JAKARTA- Korporatisasi UMKM menjadi Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR) adalah solusi terhadap kelemahan struktural koperasi, usaha kecil dan mikro untuk menjadi lembaga pelaku ekonomi yang memiliki posisi yang sejajar dengan badan-badan usaha lain sesuai dengan strategi pemberdayaan ekonomi Pancasila. Kesejajaran ini tidak saja karena terstruktur dalam bentuk badan hukum yang sama yaitu dalam bentuk perseroan terbatas), tetapi juga memiliki posisi tawar untuk bersinergi dan bekerja sama dengan Usaha Besar.Hal ini disampaikan oleh pengusaha nasional Tanri Abeng dalam forum Poppy Dharsono Foundation di Jakarta, Jumat (3/10) lalu.
Menurutnya BUMR akan memiliki skala ekonomi sesuai prinsip pengelolaan usaha yang efisien. Produksi disesuaikan dengan kebutuhan pasar atau industri pengguna bahan baku yang disuplai dari anggota BUMR.
āBUMR Menjadi organisasi bisnis yang dikelola secara profesional agar memiliki eksistensi bahkan pertumbuhan yang berkesinambungan. Kehadiran BUMR merupakan solusi penyediaan bahan baku yang berkualitas bagi industri besar secara berkesinambungan,ā ujarnya.
Mantan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) ini menjelaskan Kemitraan antara BUMR dan Usaha Besar tercipta karena keduanya saling membutuhkan dan dapat bekerja sama dan berkomunikasi dalam gelombang yang sama.
āBUMR sektor pertanian dapat mengakses sumber pendanaan inklusif untuk meningkatkan produktivitas sekaligus ketahanan pangan nasional,ā jelasnya kepada Bergelora.com
Micro enterprises & small holders/producersĀ yang tergolong UMKM, melalui kelompok-kelompok tani atauĀ cooperativesĀ dapat langsung mengakses pasar dan pembiayaan melalui struktur korporasi Badan Usaha Milik Rakyat (BUMR).
āDengan demikian, para pengusaha mikro atau petani akan memperoleh jaminan pasar dengan harga pasar yang terjadi melalui negosiasi sejajar antara BUMR dan Industri atau Usaha Besar,ā lanjutnya.
Mutual Benefits
BUMR sebagai korporasi menurut Tanri Abeng, hanya dapat tumbuh dan berkembang kalau dapat beradaptasi terhadap hukum bisnis yang fundamental.Ā Business starts from market, alias tidak ada pasar tidak ada bisnis.
āOleh karena itu maka pendekatan Model BUMR diawali dengan pengelolaan pasar baik nasional maupun internasional ataupun perdagangan sebagai usaha besar mengelola pasar yang dinamis. Industri dan atau usaha perdagangan besarlah yang menentukan jumlah dan kualitas dariĀ supplyĀ bahan baku yang bersumber dari produsen seperti kelompok tani, nelayan, pengrajin, dan lain-lain, yang dikoordinasikan dalam struktur dan sistem manajemen BUMR,ā jelasnya.
Model ini menurutnya melahirkanĀ mutual benefitsĀ antaraĀ Industry & TradeĀ dengan BUMR yang mewakili UMKM karena, industri mendapat jaminanĀ supplyĀ bahan baku sesuai jumlah dan kualitas yang dibutuhkan.
āBUMR mendapat jaminan pasar dengan harga yang terjadi secara fair sesuai dengan perkembangan pasar. Industry atau Trade dan BUMR bersinergi untuk menciptakan nilai tambah melalui tingkat efisiensi dan produktivitas yang tinggi, sebagai basisĀ daya saing nasional,ā ujarnya.
Tanri Abeng menjelaskan, praktek monopolistik dari industri sebagai pembeli tunggal dari ratusan bahkan ribuan usaha mikro dan kecil akan berakhir dengan hadirnya BUMR yang memiliki daya tawar terhadap industri/pedagang besar.
āDengan demikian,Ā monopolyĀ berhadapan denganĀ monopsonyĀ yang secara logika bisnis akan melahirkan harga yang saling menguntungkan melalui musyawarah untuk mufakat. Disinilah kembali konsep usaha bersama dengan asas kekeluargaan sesuai semangat demokrasi ekonomi ala Pancasila,ā tegasnya. (Web Warouw)