YERUSALEM – Israel akan terus melanjutkan serangannya terhadap Hamas, termasuk ke kota Rafah di Gaza selatan. Aksi Israel akan berlanjut meskipun ada tekanan internasional untuk menghentikannya. Komitmen serangan ini disampaikan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu pada Kamis (7/3/2024).
Dilansir dari Reuters, Netanyahu telah bersumpah untuk menghancurkan Hamas setelah para pejuangnya menyerang Israel selatan pada 7 Oktober, menewaskan 1.200 orang dan menculik 253 orang.
Lebih dari 30.000 orang telah terbunuh di Gaza selama serangan Israel berikutnya, menurut perkiraan otoritas kesehatan Palestina. Hal ini memicu kritik dan kecaman dari seluruh dunia. Namun Netanyahu jalan terus.
“Ada tekanan internasional dan tekanan ini terus meningkat, namun terutama ketika tekanan internasional meningkat, kita harus bersatu, kita harus bersatu melawan upaya menghentikan perang,” katanya.
Sekitar 1,5 juta orang diperkirakan berdesakan di Rafah, di pinggiran paling selatan wilayah kantong yang dekat dengan perbatasan dengan Mesir, sebagian besar dari mereka meninggalkan rumah mereka di utara untuk menghindari serangan militer Israel. Saat berpidato di acara wisuda di sekolah pelatihan perwira militer Israel, Netanyahu juga mengatakan Israel harus melawan upaya yang diperhitungkan untuk menyalahkan Israel atas kejahatan Hamas.
Dia menambahkan bahwa Israel akan beroperasi di seluruh Gaza, termasuk Rafah, benteng terakhir Hamas.
“Siapa pun yang meminta kami untuk tidak bertindak di Rafah berarti meminta kami kalah perang dan hal itu tidak akan terjadi,” kata Netanyahu.
Gencatan Senjata Gagal
Sebelumnya kepada Bergelora.com dilaporkan di Jakarta dari Kairo, delegasi Hamas meninggalkan perundingan gencatan senjata di Kairo, Mesir, tanpa ada kesepakatan. Hamas menyakini perundingan dengan Israel soal gencatan senjata selama 40 hari saat bulan Ramadan belum berakhir.
Dilansir BBC News, Kamis (7/3/2024), kelaparan warga di Gaza serta tekanan internasional yang semakin meningkat membuat gencatan senjata selama 40 hari diharapkan dapat diberlakukan pada awal Ramadan pekan depan.
Sebuah pernyataan Hamas mengatakan delegasinya meninggalkan Kairo pada Kamis pagi ‘untuk berkonsultasi dengan pimpinan gerakan tersebut, dengan negosiasi dan upaya terus dilakukan untuk menghentikan agresi, memulangkan para pengungsi dan membawa bantuan kepada rakyat kami’.
Saluran TV yang berafiliasi dengan pemerintah Mesir, al-Qahera, mengutip sumber senior yang mengatakan bahwa perundingan akan dilanjutkan minggu depan. Mediator Mesir dan Qatar telah berjuang untuk mencapai kesepakatan yang akan membuat Hamas membebaskan sandera Israel dengan imbalan warga Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Israel tidak mengirim delegasi ke Kairo, karena mereka meminta terlebih dahulu daftar sandera yang masih hidup dan dapat dibebaskan berdasarkan perjanjian tersebut.
Hamas mengatakan Israel tidak menerima tuntutannya agar pengungsi Palestina dapat kembali ke rumah mereka atau penarikan total pasukan Israel dari kota-kota Gaza.
Perjanjian yang diusulkan dilaporkan akan membebaskan 40 sandera Israel dengan imbalan sekitar 10 kali lebih banyak tahanan Palestina yang dibebaskan dari penjara Israel. Lebih dari 130 sandera diyakini masih ditahan oleh Hamas.
Para pejabat Israel meyakini sedikitnya 30 orang sandera telah tewas. Selama gencatan senjata 40 hari yang diusulkan, akan ada lonjakan bantuan yang sangat dibutuhkan yang masuk ke Gaza.
Gencatan senjata sempat terjadi selama seminggu pada akhir November 2023. Saat itu, ada 105 sandera – sebagian besar perempuan dan anak-anak – dibebaskan dengan imbalan sekitar 240 tahanan Palestina di penjara-penjara Israel.
Tanpa kesepakatan baru, terdapat ancaman lebih besar terhadap penyebaran ketegangan selama bulan Ramadan yang tahun ini akan dimulai pekan depan. Inggris dan Amerika Serikat juga telah menekan Israel untuk meningkatkan aliran bantuan. Israel menyalahkan PBB atas masalah distribusi bantuan. (Web Warouw)