Selasa, 11 Februari 2025

Setara Umumkan 10 Kota Bertoleransi Terburuk

 

JAKARTA- Setara Institute mengumumkan 10 kota yang paling memiliki toleransi dan 10 kota paling tidak mengenal toleransi dari seluruh Indonesia. 10 kota yang memiliki toleransi terbaik adalah Pematang Siantar, Salatiga, Singkawang, Manado, Tual, Sibolga, Ambon, Sorong, Pontianak dan Palangkaraya. Sedangkan kota yang yang memiliki toleransi terburuk adalah Bogor, Bekasi, Banda Aceh, Tangerang, Depok, Bandung, Serang, Mataram, Sukabumi, Tasikmalaya. Hal ini disampaikan dalam konferensi pers Setara Institute di Jakarta, Senin (17/11) yang dihadiri oleh Aminudin Syarif, Peneliti SETARA Institute, Ismail Hasani, Direktur Riset SETARA Institute dan Bonar Tigor Naipospos, Wakil Ketua SETARA Institute.

 

Dalam rangka memperingati Hari Toleransi Internasional yang diperingati setiap tanggal 16 November, SETARA Institute melakukan kajian dan indexing terhadap 94 kota di Indonesia dalam hal mempromosikan dan mempraktikkan toleransi. Tujuannya adalah untuk mempromosikan kota-kota yang dianggap berhasil membangun dan mengembangkan toleransi di wilayahnya masing-masing, sehingga dapat menjadi pemicu bagi kota-kota lain untuk turut bergegas mengikuti, membangun dan mengembangkan toleransi di wilayahnya.

Laporan tentang Indeks Kota Toleran disusun dengan mengutamakan praktik-praktik toleransi terbaik kota-kota di Indonesia, dengan memeriksa seberapa besar kebebasan beragama dan berkeyakinan dijamin dan dilindungi yang merupakan rumpun kebebasan sipil politik.

“Semakin negara (baca:pemerintah kota) tidak mencampuri urusan kehidupan beragama dan berkeyakinan maka semakin toleran suatu kota. Setara juga memeriksa tindakan positif pemerintah kota dalam mempromosikan toleransi, baik yang tertuang dalam kebijakan, pernyataan resmi, respons atas peristiwa, maupun membangun budaya toleransi di masyarakat,” demikian Bonar Tigor Naipospos.

Ismail Hasani menjelaskan bahwa data penelitian untuk mengisi variabel-variabel di atas diperoleh dari data sekunder berupa dokumen resmi pemerintah kota, Biro Pusat Statistik (BPS), Komnas Perempuan, SETARA Institute, dan referensi media terpilih. Data tersebut berupa RPJMD Kota yang bisa diakses siapa saja.

Berbagai Peraturan Daerah dan kebijakan lainnya diperoleh dari Komnas Perempuan yang telah menghimpun peraturan-peraturan daerah yang bermuatan diskriminatif. Peraturan perundang-undangan tersebut dikumpulkan sejak tahun 2009 hingga tahun 2015. Selama peraturan perundang-undangan yang bersangkutan masih berlaku atau belum dicabut, maka peraturan perundang-undangan tersebut masih valid digunakan sebagai alat ukur.

“Selain itu, Setara Institute juga mengukur tindakan dan respon pemerintah kota dalam menyikapi peristiwa-peristiwa pelanggaran kebebasan  beragama dan berkeyakinan. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama 2010 juga dipantau melalui website BPS (Biro Pusat Statistik),” jelasnya.

Pengukuran toleransi sudah banyak dilakukan oleh lembaga-lembaga studi di dunia, baik yang berfokus pada toleransi, kebebasan beragama/berkeyakinan, maupun yang mengukur toleransi sebagai bagian dari prinsip yang melekat pada studi demokrasi. Beberapa diantaranya adalah Freedom House (Amerika), PEW Forum, dan Religous Freedom Report Kementerian Luar Negeri Amerika.

Di Indonesia, sudah beberapa tahun terakhir juga disusun Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) oleh Bappenas yang di dalamnya memasukkan kebebasan beragama sebagai variabel/ indikator pengukuran indeks. Dari 4 variabel kebebasan sipil dalam IDI misalnya, kebebasan beragama/berkeyakinan diturunkan menjadi 3 indikator yaitu aturan tertulis, tindakan pejabat pemerintah, dan ancaman kekerasan masyarakat. (Calvin G. Eben-Haezer)

 

 

 

 

 

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru