JAKARTA – Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri menyebut bahwa telah terjadi anomali demokrasi dalam pidato politiknya membuka rapat kerja nasional (rakernas) PDI-P ke-5, Jumat (24/5/2024).
Mengutip pemikir kebhinekaan Sukidi, Megawati mengatakan bahwa anomali tersebut melahirkan kepemimpin authoritarian populism atau otoriter populis.
“Terjadi anomali demokrasi secara gamblang dijelaskan oleh Dr. Sukidi seorang pemikir kebhinekaan yang disegani. Sosok cendikiawan ini menjelaskan fenomena kepemimpinan paradoks yang memadukan populisme dan Machiavelli hingga lahirlah watak pemimpin authoritarian populism,” kata Megawati, Jumat.
Kemudian, dia menjelaskan bahwa karakter dari kepemimpinan tersebut adalah menjadikan hukum sebagai pembenar atas tindakannya yang sepertinya memenuhi kaidah demokrasi padahal hanya prosedural.
“Di sinilah hukum menjadi alat bahkan pembenar dari ambisi kekuasaan itu. Inilah yang oleh para pakar disebut dengan autocratic legalism. Ini bukan saya yang ngomong lho. Mulut saya yang ngeluarin tapi ini kan para pakar,” ujar Megawati.
Presiden ke-5 RI ini lantas menyinggung proses revisi Undang-Undang (UU) Mahkamah Konstitusi (MK) yang dinilai tidak benar prosedurnya. Sebab, dilakukan secara tiba-tiba di masa reses DPR RI.
“Saya sendiri sampai bertanya pada, tadi ada Pak Utut (Utut Adianto) mana ya. Saya tanya pada beliau, ini apaan sih, Mbak Puan lagi pergi yang saya bilang ke Meksiko. Kok enak amat ya (revisi),” katanya.
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Megawati mengatakan, telah terjadi badai anomali demokrasi. Dia bahkan terang-terangan menyebut pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 sudah direkayasa.
“Kok saya ini presiden ketika pemilu langsung pertama loh, bertanggung jawab berhasil loh. Loh iya loh. Loh kok sekarang, pemilunya langsung tapi kok jadi abu-abu gitu, sudah direkayasa, gitu. Kurang apa loh,” ujarnya.
Dia lantas menyinggung soal putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/202 tentang syarat batas usia calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres). Kemudian, banyak pihak diam ketika sejumlah ahli hukum hingga masyarakat sipil menyuarakan soal kecurangan pemilihan presiden (Pilpres).
Bahkan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI juga diam terkait hal tersebut. Megawati juga mengatakan bahwa nilai reformasi di Tanah Air sudah mulai hilang.
“Kita ini negara demokrasi menjalankan demokratisasi, untuk apa ada reformasi? Kalau reformasi sekarang menurut saya kok sepertinya hilang atau dalam sekejap,” katanya.
Namun, Megawati menegaskan bahwa PDI-P diajarkan untuk percaya kebenaran pasti menang, yakni “Satyam Eva Jayate”. Sebagaimana tema dalam Rakernas ke-5 PDI-P. (Web Warouw)
.