JAKARTA- Dalam sistim bagi hasil yang diwacanakan oleh Staff Khusus Menteri Tenaga Kerja (Menakertrans), Dita Indah Sari, kedua belah pihak antara pemilik modal dan pekerja akan mendapatkan keuntungan bersama secara maksimal.
Hal ini disampaikan oleh pengamat sosial, Martinus Ursia dari Bandung kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (14/8).
“Bagi pengusaha keuntungan meningkat karena buruh berkinerja maksima, rajin tak ada protes,” ujarnya.
Menurutnya, kualitas produksi juga akan membaik secara lebih cepat dan pasti sehingga permintaan pasar akan meningkat.
“Bukan hanya pengusaha, tetapi buruh juga akan meningkatkan tanggung jawab dan kontrol produk secara otomatis. Karena itu menyangkut nilai tambah yang akan didapatnya. Kalau kerja asal-asal maka kerugian juga akan dipikul oleh buruh.
Pengusaha juga Martinus Ursia akan mendapat kuantitas produksi maksimal, karena buruh menambah jam kerja demi income yang lebih tinggi.
“Pengusaha juga mendapat solidaritas dan proteksi sukarela dari buruh karena perusahan dan produksi adalah bagian hidup kaum buruh. Sehingga pengusaha mendapat keuntungan berlipat karena meningkatnya kapasitas produksi,” ujarnya.
Bagi buruh sendiri menurut Martinus Ursia, penghasilan akan berlipat. Selain gaji pokok buruh mendapatkan bagi hasil per item produksi sesuai kesepakatan.
“Kenaikan upah lebih tinggi akan disepakati bersama karena faktor kenaikan hasil produksi. Bbukan tergantung regulasi pemerintah,” ujarnya.
Ia menjelaskan kelebihan jam kerja buruh adalah keuntungan bukan kerugian karena makin lama jam kerja menghasilkan produk, makin tinggi pendapatan buruh.
“Sehingga buruh dimanusiakan, bukan saja sebagai alat produksi, tapi sbg “pemilik” perusahaan,” ujarnya.
Industri Nasional
Sebelumnya Staff Khusus Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Menakertrans, Dita Indah Sari kepada Bergelora.com, Senin (11/8) menegaskan agar pemerintahan baru ke depan harus membangun industri nasional berbasiskan azas keadilan terhadap pekerja dan pengusaha dengan menyiapkan sistim bagi hasil dari keuntungan hasil produksi.
“Pertentangan antara pekerja dan pengusaha justru banyak merugikan pembangunan industri nasional. Sudah saatnya dan selayaknya buruh dan pekerja, selain mendapatkan upahnya, juga menikmati keuntungan dari hasil produksi,” ujar mantan Ketua Umum Persatuan Perjuangan Buruh Indonesia (PPBI) dan Front Nasional Perjuangan Buruh Indonesia (FNPBI) ini.
Menurutnya sistim bagi hasil bagi pekerja dan buruh adalah sah dan legal secara undang-undang.
“Soal bagaimana, kapan, berapa bagi hasil itu dilaksanakan merupakan kesepakatan dan konsesnsus kedua belah pihak antara buruh dan pengusaha atas prinsip sama-sama untung.Tentu saja sistim ini bisa berjalan setelah perusahaan mencapai BEP (Break Even Point-red),” jelas aktivis buruh yang pernah mendekam dalam penjara Orde Baru karena membela perjuangan buruh.
Selain konsensus menurut Dita Sari, untuk bisa menjalankan sistim ini dibutuhkan perubahan dalam pola manajemen dan kultur perusahaan yaitu transparansi dan terbuka atas aspirasi pekerja.
“Karena pabrik atau usaha yang dijalankan menjadi tanggung jawab bersama. Buruh dan pekerja akan ikut serta memajukan produksi dari segi kualitas dan kuantitas. Sehingga keuntungan bertambah bagi buruh dan pekerja serta pengusaha,” ujarnya.
Ia mengevaluasi gerakan buruh dan pekerja Indonesia yang sudah kuat seperti saat ini agar jangan hanya mengejar kenaikan upah minimum saja.
“Setiap kali upah naik, pasti harga-harga ikut naik. Kapan bisa sejahteranya? Disisi lain, pengusaha ditekan oleh tuntutan kenaikan upah dan kenaikan harga yang meningkatkan biaya produksi. Buruh dan pengusaha rugi. Pabrik tutup. Industri nasional kita hancur dan negara rugi,” ujarnya.
Bukan Bonus
Ia menjelaskan sistim bagi hasil berbeda dengan bonus yang selama ini sudah diterima oleh buruh.
“Bonus sangat tergantung pada kebaikan hati pengusaha. Sistim bagi hasil adalah konsensus antara pengusaha dan pekerja. Setiap rapat umum pemegang saham (RUPS) buruh dan pekerja ikut mengevaluasi produksi dan keuntungan. Termasuk membicarakan kesepakatan bagi hasil,” ujarnya.
Sistim bagi hasil menurutnya akan membangun kerjasama dan tanggung jawab yang kuat antara buruh dan pengusaha terhadap produksi.
“Sehingga buruh sejahterah, karena menerima gaji ditambah dengan bagi hasil sisa usaha. Produksi meningkat, usaha maju dan bisa berkembang. Kalau dilakukan secara nasional, maka industri nasional akan maju dan pemasukan negara juga meningkat,” jelasnya.
Kalau industri nasional maju, menurutnya maka pemerintah bisa membiayai seluruh kebutuhan dasar rakyat yang selama ini terbengkalai dan membebani rakyat.
“Maka APBN bisa membiayai penuh tanpa pungutan iuran seluruh pelayanan kesehatan, pendidikan dari TK sampai S-3 sekalipun dan menyediakan perumahan yang layak bagi rakyat,” paparnya.
Dengan berkembangnya Industri nasional menurut Dita Sari, maka rakyat Indonesia bisa mendapatkan lapangan pekerjaan yang layak dan mensejahterakan.
“Tidak perlu lagi ada TKI yang bekerja di luar negeri mengadu nasib hilang harga diri dan menghadapi siksaan majikan jahat di negara orang,” tegasnya. (Web Warouw)