Selasa, 8 Oktober 2024

Tepat! FCTC Dan Regulasi Tembakau Lemahkan Daya Saing Ekonomi

JAKARTA- Ancaman Proxy War (perang proxy) bermotif ekonomi kian nyata. Sejumlah indikasi memperlihatkan kentalnya kepentingan asing mendikte pembuatan undang-undang dan berbagai regulasi di Indonesia. Caranya, salah satunya, menyodorkan aturan yang melemahkan daya tawar politik dan daya saing ekonomi. Semestinya pemerintah tak gegabah dalam mengikuti setiap regulasi yang disusun oleh berbagai lembaga internasional. Indikasi ini di sampaikan oleh Dr. Irwansyah dari Universitas Indonesia, diskusi bertema “Menangkis Ancaman Proxy War” di Jakarta, Minggu (20/12) yang dihadiri sejumlah pengamat sektor intelijen, komunikasi dan kebijakan.

Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) adalah salah satu instrumen yang digunakan dalam perang proxy di bidang regulasi. FCTC merupakan perjanjian internasional yang dimaksudkan untuk membatasi produksi, distribusi, dan penjualan tembakau di dunia” ujar Irwansyah.

Dalam kesempatan yang sama, pengamat kebijakan ekonomi, Salamuddin Daeng menjelaskan bahwa dalam FCTC sama sekali tak membahas tentang kesehatan, kecuali tentang industri rokok.

“Jika membaca seluruh draf konvensi dapat disimpulkan bahwa pasal-pasal dalam FCTC lebih banyak berbicara industri tembakau. Kalau dicermati ada batasan tentang nikotin misalnya. Ini disesuaikan dengan kadar tembakau dunia yang ditentukan oleh raksasa bisnis rokok dunia yang di dominasi India, Cina dan Amerika, “ ujarnya.

Menurutnya, dampak dari perang proxy mulai dirasakan di tingkat nasional. Industri tembakau lokal mengalami penurunan produksi, bahkan gulung tikar. Beragam regulasi yang diambil dari FCTC telah menyebabkan sektor industri tembakau dalam negeri terpuruk.

“Pemerintah mengadopsi FCTC dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 181/PMK.011/2009 tentang kenaikan cukai rokok. Di tingkat daerah, berbagai peraturan daerah (Perda) yang mereplikasi pasal-pasal dalam FCTC bermunculan. Kebijakan menaikkan cukai merupakan salah satu klausul penting dalam FCTC. Kenaikan cukai merupakan rekomendasi dari lembaga keuangan global IMF dan Bank Dunia sebagai bentuk dukungannya pada FCTC,” jelasnya.

Menurutnya, standarisasi perusahaan-perusahaan rokok dunia lewat Konvensi FCTC menyebabkan industri rokok dalam negeri harus mengimpor tembakau dari luar agar bisa tetap bertahan.

“Saat industri tembakau dalam negeri terpuruk akibat penerapan FCTC dalam regulasi oleh pemerintah, perusahaan-perusahaan multinasional semakin agresif dalam mengambil alih industri maupun pasar nasional. Import tembakau luar mencapai angka ratusan ribu ton pertahunnya,” katanya.

Ia menegaskan agar pemerintah Indonesia mulai memetakan seluruh perjanjian internasional yang bermotif perang proxy dan mana yang bukan. Pemerintah harus mengutamakan kedaulatan nasional dalam setiap membangun kerjasama internasional.

Sejalan dengan pandangan Salamuddin Daeng, Yono Reksoprojo menyampaikan bahwa saatnya pemerintah meninjau ulang seluruh kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan global.

“Kita harus melihat ulang semua kebijakan yang ada. Kepentingan ekonomi global jangan sampai mengesampingkan kepentingan bangsa ini, “ tuturnya. (ZKA Warouw)

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru