WJ Thukul dan Munir, dua pejuang yang hilang dan mati oleh dua rezim yang berbeda. Mereka berdua mewakili jutaan korban pelanggaran HAM di Indonesia sejak tahun 1965. Thukul hilang bersama beberapa pimpinan Partai Rakyat Demokratik (PRD) oleh Tim Mawar yang dibentuk oleh Kopassus pada tahun 1997. Munir mati diracun arsenik oleh operasi intelejen negara tahun 2004.
Bersama beberapa pimpinan PRD, Thukul diculik dibawah rezim militer Presiden Soeharto. Karena sebagai kaki tangan Amerika yang waktu itu dipimpin oleh Presiden Bill Clinton dari Partai Demokrat, Soeharto harus memastikan kepentingan Amerika tidak diganggu oleh PRD yang disinyalir sebagai jelmaan Partai Komunis Indonesia (PKI) generasi keempat.
Munir sebagai seorang human-right defender, diracun dibawah rezim demokratis dimasa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri. Beberapa sumber menyebutkan bahwa munir dibunuh karena mulai membongkar pelanggaran HAM di Papua yang melibatkan perusahaan emas Freeport Mc. Moran. Saat itu Amerika dipimpin oleh Presiden George Bush dari Partai Republik.
Keduanya adalah korban kejahatan HAM yang dilakukan oleh aparat negara yang dipimpin oleh dua presiden Indonesia yang berbeda dalam dua masa yang berbeda. Tapi keduanya berujung pada satu kepentingan tunggal yaitu kepentingan ekonomi-politik Imperialisme Amerika.
Capres 2014
Saat ini pencalonan presiden Indonesia dimasa depan terbagi atas dua kubu besar yaitu Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP) dengan calon presidennya Joko Widodo (Jokowi). Disisi lain Partai Gerindra dengan calon presidennya Prabowo Soebiyanto. Kedua calon presiden ini masih juga tidak lepas dari bayang-bayang kepentingan Amerika.
Prabowo Soebiyanto di tolak habis oleh Amerika. Sedangkan Jokowi di dukung berat oleh Amerika. Bahkan belum pernah secara terang-terangan seperti saat ini, Kedutaan Amerika menggalang dukungan untuk pencalonan presiden Republik Indonesia, bahkan ikut mengkampanyekan Jokowi for Presiden sejak, masih menjadi Walikota Solo.
Dua bulan belakangan ini pelanggaran Hak Azasi Manusia (HAM) masa lalu kembali mengemuka, menjadi konsumsi berbagai media massa. Khususnya kasus penculikan yang ditudingkan pada calon presiden Prabowo Soebiyanto. Memasuki bulan Mei apalagi menjelang peringatan Mei 1998 isu pelanggaran HAM meluas pada kasus Penembakan Semanggi I dan II, Penembakan di Universitas Trisakti dan kerusuhan 1998. Jadi, ada titik temu antara trauma sosial pelanggaran HAM 1997-1998 dengan situasi menjelang pemilihan presiden 2014.
Sebaliknya, Joko Widodo pernah berjanji pada keluarga korban pelanggaran HAM, bahwa dirinya tidak akan melupakan kasus penculikan yang belum tuntas sampai saat ini. Janji Jokowi ini berhasil memenangkan hati banyak aktivis dan keluarga korban HAM dari tahun 1965 sampai masa penculikan. Sampai-sampai harus menutup mata, bahwa Amerika yang berada dibelakang pencalonan Jokowi.
Kepentingan Koorporasi
Memang ada teori, di Amerika telah terjadi perubahan signifikan semenjak Barrack Obama menjadi presiden. Bahkan Jokowi dipaksakan sebagai personifikasi Barrack Obama di Indonesia. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa national interest (kepentingan nasional) bagi Amerika adalah mempertahankan hegemoni dan dominasi koorporasi yang sudah berkuasa ratusan tahun di Amerika. Obama saat ini sedang mati-matian menghadapi kepentingan koorporasi.
Kepentingan koorporasi Amerika yang menguasai tambang mineral, batubara gas dan minyak di Indonesia. Itulah yang menggerakkan penggulingan Soekarno lewat kudeta militer 1965 dan mengakibatkan pelanggaran HAM pada 3 juta nyawa anggota PKI, Soekarnois dan rakyat biasa di seluruh wilayah Indonesia.
Kepentingan koorporasi Amerikalah yang menyebabkan rakyat Papua kehilangan wilayah adatnya untuk pertambangan emas dan mengorbankan anak-anak Papua
Kepentingan Amerikalah yang mendorong pemerintahan Soeharto melakukan invasi dan penjajahan yang mengakibatkan pelanggaran HAM di Timor-timur.
Hal yang sama di Aceh dan berbagai daerah di Indonesia tidak akan terlepas dari kepentingan ekonomi dan politik Amerika. Termasuk memilih dan menjadikan presiden Republik Indonesia yang akan datang. Rakyat dan Pemilu hanya modus yang bernama demokrasi.
Tulisan ini bukan untuk mendukung Jokowi ataupun Prabowo Soebiyanto. Tidak juga untuk anti Jokowi ataupun anti Prabowo Soebiyanto. Juga bukan untuk anti orang Amerika. Namun, bukankah ini saat yang tepat bagi rakyat dan elit politik untuk sadar bahwa reformasi telah menjadi jalan adu domba bangsa atas nama demokrasi agar tetap dalam cengkraman dominasi Imperialisme.
Dengan demikian, tanpa kampanye HAM-pun, kalau kaum Imperialis sudah berkehendak, maka jadilah!