JAKARTA- Menghadapi kondisi ekonomi makro yang terjadi pada tahun 2016, baik kondisi ekonomi global yang melambat maupun kondisi ekonomi dalam negeri yang belum sepenuhnya pulih, defisit APBN tahun 2016 dapat dijaga pada batas yang aman, yaitu 2,46 persen terhadap PDB atau sebesar Rp307,7 Triliun. Realisasi sementara defisit tersebut lebih tinggi dibandingkan target dalam APBNP tahun 2016, yaitu sebesar Rp296,7 Triliun (2,35 persen terhadap PDB). Hal ini disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menyampaikan realisasi indikator ekonomi makro tahun 2016 (sementara) di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa (3/1) .
“Dibandingkan dengan target dalam APBNP tahun 2016, realisasi sementara pendapatan negara mencapai 86,9 persen (Rp1.551,8 Triliun), dan realisasi sementara belanja negara mencapai 89,3 persen (Rp1.859,5 Triliun),” ujarnya.
Menurut Menteri Keuangan, realisasi pendapatan negara berasal dari penerimaan perpajakan sebesar Rp1.283,6 Triliun (83,4 persen dari target APBNP) dan PNBP sebesar Rp262,4 Triliun (107,0 persen dari target APBNP).
“Realisasi belanja negara terdiri dari belanja pemerintah pusat sebesar Rp1.148,6 Triliun (87,9 persen dari target APBNP) dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp710,9 Triliun (91,6 persen dari target APBNP),” ujarnya.
Sri Mulyani menjelaskan, realisasi penerimaan perpajakan yang lebih rendah dibandingkan target dalam APBNP tahun2016 dipengaruhi oleh lebih rendahnya pertumbuhan ekonomi tahun 2016 dibandingkan dengan asumsi APBNP tahun 2016 dan belum pulihnya harga komoditas. Namun apabila dibandingkan dengan tahun 2015, kinerja penerimaan perpajakan tahun 2016 meningkat 3,5 persen.
“Utamanya didorong oleh pertumbuhan PPh non-migas sekitar 14 persen dibanding tahun sebelumnya,” katanya.
Peningkatan penerimaan perpajakan tersebut tidak terlepas dari keberhasilan program tax amnesty. Penerimaan uang tebusan dari tax amnesty mencapai Rp107,0 Triliun. Hasil dari program tax amnesty diharapkan akan meningkatkan tax ratio dalam jangka menengah melalui peningkatan kepatuhan wajib pajak, serta perluasan basis data perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi. Program tax amnesty masih akan berlanjut sampai dengan bulan Maret 2017.
Realisasi penerimaan perpajakan terutama dipengaruhi oleh penerimaan PPh non-migas, PPN, dan cukai. Realisasi penerimaan PPh non-migas tahun 2016 mencapai Rp630,9 Triliun (termasuk dari tax amnesty), atau tumbuh sekitar 14 persen. Kinerja pertumbuhan penerimaan PPh non-migasmtersebut juga dipengaruhi oleh rendahnya harga komoditas serta kinerja ekspor yang masih rendah.
“Penerimaan PPN tahun 2016 sebesar Rp410,5 Triliun, atau lebih rendah 3,1 persen dibandingkan tahun 2015, dipengaruhi oleh rendahnya PPN impor karena masih lemahnya kinerja impor,” katanya
Sementara itu kepada Bergelora.com ditegaskan bahwa, realisasi penerimaan kepabeanan dan cukai tahun 2016 mencapai Rp178,7 Triliun (97,2 persen dari target APBNP). Nilai ini secara nominal turun dari realisasi,penerimaan tahun 2015 yang mencapai Rp179,6 Triliun. Namun demikian, secara prosentase mengalami kenaikan dari pencapaian tahun sebelumnya yang mencapai 92,1 persen dari APBNP 2015. Hal tersebut antara lain akibat melambatnya kegiatan ekspor yang disebabkan pelemahan harga komoditas ekspor. (Enrico N. Abdielli)