Jumat, 13 Desember 2024

TUMPAS HABIS…! 4 Pejabat BPN Ditangkap, DPR: Momentum Tumpas Mafia Tanah

JAKARTA – Anggota Komisi II DPR Guspardi Gaus menilai penangkapan empat pejabat Badan Pertanahan Nasional (BPN) di Jakarta dan Bekasi oleh pihak kepolisian harus menjadi momentum untuk menumpas para mafia tanah.

Menurut Guspardi, keberadaan para mafia tanah telah merugikan masyarakat dan perlu langkah tegas untuk memberantasnya.

“Ditangkapnya empat pejabat BPN di Jakarta dan Bekasi dapat dijadikan genderang perang penumpasan mafia tanah,” ujar Guspardi kepada wartawan, Senin 18 Juli 2022.

Menurut Guspardi, persoalan mafia tanah memang sudah membuat gerah masyarakat. Para mafia tanah ini selalu melibatkan banyak pihak, termasuk oknum di BPN, pemodal dan oknum di beberapa lembaga/institusi negara sampai aparat desa/kelurahan serta pihak terkait lainnya.

“Menurut informasi dari pihak kepolisian dalam kasus mafia tanah yang melibatkan empat pejabat BPN ini, para tersangka menggunakan modus penyalahgunaan program pendaftaran tanah sistematis lengkap atau PTSL dengan memungut biaya dari masyarakat,” katanya.

Para pejabat itu, kata Guspardi, diduga bekerjasama dengan para mafia tanah dengan menyalahgunakan wewenangnya untuk menertibkan sertifikat tanah tertentu menggunakan dokumen atau warkah yang tidak sesuai dan diduga palsu.

Dengan begitu sertifikat yang seharusnya menjadi hak pemohon program PTSL, bisa beralih kepemilikan menjadi milik pemberi dana kepada pejabat BPN.

Guspardi menuturkan, Kementerian ATR/BPN yang merupakan mitra kerja Komisi II DPR memang sedang gencar melaksanakan program PTSL.

Guspardi berharap masyarakat mengurus sendiri pendaftaran sertifikat tanah dan tidak boleh menggunakan calo serta tidak perlu menyuap petugas BPN.

“Masyarakat yang mengurus sertifikat tanah melalui PTSL tidak perlu mengeluarkan biaya mulai dari sosialisasi, pengukuran, hingga penerbitan sertifikat tanah telah ditanggung oleh APBN alias gratis,” ungkap dia.

Namun, kata Guspardi, pra-PTSL memang memberikan kewenangan pemerintah desa dalam rangka persiapan boleh menarik biaya kepada masyarakat, sebagaimana dilansir dilaman Berita Satu.

Keputusan ini merupakan hasil surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri yaitu Menteri ATR/BPN, Menteri Dalam Negeri (Mendagri), dan Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT).

“Paling rendah di pulau Jawa Rp 150.000, dan paling tinggi di Papua sekitar Rp 450.000. Biaya ini dipergunakan pemdes untuk tiga jenis kegiatan, meliputi kegiatan penyiapan dokumen, pengadaan patok dan materai, dan operasional petugas desa atau kelurahan,” jelas dia.

Untuk itu, kata Guspardi, pengusutan mafia tanah harus dilakukan secara menyeluruh. Kasus di Jakarta dan Bekasi, menurut dia, harus menjadi lecutan dan komitmen aparat penegak hukum untuk menabuh genderang perang kepada mafia tanah sebagai prioritas. Ditekankan, siapa pun yang terlibat dan menjadi backing mafia tanah, harus ditumpas dan diseret ke pengadilan.

“Selain itu, Kementerian ATR/BPN harus memecat oknum pejabat BPN yang terlibat dalam praktek mafia tanah. Juga melakukan pembersihan besar-besaran ke dalam institusi BPN untuk menghilangkan oknum-oknum yang terlibat dalam sindikat mafia tanah,” kata anggota Panja Mafia Tanah DPR RI tersebut.

Sebelumnya, Polda Metro Jaya Polda Metro Jaya menangkap puluhan orang terkait kasus mafia tanah di DKI Jakarta dan Bekasi.

Empat orang di antaranya merupakan pejabat BPN. Dua di antaranya adalah PS Ketua Tim Adjudikasi PTSL BPN Jakarta Selatan dan MB Ketua Tim Adjudikasi PTSL BPN Jakarta Selatan. PS kini menjabat Koordinator Substansi Penataan Pertanahan BPN Kota Administrasi Jakarta Utara.

“(Empat kasus mafia tanah terjadi) di Jagakarsa, Jakarta Selatan, kemudian Cilincing, Jakarta Utara, dan Babelan Bekasi,” ujar Kepala Subdirektorat Harta dan Benda (Harda) Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Petrus Silalahi.

“Modusnya lainnya adalah sertifikat masyarakat yang seharusnya sudah selesai tetapi ditahan oleh pejabat BPN dan justru diubah datanya, diganti identitasnya, data yuridisnya menjadi milik orang lain.

Kepada Bergelora.com di Jakarta dilaporkan, modus ini bahkan diduga telah menimbulkan banyak korban. Ini merupakan perampasan hak dan sungguh keterlaluan,” tegas Guspardi. (Web Warouw)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru