BANDAR LAMPUNG- Pemilukada 9 Desember 2015 diharapkan tidak menjadi demokrasi prosedural semata, karena nasib jutaan rakyat dan stabilitas negara akan menjadi taruhannya. Oleh karena itu penegakan hukum harus segera berjalan sebelum pilkada berlangsung agar tidak ada lagi calon kepala daerah yang diduga korupsi atau bermasalah dengan hukum. Hal ini disampaikan oleh Jurubicara Jarangan 98, Ricky Tamba di Bandar Lampung kepada Bergelora.com, Selasa (21/7).
“Indikasi korupsi dan pidana seperti ijazah palsu yang disangkakan kepada petahana (incumbent) dan calon lain harus tuntas sebelum hari H, agar tidak rawan politisasi. KPK, Kejaksaan dan Kepolisian harus segera bergerak,” ujarnya.
Menurutnya masa depan bangsa, pemerintahan dan negara yang bersih saat ini tergantung pada keseriusan penegak hukum seperti KPK, Kejaksaan dan Kepolisian untuk menjamin pemerintahan daerah yang bersih dari calon-calon kepala daerah yang korup. “KPK jangan alay lebay, baru OTT terus sibuk pencitraan. Tunjukkan taringmu, tangkap calon kepala daerah yang korup, juga bandarnya. Kejagung dan Polri harus bersinergi karena keterbatasan personil KPK, serta bereskan pidana di luar korupsi. Jangan tebang pilih. Di bawah komando Presiden Jokowi, tegakkan hukum walau langit runtuh!” pungkas Ricky.
Ia mengingatkan apabila penegakan hukum tidak segera berjalan maka akan berpotensi amok massa yang luas di daerah-daerah yang sarat dengan kasus korupsi.
“Ada potensi amok dalam beberapa tahun ke depan. Konfliknya kualitatif yakni pertentangan kaya-miskin, tak rasialis diskriminatif lagi. Berbahaya bila rakyat dipaksa kerja keras tiap hari hanya untuk sambung hidup, sementara pejabat foya-foya, korupsi merajalela dan negara tak berdaya,” ujarnya.
Ricky menyarankan Presiden Joko Widodo segera mengambil terobosan ‘thinking out of the box’ yang konkrit dan terukur di bidang penegakan hukum. Bila tidak, keresahan rakyat mudah dimanipulasi elite busuk antek nekolim neoliberalisme untuk disintegrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Sebagai kepala negara, Jokowi menurutnya berhak intervensi positif KPK, Polri, Kejagung, BIN, dan bisa perintahkan TNI untuk BKO (Bawah Kendali Operasi) supervisi KPK lakukan cegah tangkal dini dan operasi terbatas antikorupsi.
“KUHP dan KUHAP sudah usang dan kolonialistik warisan Belanda. Cepat berlakukan yang baru, zakelijk ketat, tidak banyak celah. Pidana korupsi sebagai ancaman pokok stabilitas negara, bisa dibuat bab tersendiri. Sanksi tak hanya hukuman mati, juga penyitaan aset dan pemiskinan koruptor,” tegas Ricky. (Ernesto A. Goevara)