Selasa, 11 Februari 2025

Setara: Rekonsialiasi Adalah Kemalasan Kejagung

JAKARTA- Rencana pemerintah untuk melakukan langkah rekonsiliasi terhadap penyelesaian kasus-kasus pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) di Indonesia dianggap generalisasi karena kemalasan Kejaksaan Agung untuk menuntaskan secara detil setiap kasus. Hal ini ditegaskan oleh Ketua Setara Institute, Hendardi kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (23/5).

 

“Mungkin kalau kasus tragedi 1965 (bisa-red ) pengecualian karena data, saksi dan lainnya tidak mudah lagi di dapat. Tapi jangan generalisasi semua kasus. Kasus 1965 pun mesti di periksa dulu oleh Jaksa Agung bukannya malah malas-malasan dan ambil jalan pintas rekonsiliasi. Jika nyata kesulitannya, baru kita bisa bicara rekonsiliasi,” ujarnya tegasnya.

Setara Institute meminta Jaksa Agung terlebih dahulu menunjukkan pekerjaannya pada masyarakat bahwa sudah memeriksa setiap detil kasus pelanggaran HAM yang sudah di mejanya, sebelum bicara rekonsiliasi.

“Langkah pemerintah yang mewacanakan penyelesaian pelanggaran HAM berat masa lalu patut diapresiasi. Namun, cara pandang pemerintah yang mengeneralisir kasus akan diselesaikan dengan mekanisme rekonsiliasi adalah kekeliruan,” ujarnya.

Ia menjelaskan bahwa rekonsiliasi tidak bisa diterapkan pada setiap kasus pelanggaran HAM karena ada perbedaan-perbedaan yang mendasar dan harus dikupas dan dicarikan jalan keluar setepat-tepatnya.

“Pilihan untuk rekonsiliasi hanya dibenarkan jika secara teknis yudisial bukti-bukti sulit diidentifikasi dan kesimpulan itu muncul setelah dilakukan penyidikan,” jelasnya.

Ia mengingatkan bahwa Kejakgung belum melakukan apapun tapi sudah memilih jalan rekonsiliasi. Padahal menurut Hendardi dasar hukum rekonsiliasi itu lemah.

“Komnas HAM harus membela hasil penyelidikannya dan mendorong proses yudisial. Jangan terbawa skenario yang mensimplifikasi masalah, malas dan cenderung tidak berkeadilan,” ujarnya.

Presiden Minta Maaf

Sebelumnya Menko Polhukam Tedjo Edhy kembali mengadakan pertemuan dengan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, Jaksa Agung HM Prasetyo, Dirjen HAM Mualimin Abdi‎, serta jajaran Komnas HAM. Dalam pertemuan itu, mereka sepakat untuk mengungkap kasus-kasus tersebut.

“Kita akan uraikan, jelaskan kebenarannya seperti apa. Nanti ada semacam pernyataan bahwa betul ada pelanggaran HAM, kedua dengan adanya pelanggaran HAM itu kita berkomitmen ke depan untuk tidak akan terulang lagi. Ketiga baru Presiden atas nama negara menyatakan penyesalan dan minta maaf. Itu poin-poin dari rekonsiliasi,” kata Jaksa Agung HM Prasetyo di Jakarta Selatan, Kamis (21/5) lalu.

Prasetyo menyebut 6 kasus yang akan ditangani akan diselesaikan secara bersamaan. Hal itu dilakukan agar efektif dan praktis.

“Kita akan selesaikan secara bersamaan. Tidak satu per satu. Karena ada di era pemerintahan yang sama, rezim yang sama,”‎ ucap Prasetyo.

Sebenarnya ada 7 kasus pelanggaran berat HAM masa lalu, namun 6 kasus akan ditangani oleh komite gabungan. Keenam kasus tersebut adalah‎ kasus peristiwa 1965-1966, penembakan misterius 1982-1985, Talang Sari di Lampung (1989), penghilangan orang secara paksa 1997-1998, kerusuhan Mei 1998, serta peristiwa Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II‎.

Sementara 1 kasus lagi yaitu peristiwa Wasior dan Wamena 2003 lantaran terjadi setelah Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Nantinya kasus itu akan dituntaskan melalui pengadilan HAM permanen. (Web Warouw)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru