JAKARTA- Dewan Negara China pada hari Minggu (27/4/2025) menyetujui pembangunan 10 reaktor nuklir baru. Keputusan ini menunjukkan kepercayaan kuat pemerintah terhadap energi nuklir sebagai bagian inti dari transisi energi bersih negara tersebut.
Ini merupakan tahun keempat berturut-turut China menyetujui setidaknya 10 reaktor baru.
Saat ini, Negeri Tirai Bambu memiliki 30 reaktor yang sedang dalam tahap pembangunan, hampir sebagian dari total reaktor yang dibangun di seluruh dunia.
Tiongkok diperkirakan akan melampaui Amerika Serikat (AS) dan menjadi produsen energi atom terbesar di dunia pada akhir dekade ini.
Menurut laporan media lokal, The Paper, 10 reaktor terbaru ini diperkirakan menelan biaya total 200 miliar yuan (sekitar Rp462 triliun).
Empat reaktor di antaranya diberikan kepada China General Nuclear Power Corp (CGN), yang akan ditempatkan di pembangkit listrik Fangchenggang dan Taishan.
Sementara itu, China National Nuclear Corp (CNNC), State Power Investment Corp, dan China Huaneng Group Co masing-masing mendapatkan persetujuan untuk dua reaktor.
Sejumlah saham perusahaan nuklir China mengalami kenaikan pada perdagangan dibuka pada hari Senin. Saham CGN Power Co yang terdaftar di Hong Kong melonjak 4,1%.
Dewan Kelistrikan China mengatakan kapasitas nuklir negara tersebut akan mencapai 65 gigawatt pada akhir tahun 2025, meningkat dari kurang dari 60 gigawatt pada tahun lalu.
Asosiasi Energi Nuklir China dalam laporannya yang diterbitkan pada hari Minggu memproyeksikan bahwa pada tahun 2040, armada nuklir negara ini akan mencapai 200 gigawatt dan menyumbang sekitar 10% dari total produksi listrik.
Kunci keberhasilan rencana keinginan ini adalah menjaga kedisiplinan biaya. Harga per unit sebesar US$2,7 miliar (sekitar Rp46 triliun) untuk masing-masing dari 10 reaktor yang direncanakan sangat kontras dengan proyek-proyek serupa di AS dan Eropa yang berkepanjangan berkepanjangan dan pembengkakan biaya.
Di Inggris, dua reaktor yang sedang dibangun di Hinkley Point C diperkirakan menelan biaya gabungan 47,9 miliar pound sterling (sekitar Rp1.072 triliun).
China diuntungkan oleh sistem yang dikelola negara, yang memberikan pengembang proyek akses ke pinjaman dengan suku bunga rendah. Ini merupakan penghematan yang signifikan mengingat sebagian besar biaya pembangkit listrik tenaga nuklir adalah biaya konstruksi awal.
Selain itu, melanjutkan proyek-proyek yang ada memungkinkan rantai pasokan menjadi lebih matang dan kru konstruksi mendapatkan pengalaman, sehingga mengurangi risiko tertundanya yang mahal. (Web Warouw)