Rabu, 21 Mei 2025

Tepat! Natalius Pigai: Rakyat Papua Berhak Memiliki Saham Tambang Emas Freeport

JAKARTA- Rakyat Papua pemilik lahan yang dipakai untuk pertambangan oleh perusahaan Freeport berhak memiliki saham dalam usaha pertambangan yang kelak akan menjalankan pertambangan yang pernah dijalankan oleh perusahaan emas Freeport McMorran.

“Provinsi, Kabupaten dan masyarakat pemilik tanah harus dapat semua saham atas usaha pertambangan yang dilakukan diwilayah itu,” tegas Komisioner Komnasham, Natalius Pigai kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (9/3).

Ia memastikan dirinya akan terlibat aktif dalam perundingan antara Pemerintah Indonesia dan pihak Freeport terkati dengan renegosiasi kontrak Freeport.

“Saya akan mengikuti dan memastikan agar kepentingan rakyat khususnya kompensasi dan kepemilikan saham bagi masyarakat  dan Papua terakomodir secara komprehensif dalam nota kesepakatan yang akan dihasilkan dalam jangka waktu 120 hari mendatang,” tegasnya.

Sebelumnya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendesak PT Freeport Indonesia membayar transaksi jual beli atas tanah yang dimiliki warga suku Amungme. Padahal tanah tersebut sudah 50 tahun digarap perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut.

Komisioner Subkomisi Pemantauan dan Penyelidikan Komnas HAM, Natalius Pigai, mengatakan dari penyelidikan yang dilakukan lembaganya, ditemukan fakta pemerintah Indonesia dan PT Freeport tidak pernah membayar transaksi jual beli atas tanah yang dimiliki warga suku Amungme dan Kamoro di Timika, Papua.

“Kalau pernah jual beli di mana? Kepada siapa notarisnya? Komnas HAM menanyakan ke Kementerian ESDM, Freeport, Kementerian Agraria, dan mereka tidak pernah membuktikan bukti otentik adanya transaksi jual beli,” kata Natalius di Kementerian ESDM, Selasa (7/3).

50 Tahun Sengsara

Menurut Natalius Pigai, sudah 50 tahun lebih masyarakat Papua sengsara, padahal mereka memiliki hak atas tambang yang dikelola Freeport. Berdasarkan catatan Komnas HAM, angka kemiskinan di Timika mencapai 33 persen.

Hari ini Komnas HAM mewakili warga Papua menemui Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar. Dalam pertemuan tersebut, Komnas HAM menyampaikan temuan dugaan penguasaan dan perampasan hak masyarakat secara sewenang-wenang oleh Freeport dan pemerintah.

“Jadi harus ada kompensasi berupa uang dan share saham. Untuk itu (hasil pemeriksaan) kami serahkan ke Pak Menteri untuk ditindaklanjuti,” kata Natalius.

Natalius mengatakan Komnas HAM sangat konsen terhadap proses negosiasi yang sedang dilakukan antara pemerintah dengan Freeport. Dia meminta masyarakat sekitar dilibatkan dalam proses perundingan.

“Apakah melalui Kontrak Karya atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), soal pilihan tergantung pemerintah dan Freeport. Tapi Komnas HAM konsen untuk memastikan agar masyarakat menjadi bagian dalam subjek pengambilan keputusan,” ujarnya.

Menurut Natalius, kepastian masyarakat Timika atas posisi perundingan tersebut penting untuk menentukan arah seperti pengelolaan perusahaan, kepastian pembangunan kapasitas sosial, keberlanjutan usaha, serta kepastian menjadi mitra strategis pengelolaan usaha yang saat ini dioperasikan Freeport.

“Apakah nanti perundingan antara Freeport dan pemerintah berhasil, kemudian Freeport melanjutkan usahanya atau terhenti, bagi kami bukan menjadi konsen. Bagi kami kalau dilanjutkan, bagaimana posisi masyarakat, dan kalau terhenti bagaimana tanggung jawab akibat operasi yang menyebabkan berbagai kekurangan,” beber Natalius.

Papua Dirampok

Polemik kasus PT Freeport Indonesia yang semakin berlarut-larut dengan pemerintah Republik Indonesia membuat geram Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Natalius Pigai. Perlindungan dan pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) masyarakat Amungme di wilayah sekitar tambang PT Freeport Indonesia, tetap menjadi pertanyaan serius. Bahkan, kritik dari Komnas HAM kepada Pemerintahan Pusat (PP) sejak tahun 2015 tidak pernah direspon positif. Termasuk satu pertanyaan yang tidak pernah terjawab.

“Saya hanya ajukan satu pertanyaan. Tentang kontrak bisnis, antara pemerintah pusat dengan masyarakat Amungme yang hidup di sekitar (tambang) Freeport,” ungkap salah satu komisioner Komnas HAM, Natalius Pigai, Jumat (3/3) malam.

Perspektif dari Komnas HAM itu disampaikan Pigai saat menjadi salah satu narasumber peluncuran buku “Papua Minta Saham” karangan Bupati Mimika, Papua, Eltinus Omangen di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat.

Hasil penelusuran Komnas HAM, lanjutnya, tidak ditemukan adanya transaksi jual beli tanah antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport.

Normalnya, kata Pigai, jika memang pemerintah pernah melakukan jual beli tanah, harus ada tranparansi data terkait hal tersebut. Khususnya, terkait akta jual beli tanah atau lahan yang sah secara hukum. Mulai dari lokasi lahan, kesepakatan jual beli antara siapa dengan siapa. Termasuk, keterlibatan notaris hingga nominal yang disepakati dan data lainnya.

“(Kota) New York saja, zaman Anglo Saxon, mereka dikasih gandum sebagai alat tukar. Ini kita (Papua) dirampok. Pemerintah Indonesia dan Freeport, dua-duanya perampok,” tegas Pigai bersemangat.

Dengam demikian, Komnas HAM berkesimpulan secara yakin bahwa Pemerintah dan Freeport terbukti melakukan perampasan hak dan penguasaan tanah sewenang-wenang milik atas tanah di wilayah desa Amungme.

“Jadi, itu bukan tanah tak bertuan,” tuturnya. Sebelum berbisinis, ajak dulu masyarakat adatnya bicara. HAM menjadi aspek partisipasi paling penting dalam kasus ini,” paparnya. (Web Warouw)

 

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru