pusat, provinsi dan kab/kota, ia bertanya entah bagaimana MK bisa menyidangkannya.
“Makanya, saya anggap mustahil dan sia-sia membawa perkara pileg ke MK, beda halnya dengan Pemilukada,” ujarnya.
Pemilu Indonesia menurutnya memang mengenaskan. Sekitar 70 persen rakyat Indonesia berpendidikan SD dan tidak tamat SD. Kehidupan rakyat di desa umumnya miskin dan memprihatinkan. Dalam keadaan seperti itu, maka materi dengan mudah menggiring rakyat untuk memilih partai tertentu. Bisa uang bisa sembako.
Tidaklah penting menurutnya membedakan partai antara partai islam, partai nasionalis atau partai sekuler sekiranya ada. Pembagian kategoris partai seperti itu menjadi tidak penting. Yang penting adalah partai itu punya uang untuk dibagi-bagi atau tidak.
[testimonial author=”Yusril Ihza Mahendra” position=”Ahli tata negara” avatar=”images/yusril.jpg”]Bayangkan untuk 1 dapil DPR RI bisa terdapat 14 ribu lebih TPS. Kalau pelanggaran pada 1000 TPS saja, entah bagaimana caranya membawa bukti ke MK[/testimonial] “Kalau partai banyak uang, dia bisa dapat suara banyak untuk meraih kursi pemilu. Uang berguna untuk memuluskan segalanya,” katanya.
Ia menyatakan demokrasi di Indonesia ternyata sangat memprihatinkan. Rakyat kian pragmatis, segalanya tergantung pada materi.
“Lalu kita bertanya, bagaimana kita mau memberantas korupsi negara ini?,” ujarnya
Ia menggambarkan politisi Indonesia gemar menyogok rakyat agar memilih dirinya dan partainya. Rakyatnya juga doyan menerima sogokan. Yang di atas dan yang di bawah, politisi dan rakyat sama bobroknya.
“Orang-orang idealis tersingkir. Nasib negara jadi pertaruhan. Quo vadis bangsa dan negara ini!” tegasnya. (Web Warouw)