SLEMAN- Kabupaten Sleman sebagai bagian dari Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan wilayah yang kaya akan warisan tradisi dan budaya. Candi Prambanan yang megah dan candi-candi lain yang berdiri kokoh di Sleman merupakan bukti warisan adiluhung tersebut. Demikian pula upacara adat dan merti dusun yang hingga hari ini masih rutin diselenggarakan di desa-desa, tak kurang dari 16 desa. Upacara labuhan di Gunung Marapi rutin dilaksanakan oleh Keraton Yogyakarta, merupakan bukti lestarinya tradisi dan budaya asli Sleman, budaya asli Jawa, budaya asli Indonesia.
Sementara itu, sebagai “kota mahasiswa” Sleman merupakan titik simpul ke-Indonesia-an yang sangat penting terutama bagi intelektual muda calon pemimpin bangsa. Lebih dari 40 kampus, termasuk kampus-kampus ternama seperti Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Universitas Islam Nasional (UIN), Universitas Pembangunan Nasional (UPN), Universitas Islam Indonesia (UII), Universitas Atma Jaya, Universitas Sanata Dharma, dan lain-lain berkembang subur dengan tradisi intelektualitasnya yang terpelihara. Sleman dengan kampus-kampusnya itu merupakan api penerang bagi kemajuan bangsa.
Perpaduan nilai-nilai tradisi dan nilai intelektual, antara keraton dengan akademisi dan rakyat Yogyakarta, telah terbukti merupakan kekuatan dahsyat yang tercatat dalam sejarah perjalanan Bangsa Indonesia. Sejak masa awal kemerdekaan saat Yogyakarta menjadi ibukota negara. Saat kebangkitan gerakan Reformasi 1998 yang menumbangkan rezim otoriter orde baru, dan ketika rakyat Yogyakarta berjuang mengembalikan keistimewaan DIY beberapa waktu lalu. Sleman dengan segenap warganya selalu ada di dalam dinamika setiap perjuangan itu.
Sementara itu, di masa kini pada sisi yang lain lagi, karena deraan globalisasi dengan segala kultur ikutannya, karena didesak kebutuhan sebagai destinasi wisata, kini di Sleman tumbuh pusat-pusat perbelanjaan modern laksana cendawan di musim hujan. Hotel-hotel berbintang, hotel-hotel kelas melati, rumah-rumah hiburan, semua tumbuh subur beserta segala dampak yang dibawanya.
Wakil Bupati Sleman, Yuni Satia Rahayu mengatakan semua yang tumbuh dan berkembang di Sleman harus disikapi dengan bijak. Semua harus diakomodasi tetapi semua harus tunduk pada keselarasan kepentingan bersama. Sebagai rumah dari semua fenomena itu, sebagai wahana interaksi tradisi dan globalisasi, Sleman harus bisa menjadi ibu asuh yang baik. Sleman harus menjadi pamong yang arif bijaksana.
“Sleman harus maju, modern tetapi tidak tercerabut dari akar budayanya. Sleman harus berkepribadian di bidang budaya,” ujar mantan aktivis mahasiswa dari Fakultas Sastra UGM ini kepada Bergelora.com, Sabtu (21/11) di Yogyakarta.
Sebagai titik temu arus besar kebudayaan, titik temu anak-anak bangsa dari segenap penjuru nusantara, titik temu segala lapisan masyarakat, Sleman menuntut hadirnya pemimpin yang berwawasan luas, tegas, serta berani mengambil keputusan-keputusan strategis, sekaligus berani bertanggung jawab atas keputusannya tersebut. Dibutuhkan pemimpin yang bisa manjing ajur ajer.
Kesejahteraan Rakyat
Yuni Satia Rahayu yang mempersiapkan diri memimpin Sleman menjelaskan bahwa yang paling utama adalah mewujudkan kesejahteraan bagi rakyat Sleman yang modern dan dinamis berbasis budaya lokal. Dengan kata lain, dalam tahun 2016-2021 harus bisa diwujudkan kesejahteraan rakyat Sleman yang bercorak modern dan dinamis. Modern-nya berbasis budaya lokal, bukan modern yang tercerabut dari akar budaya Sleman. Dinamisnya juga dinamika yang produktif dan terarah, selaras dengan aspirasi dan budaya lokal.
“Kesejahteraan yang diperjuangkan adalah kesejahteraan lahir dan batin sehingga selain kecukupan pangan, sandang, papan, dan keberlanjutan sumber pendapatan,– juga tercukupi kebutuhan kesehatan, pendidikan, keamanan, ketetenteraman, pengembangan diri, serta kebutuhan-kebutuhan rohaniah lainnya,” paparnya.
Calon Bupati yang diusung oleh rakyat Sleman, Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP) dan Partai Gerindra ini menjelaskan bahwa, modernitas yang diperjuangkan menurutnya adalah corak kehidupan yang dapat mengambil manfaat dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, terampil memanfaatkan perangkat kehidupan masa kini, dan mampu terlibat secara aktif,– dan tidak tersisih dalam interaksi global yang semakin tak mengenal batas geografis.
“Modernitas juga ditandai dengan kesetaraan gender dalam semua aspek kehidupan. Tetapi kemampuan menjadi modern harus tetap berpijak pada nilai-nilai luhur budaya Jawa. Kesejahteraan dan ke-modern-an tidak boleh membuat rakyat Sleman tercerabut dari akar budayanya,” ujar ini.
Untuk mencapai semua itu, aktivis gerakan perempuan yang memimpin Sleman ini menjelaskan pentingnya peningkatan kualitas kinerja pemerintah daerah guna mengoptimalkan pelayanan kepada rakyat. Pendapatan dan kualitas hidup rakyat juga harus bisa ditingkatkan secara merata.
“Kita harus segera bisa perbanyak jumlah ketersediaan dan kualitas pelayanan umum. Kemiskinan harus bisa perangi. Kesempatan belajar serta mengembangkan pendidikan formal, informal, dan non-formal harus diperluas dan ditingkatkan,” tegasnya.
Aktivis perempuan yang dikenal dengan sebutan Mbak Nenny ini juga memastikan pelestarian dan pengembangan nilai-nilai tradisi, budaya, dan kesenian Sleman. Selain itu, pemerintah juga bertugas mengembangkan nilai-nilai keharmonisan dan pola asah-asih-asuh dalam kehidupan masyarakat.
Menanggapi sosok Yuni Satia Rahayu, budayawan Johnsony M. Tobing menilai, Sleman membutuhkan seorang pemimpin yang tegas, berani untuk mempercepat pemerataan kesejahtaraan bagi masyarakat.
“Mbak Nenny yang saya kenal adalah seorang ibu yang akan membawa kemajuan di Sleman. Sejak dulu orangnya ngopeni dan ngayomi. Kita butuh ibu yang punya hati dalam melayani rakyat Sleman,” tegasnya. (Web Warouw)