Selasa, 1 Juli 2025

SIAPA TANGGUNG JAWAB…? Bank Dunia: Sejak Pandemi, Lebih dari 100 Juta Orang Terperangkap Dalam Kemiskinan Ekstrim

JAKARTA Presiden Bank Dunia David Malpass mengatakan kebijakan fiskal dan moneter beroperasi di wilayah yang belum dipetakan sejak awal pandemi covid-19. Bahkan mungkin berkontribusi pada peningkatan tajam dalam ketidaksetaraan dan kemiskinan di tingkat global.

Malpass mengatakan dalam meja bundar yang diselenggarakan oleh Perdana Menteri Tiongkok Li Keqiang, jumlah orang dalam kemiskinan ekstrem telah meningkat lebih dari 100 juta sejak awal pandemi, bahkan ketika pengeluaran global telah meningkat ke rekor sepanjang masa.

“Ekonomi maju telah pulih, sementara negara-negara termiskin hanya melihat kebangkitan yang lemah, atau tidak sama sekali,” kata Malpass, dilansir dari The Business Times, Rabu, 8 Desember 2021.

Ia mengatakan kondisi itu menyebabkan pembalikan tragis dalam pendapatan rata-rata, pemberdayaan perempuan dan nutrisi, inflasi, kemacetan rantai pasokan, dan harga energi yang tinggi memperburuk tren ini. “Sebagian dari masalah ketimpangan adalah keuangan global itu sendiri dan struktur stimulus yang tidak setara,” kata Malpass.

Dirinya mencatat kebijakan utang, fiskal, dan moneter yang berlaku menambah ketimpangan. Malpass mengatakan kebijakan moneter di negara maju telah lama berfokus pada rasio persyaratan cadangan dan pertumbuhan terbatas dalam cadangan bank untuk mencapai stabilitas mata uang dan harga, sebuah pendekatan yang masih digunakan oleh Tiongkok.

Bank sentral utama lainnya telah beralih ke sistem pasca-monetarisme menggunakan jumlah yang sangat besar dari kelebihan cadangan bank untuk membeli dan menahan obligasi jangka panjang dan aset lainnya, yang katanya memberikan dukungan harga untuk kelompok aset yang sangat terpilih.

Mengecualikan Usaha Kecil

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, pendekatan itu mengecualikan usaha kecil dan negara berkembang, sambil menahan kebijakan melalui pengaturan likuiditas dan rasio kapitalisasi bank. Kebijakan fiskal juga menyalurkan sumber daya ke kelompok-kelompok sempit dalam peminjam besar, sementara meninggalkan yang lain di belakang, dan kebijakan utang negara berkontribusi terhadap ketidaksetaraan.

Malpass mengulangi seruannya untuk transparansi yang lebih besar dalam kontrak utang dan pembekuan pembayaran utang untuk negara-negara dengan utang yang tidak berkelanjutan. Dia mengatakan kreditur harus menjauh dari jaminan dan pengaturan escrow.

“Sebagai salah satu kreditur terbesar negara berkembang, partisipasi aktif dan suara kuat Tiongkok dalam upaya pengurangan utang sangat dibutuhkan dan akan menguntungkan semua peserta dengan mendorong investasi dan utang yang berkelanjutan,” pungkasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru