Minggu, 20 April 2025

Sindikat Keuangan Internasional Siap Sita Pertamina

Oleh: Salamuddin Daeng *

JAKARTA- Pertamina sudah dalam genggaman sindikat keuangan internasional. Sedikit lagi, kepemilikan berpindah tangan dari milik Republik Indonesia, Pertamina akan menjadi milik asing. Menurut laporan, sindikat keuangan internasional sudah bersiap untuk mensita perusahaan minyak milik negara ini. Mengapa ini terjadi? Berdasarkan Undang-undang No 22 tahun 2001 tentang Minyak dan Gas, serta UU Tentang BUMN,  Pertamina bukan lagi Badan Layanan Publik (BLU). Pertamina adalah perusahaan yang berorientasi mencari keuntungan. Padahal perusahaan ini masih mendapatkan subsidi dari negara. Meski di era Pemerintahan Joko Widodo subsidi itu telah berkurang 300 persen.

Sementara untuk mendapatkan keuntungan pada kondisi sistem politik Indonesia yang carut marut ditambah dengan masalah otonomi daerah, adalah hal yang sangat sulit bagi pertamina. Mengapa ?

PT. Pertamaina dikendalikan oleh sindikat dan mafia yang berdiri dibalik kekuasaan pemerintahan. Mereka mengendalikan  impor, ekspor, belanja modal dan investasi yang kesemuanya dijadikan sebagai ajang “begal” mendapatkan jatah dalam belanja Pertamina.
Keuntungan dan pendapatan PT. Pertamina harus disetorkan kepada pemerintah sebagai penerimaan negara, sehingga perusahaan tidak dapat mengembangkan usahanya secara efektif.

Para politisi yang berkuasa ditenggarai menjadikan Perusahaan Pertamina sebagai ajang pemerasan, mengeruk setoran, sebagai imbalan atas jabatan jabatan dalam perusahan yang ditentukan oleh pemerintah.

Perusahaan Pertamina diperas dengan berbagai macam pajak, bunga, dan lainnya. Sehingga biaya yang ditanggung perusahaan sangat tinggi. Biaya lifting, refinary dan transportasi (LRT)  Perusahan mencapai 24 USD per barel, pajak 15 % dan beban bunga 10 %. Kesemuanya menjadikan Petamina sebagai perusahaan dengan biaya paling mahal sedunia.

Sehinggaa perhitungan kasar dengan total pengolahan minyak 1,25 juta barel per hari Pertamina harus mengeluarkan biaya sedikitnya Rp. 476 Triliun setahun untuk belanja minyak mentah, pajak, bunga. Sementara revenue yang diperoleh Pertamina pada tingkat harga yang berlaku sekarang, ditambah dengan subsidi APBN senilai Rp. 81 triliun sebesar Rp.409 triliun. Menyedihkan memang !

Pertamina Sekarat

Perusahaan pertamina dalam keadaan sekarat. Manajeman telah mengumumkan secara resmi merugi sangat besar setiap bulan. Walaupun harga minyak telah dinaikkan, atau dinaikkan lagi, tetap Pertamina akan rugi. Sementara pemerintahan Joko Widodo tidak berkenan memberikan subsidi, karena subsidi katanya akan dialokasikan untuk infrastruktur.

Sehingga disimpulkan bahwa ditengah kondisi sekarang,  dimana moral politisi jatuh pada tingkat paling rendah, pajak, bunga dan biaya biaya siluman lainnya sangat tinggi, maka perusahaan Pertamina hanya tinggal tulang belulang saja.

Sementara utang luar negeri Pertamina di pasar keuangan global telah mencapai Rp. 100 trilun lebih. Perusahaan ini terancam disita oleh sindikat keuangan internasional karena tidak sanggup membayar utang utangnya. 

Satu satunya cara adalah perusahaan Pertamina oleh manajemen dikembalikan kepada negara, untuk dijadikan sebagai Badan Layanan Publik (BLU) yang tidak berorientasi keuntungan. Dengan demikian Pertamina kembali pada roh pendiriannya sebagai alat perjuangan meraih kemerdekaan, kedaulatan bangsa dan kesejahteraan rakyat. Namun apakah pemerintahan Joko Widodo berani menarik kembali Pertamina dalam tanggung jawab Pemerintah Republik Indonesia? Sepertinya tidak akan!

*Penulis aktif di Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Direktur Institute For Global Justice)

Artikel Terkait

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru