Oleh: Mang Ucup
Pada hari Senin 18 April 1955, Mang Ucup sudah bangun pagi sekali, karena ingin turut menyaksikan Konferensi Asia Afrika yang juga lebih dikenal dengan nama Konferensi Bandung. Mang Ucup yakin pasti akan jauh lebih meriah daripada perayaan 17 Agustus di Tegalega yang selalu Mang Ucup hadiri. Tenyata walaupun sudah tiba sebelum jam 07:00 pagi, jalan sudah dipadati penonton. Tetapi karena sudah melalui “training” dan terbiasa jadi calo karcis bioskop bertahun-tahun, akhirnya Mang Ucup bisa menerobos untuk jongkok di barisan paling depan.
Suasana di kedua tepi jalan di sepanjang Jalan Asia Afrika (Jalan Raya Timur), mulai dari depan Hotel Preanger sampai dengan kantor pos, sudah penuh sesak oleh rakyat yang ingin menyambut dan menyaksikan para tamu dari berbagai negara.
Sekitar pukul 08.30 WIB, para delegasi dari berbagai negara berjalan meninggalkan Hotel Homann dan Hotel Preanger menuju Gedung Merdeka secara berkelompok untuk menghadiri pembukaan Konferensi Asia Afrika.
Banyak di antara mereka memakai pakaian nasional masing-masing negaranya yang beraneka corak dan warna, termasuk Bung Karno dan Bung Hata sendiri. Oleh sebab itulah perjalanan awal menuju Gedung Merdeka tempat pembukaan Konferensi Bandung ini lebih dikenal sebagai The Bandung Walk atau biasa disebut juga jalan kaki bersejarah atau “Historical Walk”.
Pada saat itu Mang Ucup belum mengerti politik, karena lebih tertarik dengan main layang-layangan. Walaupun demikian, ada beberapa tokoh yang telah Mang Ucup kenali dari media yang turut berjalan kaki pada saat itu selain Bung Karno dan Bung Hata, yaitu Perdana Menteri dari Birma (U Nu), India (Jawaharlal Nehru), dan Indonesia (Ali Sastroamidjojo). Sudah tentu juga Zhou Enlai (Perdana Menteri Tiongkok) yang saya tunggu-tunggu, karena tidak bisa dipungkiri sebagai anak keturunan Tionghoa, saya merasa bangga atas kehadiran Zhou Enlai. Selain itu juga telah bisa menyaksikan dengan mata kepala sendiri “Jalan Kaki Bersejarah – The Bandoeng Walk!”
Sebetulnya, pada Sabtu 16 April 1955 para wartawan telah menantikan Zhou Enlai, Perdana Menteri Tiongkok. Kesaksian wartawan Indonesian Observer, Charlotte Clayton Maramis menyebutkan, bahwa ia menjadi sosok penting karena nyawanya diincar oleh saudara sebangsanya sendiri. Tersebar berita bahwa pesawat yang ditumpangi Perdana Menteri Tiongkok itu mengalami kecelakaan. Namun kemudian ada kabar bahwa Zhou Enlai tidak ada dalam pesawat itu karena dipindahkan ke pesawat lain. Hingga sore hari orang yang ditunggu tidak datang.
Zhou Enlai yang ditunggu-tunggu itu baru datang keesokkan harinya, Minggu 17 April 1955. Zhou Enlai datang bersama 28 anggota delegasi RRC. Seorang pelajar pria dari SMP 2 (Ching Hua) Cihampelas Bandung mengalungkan karangan bunga ke lehernya dan langsung disambut jabat tangan Perdana Menteri Zhou Enlai. Nama pelajar itu Leung Sze Mau (kemudian berganti nama menjadi Jackson Leung). Dia sangat beruntung mendapat sentuhan tangan dari kedua tokoh besar yang memberi semangat dalam jiwanya. Begitu bangganya dia karena mendapat kesempatan berjabat tangan dengan Zhoe Enlai dan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo, sampai-sampai ia tidak mau mandi, karena takut kehilangan bau bekas tangan mereka.
Saat ini, Jackson telah sukses mengembangkan usahanya. Dia tinggal dan menjadi warga negara Hong Kong. Dia menikah dengan warga Hong Kong, dan telah memiliki dua putra dan empat cucu. Ia merasa bangga sebagai warga kelahiran Bandung, maka dari itu juga sampai saat ini ia masih fasih berbahasa Sunda. Jackson memiliki nama warga seperti Mang Ucup, bahkan dilahirkan pada tanggal yang sama, hanya beda dua tahun lebih tua. Jackson lahir pada tanggal 19 Juli 1940. Mang Ucup sebagai warga kelahiran Bandung tentu merasa bangga atas terselenggaranya Konferensi Asia Afrika di Bandung sehingga mendapatkan nama Konferensi Bandung. Betapa tidak?
Jiwa Bandung dengan Dasa Silanya telah mengubah pandangan dunia tentang hubungan Internasional. Bandung telah melahirkan faham Dunia Ketiga atau Non-Aligned atau yang dikenal sebagai Non-Blok terhadap Dunia Pertama, Washington, dan Dunia Kedua, Moscow. Jiwa Bandung juga telah mengubah struktur Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Forum PBB bukan lagi forum eksklusif Barat ataupun Timur. Konferensi Bandung dihadiri oleh 29 negara atau lebih dari 50 persen penduduk dunia pada saat itu.
Pidato pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi Asia–Afrika (KTT Asia Afrika) oleh Presiden RI Ir. Soekarno telah berhasil menarik perhatian, mempesona, dan mempengaruhi seluruh hadirin, di mana pada akhir pidatonya beliau mengucapkan “I hope that it will give evidence that Asia and Africa have been reborn, that a New Asia and New Africa have been born!” (Saya berharap , bahwa akan menjadi kenyataan, bahwa Asia dan Afrika telah lahir, bahwa akan menjadi kenyataan, bahwa Asia dan Afrika telah lahir kembali. Ya, lebih dari itu, bahwa Asia Baru dan Afrika Baru telah lahir!
* Penulis adalah nettizen kelahiran Bandung, tinggal di Belanda.