JAKARTA- Wabah MERS CoV di Korea Selatan saat ini telah mencapai 186 kasus dengan 36 orang meninggal. Secara total Korea Selatan menangani, memeriksa dan mengkarantina 16.668 orang sebagai kontak untuk mendeteksi kemungkinan penularan luas di masyarakat. Hal ini disampaikan oleh Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Prof dr Tjandra Yoga Aditama SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE kepada Bergelora.com dari Manila, Pilipina di tengah pertemuan World Health Organization (WHO) 21-23 Juli 2015 di Manila, Rabu (22/7).
Ia menjelaskan bahwa di Korea Selatan, sebanyak 13,6% kasus (25 orang) adalah petugas kesehatan, terdiri dari 8 orang dokter, 15 orang perawat dan 2 orang petugas radiologi.
“Sejumlah 81 kasus (44%) MERS CoV adalah sebenarnya orang yang datang/dirawat di Rumah Sakit karena sakit yang lain, lalu karena mereka kebetulan ada di RS yang sama dengan pasien MERS CoV maka mereka jadi tertular MERS CoV juga. Jadi mereka akhirnya dirawat dengan dua penyakit sekaligus,” jelasnya.
Menurutnya, pasien lain adalah keluarga pasien MERS CoV sebanyak 52 orang, (28,3%), penunggu pasien 9 orang (4,9%) dan Lain-lain sebanyak 17 orang (9,2%).
Korea Selatan juga melakukan penelitian pada 7.468 pasien pneumonia yang dirawat di rumah-rumah sakit. Juga dilakukan pemeriksaan pada 2.111 kasus pneumonia yang dirawat di ICU negara itu.
“Untuk dinyatakan bebas dari MERS CoV, maka perlu waktu 28 hari sesudah pasien terakhir dinyatakan dua kali pemeriksaan PCR(Polymerase Chain Reaction-red) nya negatif,” ujarnya.
Dalam pertemuan WHO di Manila, Kementerian Kesehatan Korea Selatan menyampaikan 4 analisa penting tentang kenapa MERS CoV di negara itu meluas dan jadi masalah besar. Tjandra Yoga menjelaskan bahwa 4 analisa penting itu adalah kurang cepatnya upaya mendeteksi kontak yang mungkin sudah tertular. Terlalu sempitnya definisi kontak, sehingga kurang banyak yang di kejar untuk di cek sebagai kontak. Pasien biasanya berobat ke satu dokter, lalu beberapa hari kemudian pindah ke dokter lain, lalu pindah lagi ke dokter lain.
“Yang keempat adalah, penularan di rumah sakit terjadi karena amat penuhnya pengunjung Ruang Gawat Darurat, dan juga bangsal rumah sakit yang isinya beberapa tempat tidur sekaligus. Juga kebiasaan ada penunggu pasien yang ikut tinggal di rumah sakit,” jelasnya.
Global Health Security
Dalam pertemuan WHO di Manila itu, Tjandra Yoga Aditama ditunjuk menjadi Co-Chair Technical Advisory Group Asia Pasific Strategy on emerging infectious diseases / EID (APSED). Selain dirinya yang menjadi anggota APSED mewakili negara SEARO sejak 2 tahun yang lalu, anggota lainnya adalah seorang Profesor Epidemiologi dari Mahidol Univesity, Profesor dari Jepang dan pejabat Kementerian Kesehatan dari Singapura dan Tiongkok.
“Salah satu topik yang akan dibahas dalam pertemuan dengan perwakilan negara-negara anggota WHO Asia Tenggara dan Pasifik Barat adalah kemungkinan penggabungan penanganan IHR, EID dan Humanitarian Health Crisis (karena bencana alam) dalam satu unit, mungkin juga menangani Global Health Security Agenda,” jelasnya. (Calvin G. Eben-Haezer)