Rabu, 2 Juli 2025

Tes Perawan Merendahkan Perempuan

JAKARTA- Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menyesalkan bahwa praktik tes keperawanan  dengan cara pemeriksaan kondisi selaput dara masih berlangsung di institusi kepolisian sebagai bagian dari tes kesehatan calon anggota polwan. Tes keperawanan merupakan tindak serangan seksual yang merendahkan derajat manusia dan diskriminatif terhadap perempuan. Hal ini ditegaskan Ketua Komnas Perempuan, Yuniyanti Chuzaifah kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (22/11).

 

“Meski hasil tes tidak mempengaruhi dapat tidaknya seseorang lolos sebagai calon anggota polisi wanita (polwan), praktik ini diskriminatif karena dilatari oleh prasangka berbasis gender yang merendahkan perempuan. Tes keperawanan adalah tindakan memeriksa kondisi selaput dara yang kerap direkatkan dengan asumsi pernah tidaknya seorang perempuan melakukan hubungan seksual,” ujarnya.

Menurutnya, tes ini tidak memiliki kemanfaatan medis untuk menentukan kondisi kesehatan seseorang, melainlan lebih lekat pada prasangka mengenai moralitas perempuan dan dapat menimbulkan trauma bagi yang mengalaminya.

“Tes serupa hampir tidak mungkin dilakukan terhadap laki-laki, baik karena anatomi tubuhnya maupun karena secara sosiologis simbol kesucian dibebankan kepada perempuan, bukan laki-laki,” tegasnya.

Kondisi selaput dara menurutnya dengan gampang dijadikan pembeda antara ‘perempuan baik-baik’ dan ‘perempuan nakal’. Stigma ‘perempuan nakal’sangat kuat di tengah aparat dan masyarakat yang kurang memiliki pemahaman bahwa ketidakutuhan selaput dara bukan saja akibat hubungan seksual.

“Stigma ini semakin kuat terutama di kalangan yang kurang memiliki kepekaan dan empati kepada perempuan korban perkosaan dan eksploitasi seksual. Budaya menghakimi moralitas dan perempuan korban kekerasan seksual dalam konteks ini mengemuka dalam perbedaan pernyataan di tubuh kepolisian ketika dihadapkan dengan pertanyaan tentang tes keperawanan,” ujarnya.

Komnas Perempuan berpendapat bahwa membiarkan praktik diskriminatif serupa tes keperawanan berarti mengingkari jaminan Konstitusi pada hak warga negara, utamanya Pasal 28I Ayat 2 untuk hak bebas dari diskriminasi dan Pasal 28G Ayat 1 tentang hak atas perlindungan diri, harkat dan martabat, dan Pasal 27 Ayat 1 tentang hak kesamaan di hadapan hukum dan pemerintahan.

“Komnas Perempuan mengecam sikap pejabat publik yang justru mendukung praktik diskriminatif, termasuk dalam tes keperawanan,” tegasnya.

Menurutnya, budaya penghakiman moralitas menurutnya juga dapat memutus akses pekerjaan bagi perempuan korban kekerasan seksual. Tes ini juga berpotensi melanggar Pasal 27 Ayat 2 dan Pasal 28D Ayat 2 tentang hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak.

Sebelumnya, Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Agus Rianto mengatakan yang dilakukan Polri kepada calon polwan sebatas memeriksa kesehatan organ reproduksi. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui apakah calon polwan tersebut memiliki penyakit atau gangguan pada organ reproduksinya.

Tes Keperawanan dilakukan berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2009 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Penerimaan Calon Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pasal 36 menyebutkan calon anggota perwira perempuan harus menjalani pemeriksaan obstetrics dan gynaecology (rahim dan genitalia). (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru