TEL AVIV – Kabinet perang Israel setuju untuk melanjutkan operasi militer di Kota Rafah, Gaza, meskipun ada peringatan dari dunia internasional dan PBB bahwa tindakan tersebut akan menjadi sebuah “pembantaian”.
Sebagaimana dilaporkan Middle East Monitor (MEM) pada Selasa (7/5/2024), menurut Kantor Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, kabinet perang Israel telah bertemu untuk membahas persetujuan Hamas atas persyaratan gencatan senjata di Gaza dari Mesir-Qatar.
Setelah itu, dikatakan bahwa kabinet perang dengan suara bulat memutuskan Israel akan melanjutkan operasi militer di Rafah untuk memberikan tekanan militer kepada Hamas dalam rangka mendorong pembebasan para sandera dan mencapai tujuan-tujuan lain dari perang ini.
“Bersamaan dengan hal ini, Israel akan mengirim delegasi mediator untuk mengupayakan kemungkinan tercapainya kesepakatan dengan syarat-syarat yang dapat diterima oleh Israel,” tambah pernyataan itu.
Pernyataan dari Kantor Perdana Menteri Israel tersebut mencatat bahwa “proposal Hamas jauh dari persyaratan dasar Israel”.
Sementara tim negosiasi Israel masih bekerja untuk “mempelajari” proposal yang telah disetujui Hamas dari Mesir-Qatar, para pejabat pemerintah Israel menolak mencapai kesepakatan apa pun yang dapat mengakhiri kampanye pengeboman di Gaza dan menyerukan untuk segera menginvasi kota Rafah.
Sementara itu, dilansir Associated Press (AP), Juru bicara Pemerintah Israel David Mencer, pada Selasa mengumumkan Israel akan melanjutkan operasinya di Rafah.
Dia menambahkan bahwa serangan tersebut adalah awal dari misi untuk menghancurkan empat batalion terakhir Hamas di kota itu.
AS Ikut Bersuara
“Kami tidak mengatakan ini akan menjadi kehancuran total Hamas. Hamas akan tetap ada, namun mereka tidak akan terorganisir dalam batalion seperti yang masih terjadi saat ini,” ujar David Mencer.
Pasukan Israel terakhir dilaporkan telah menguasai perbatasan Rafah dengan Mesir di Jalur Gaza, dan terus melakukan serangan di kota selatan itu ketika perundingan gencatan senjata dengan Hamas masih berlangsung. Serangan tersebut terjadi setelah Hamas pada Senin (6/5/2024) mengatakan akan menerima proposal gencatan senjata yang dimediasi Mesir-Qatar.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, Israel bersikeras bahwa kesepakatan itu tidak memenuhi tuntutan intinya. Langkah-langkah diplomatik yang berisiko tinggi dan pendekatan militer yang berada di ambang bahaya menyisakan secercah harapan, namun hanya sedikit bagi tercapainya kesepakatan yang setidaknya dapat menghentikan perang selama 7 bulan yang telah menghancurkan Jalur Gaza. (Web Warouw)