JAKARTA – Perusahaan asal Vietnam, Tan Long Group buka suara terkait dengan keterlibatan dalam dugaan mark up impor beras Perum Bulog dan Badan Pangan Nasional.
Ketua Tan Long Group, Truong Sy Ba menegaskan pihaknya tidak terlibat sedikitpun terkait impor beras yang dilakukan Perum Bulog. Ia menjelaskan sejak 2023 sampai saat ini, perusahaannya tidak memenangkan tender apapun dengan Perum Bulog.
“Sepanjang sejarah pembukaan penawaran beras Bulog, dan sejak tahun 2023 hingga sekarang kami hanya menang satu batch beras sebanyak 30.000 ton dikirimkan melalui Posco (Korea), dan tidak secara langsung memenangkan kiriman Bulog,” kata dia dikutip dari laporan berita online Vietnam, CAFEF, Jumat (12/7/2024).
Ia menegaskan, pihaknya tidak memenangkan pengiriman satu pun dari Bulog sebagai lembaga yang ditugaskan untuk membeli kontrak beras internasional dari Pemerintah Indonesia.
Truong Sy Ba mengungkap jika mengacu pada penawaran Mei, ada anggota usahanya Loc Troi yang memenangkan tender 100.000 ton beras. Namun, Tan Long menawarkan harga yang lebih tinggi yaitu US$ 15/ton, jadi dia tidak memenangkan tawaran itu.
Penawaran oleh Tan Long ini disampaikan langsung kepada Menteri Pertanian RI Andi Amran Sulaiman yang saat itu tengah berkunjung ke Vietnam. Namun, melihat penawaran harga Tan Long lebih tinggi, maka tidak diambil oleh pemerintah Indonesia.
“Pada tanggal 19 Mei, Bapak Andi Amran Sulaiman, Menteri Pertanian Indonesia berkunjung ke Vietnam, kemudian mengunjungi pabrik beras TLG di Can Tho, dan pabrik beras Hanh Phuc di An Giang, saat itu kami Ada meja yang menawarkan 100 ton beras , dengan harga US$ 538/ton, harga FOB. Namun jika dibandingkan dengan harga Loc Troi, mereka menemukan bahwa tawaran TLG lebih tinggi, sehingga kami tidak menang,” jelas dia.
Jadi, Truong Sy Ba mengatakan bahwa penawaran beras US$ 538/ton tidak secara resmi menawarkan harga tersebut kepada Indonesia. Namun hanya pada hari Menteri Pertanian Indonesia berkunjung ke Vietnam datang ke kelompok tersebut untuk berbicara.
“Dalam pembicaraan ini, Menteri bertanya kepada kami saat itu berapa harga beras yang diekspor ke Indonesia dengan metode FOB (harga di gerbang perbatasan negara penjual), dan kemudian Kami menghitung harganya menjadi US$ 538/ton,” lanjutnya.
Secara khusus, Truong Sy Ba menegaskan kembali bahwa perusaahannya ini tidak ada hubungannya dengan Bulog.
Dilaporkan ke KPK
Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi hingga Kepala Bulog Bayu Krisnamurthi dilaporkan ke KPK. Keduanya dilaporkan oleh Direktur Eksekutif Studi Demokrasi Rakyat (SDR) Hari Purwanto.
Hari menjelaskan ada dua pelaporan yang dibuat. Pertama berkaitan dengan adanya dugaan tindak pidana korupsi berupa mark up impor beras dan kedua terkait masalah tertahannya beras di Tanjung Priok atau demurrage.
Mark up merupakan kegiatan peningkatan atau penggelembungan suatu nilai atau anggaran. Tindakan itu merupakan kecurangan karena bisa dikatakan mempermainkan harga agar mendapatkan keuntungan dari selisih dari penggelembungan anggaran tersebut.
Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), Anthony Budiawan menyatakan dugaan mark up atau penggelembungan harga impor beras sebenarnya mudah ditelusuri oleh publik, hal ini cukup kasat mata.
Jika melihat laporan Badan Pusat Statistik (BPS), tutur dia, realisasi impor beras pada Maret 2024 mencapai 567,22 ribu ton dengan nilai 371,6 juta dolar Amerika Serikat (AS). Artinya, realisasi harga impor beras di bulan Maret 2024 mencapai 655 dolar AS per ton.
“Realisasi harga impor beras ini jauh lebih tinggi dari harga penawaran beras dari perusahaan Vietnam, Tan Long Group, yang hanya menawarkan 538 dolar AS per ton, atau lebih murah 117 dolar AS per ton dari realisasi harga beli Bulog,” ujar Anthony dikutip Rabu (10/7/2024).
Menurut perhitungannya dugaan total kerugian negara dari praktik kotor ini mencapai Rp8,5 triliun rupiah. Angka ini melebihi jumlah kerugian Rp2,7 triliun dari dugaan mark up, plus Rp294,5 miliar akibat demurrage, yang diadukan ke KPK baru-baru ini.
“Total impor beras tahun 2023 mencapai 3,06 juta ton, dan Januari-April 2024 sudah mencapai 1,77 juta ton. Total 4,83 juta ton. Kalau modus mark up sebesar 117 dolar AS per ton ini terjadi sejak tahun 2023, maka kerugian negara memcapai 565 juta dolar AS, atau sekitar Rp8,5 triliun,” tutur dia.
Ia menyebut, tentu saja Bulog atau Bapanas akan menyangkal adanya mark up impor beras ini. Secara khusus, Anthony mempertanyakan pernyataan Bulog yang menepis perusahaan Vietnam Tan Long Group ajukan penawaran, diklaim hanya mendaftarkan diri sebagai pemasok atau peserta tender.
“Aneh. Siapa yang percaya pernyataan Bulog, bahwa ada perusahaan hanya mendaftarkan diri sebagai peserta tender, tetapi tidak menyampaikan penawaran? Ini yang pertama. KPK harus menelusuri sampai ke Tan Long Group, apakah benar mereka tidak menyampaikan penawaran,” ujarnya tegas.
Anthony curiga, Bulog telah menyampaikan pernyataan tidak benar alias berbohong. Pasalnya, Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti sempat menyatakan, mayoritas impor beras pada Maret 2024 berasal dari Vietnam sebesar 286,26 ribu ton. Disusul Thailand 142,65 ribu ton, Myanmar 76,61 ribu ton, Pakistan 61,57 ribu ton, dan India sebesar 100 ton.
“Pertanyaannya, siapa pemasok beras dari Vietnam tersebut? Apakah bukan Tan Long Group, perusahaan beras terbesar Vietnam? Oleh karena itu, KPK wajib mengusut semua dokumen penawaran tender impor beras tersebut, apakah ada konspirasi tender yang merugikan keuangan negara,” ujar Anthony.
Lebih lanjut ia menuturkan, dugaan konspirasi mark up tender impor beras dapat dikonfrontasi dengan harga beras internasional yang sangat transparan. Harga beras Vietnam di pasar internasional turun terus sejak akhir tahun lalu.
Anthony menjelaskan, harga beras Vietnam dengan kualitas 5 persen broken per Maret 2024 hanya 582-585 dolar AS per ton, dan ternyata lebih mahal dari beras sejenis Thailand atau Pakistan, masing-masing sebesar 579 dan 581 dolar AS per ton.
Sedangkan untuk kualitas 25 persen broken, harga beras Vietnam jauh lebih mahal dari Thailand, harga beras Vietnam 557 dolar AS per ton, dan harga beras Thailand hanya 530 dolar AS per ton.
“Oleh karena itu, realisasi harga impor beras Indonesia yang mencapai 655 dolar AS per ton secara nyata sangat ketinggian sehingga merugikan keuangan negara dan masuk delik tindak pidana korupsi,” ucap dia.
Atas sederet fakta ini, Anthony menilai Bulog dan Bapanas memang pantas diadukan dan mesti segera diperiksa terkait dugaan korupsi impor beras. Sebab, harga beras impor yang terlalu tinggi tersebut membebani masyarakat.
“Oleh karena itu, masyarakat harus menuntut KPK untuk menyidik hingga tuntas sampai ke pihak yang paling bertanggung jawab, termasuk apakah Presiden Jokowi mengetahui atau bahkan merestui kerugian negara ini?,” ujar dia.
Bulog Berkelit
Sebelumnya, Perum Bulog mengklaim telah menjadi korban tuduhan dugaan mark up impor beras dari Vietnam, yang telah dilaporkan salah satu pihak kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Akibat laporan yang berusaha membentuk opini buruk di masyarakat tanpa berbasis fakta maka tentunya hal ini telah membuat Perum Bulog menjadi korban,” kata Sekretaris Perusahaan Perum Bulog Arwakhudin Widiarso dalam keterangan di Jakarta, Minggu (7/7/2024).
Menurut Widiarso, laporan tersebut yang dinilai tanpa ada fakta, dan merugikan reputasi perusahaan yang telah dibina oleh Perum Bulog. Ia mengaku heran ada pihak yang tak pernah mengikuti proses lelang mendadak mengaku bisa menjual beras dengan harga Rp5.000 per kg, tapi tak pernah berniat menjual dan mengirimkan barang tersebut sehingga membatalkan keikutsertaanya pada lelang terbuka.
“Sangatlah mudah untuk mengklaim telah menawarkan harga murah, bila barangnya tidak nyata dan tidak pernah diserahkan,” kata Widiarso.
Potensi Kerugian Negara
Kegiatan Pengadaan Beras Luar Negeri pada tanggal 17 Mei 2024 yang ditandatangani Plh Kepala SPI Arrahim K. Kanam menyebut, ada masalah dalam dokumen impor yang tidak proper dan komplet sehingga menyebabkan biaya demurrage atau denda yang terjadi di wilayah pabean/pelabuhan Sumut, DKI Jakarta, Banten dan Jatim.
“Terdapat keterlambatan dan atau kendala dokumen impor yang tidak proper dan complete sehingga menyebabkan container yang telah tiba di wilayah Pabean/Pelabuhan tidak dapat dilakukan clearance,” bunyi dokumen itu, dikutip Senin (8/7/2024).
Dokumen itu juga menyebutkan bahwa kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum dapat dilakukan lantaran dokumen impor belum diterima melebihi waktu yang telah ditentukan.
“Beberapa dokumen impor untuk kebutuhan clearance di wilayah pabean atau pelabuhan belum diterima melebihi tanggal estimate time arrival ETA/actual time arrival dan atau dokumen belum lengkap dan valid ketika kapal sudah sandar,” lanjut bunyi dokumen riviu tersebut.
Dokumen tersebut mengungkap telah terjadi kendala pada sistem Indonesia National Single Windows (INWS) di kegiatan Impor tahap 11 yang dilakukan pada bulan Desember 2023.
“Dokumen yang diterima belum lengkap dan valid sehingga perlu dilakukan perbaikan setelah submit ke aplikasi INWS berupa lembar survey (LS),” bunyi dokumen review tersebut.
Dalam dokumen review juga disebutkan terjadinya biaya demurrage atau denda karena perubahan Perjanjian Impor (PI) dari yang lama ke baru. Lalu ada juga phytosanitary yang expired dan kedatangan container besar dalam waktu bersamaan sehingga terjadi penumpukan container di pelabuhan.
Akibat tidak proper dan kompletnya dokumen impor serta masalah lainnya, telah menyebabkan biaya demurrage atau denda senilai Rp Rp294,5 miliar. Dengan rincian wilayah Sumut sebesar Rp22 miliar, Rp94 miliar dan Jawa Timur Rp177 miliar.
Bapanas Buka Suara
Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) buka suara usai dilaporkan ke KPK terkait dugaan mark up impor beras. Menurut Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa pihaknya menghormati segala bentuk aduan dan mengikuti aturan.
“Tentu kita hormati dan hargai pelaporan dari masyarakat tersebut sebagai hak dalam berdemokrasi. Penegakan hukum dan pemberantasan korupsi oleh KPK juga mesti kita hormati dan dukung sepenuhnya,” tutur Ketut dalam keterangannya pada Jumat (5/7/2024) di Jakarta.
Namun, ia menegaskan bahwa fungsi Bapanas hanya sebagai regulator dan tak berkaitan dengan kegiatan importisasi. Adapun, tugas importisasi dipegang oleh Bulog.
“Kami sampaikan bahwa Bapanas sesuai tugas dan fungsinya sebagai regulator yang secara teknis tentunya tidak masuk ke dalam pelaksanaan importasi yang menjadi kewenangan Bulog, dan Bulog juga sudah mengklarifikasi bahwa terkait perusahaan Vietnam tersebut tidak pernah memberikan penawaran harga ke Bulog,” ucapnya.
Ketut menjelaskan perusahaan Tan Long Vietnam yang diberitakan memberikan penawaran beras, sebenarnya tidak pernah mengajukan penawaran harga sejak bidding tahun 2024 dibuka. Alhasil, mereka tidak memiliki keterikatan kontrak impor dengan Bulog dan Bapanas pada tahun ini.
Lebih lanjut, Ketut mengatakan, dalam menjalankan tugas dan fungsinya, Bapanas senantiasa mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 tahun 2021 Tentang Badan Pangan Nasional. Ia mengklaim pihaknya sejak awal berdiri berfokus membangun ekosistem pangan nasional.
“Sebagai regulator yang diamanatkan Perpres 66 tahun 2021, tentunya prinsip profesionalitas, akuntabel, dan kolaboratif senantiasa kami usung. Bersama BUMN pangan melalui penugasan ke Perum Bulog dan ID FOOD, kami terus bahu membahu menyokong kebutuhan pangan masyarakat Indonesia. Kami rangkul pula teman-teman swasta dan berbagai asosiasi. Semua guyup bergotong royong dengan satu tujuan, petani sejahtera, pedagang untung, masyarakat tersenyum,” kata Ketut. (Web Warouw)