JAKARTA- Penelitian vaksin Ebola di Jenewa dihentikan sementara, karena ada relawan yang timbul keluhan sendi setelah dapat kandidat vaksin Ebola. Penelitian di Afrika masih terus berjalan. Hal ini disampaikan oleh Kepala Balitbangkes, Kementerian Kesehatan, Prof dr Tjandra Yoga Aditama, SpP (K) , MARS, DTM&H, DTCE kepada Bergelora.com di Jakarta dari Bangkok, Selasa (16/12).
“Penelitian pada 43 kasus, ternyata pada 3 kasus maka Virus Ebola tetap ditemukan pada sperma pasien yang sudah sembuh‎ 40 hari, 61 hari dan 82 hari, ini penting untuk potensi penularan,” jelasnya.
Ia menjelaskan bahwa, pencegahan dan deteksi yang dilakukan di pintu masuk negara ASEAN dan sekitarnya, sebagai tindak lanjut pertemuan ASEAN plus three Health Minister Special Meeting on Ebola Preparedness and Response di Bangkok kemarin dilakukan kombinasi setidaknya dengan 5 kegiatan.
“Identifikasi penumpang dari negara terjangkit, dapat dengan health alert card, keterlibatan pemeriksaan paspor oleh imigrasi, kerjasama dengan pimpinan bandara dan airline, dan lainnya,” jelasnya.
Perlu juga menurutnya melakukan identifikasi kemungkinan gejala, dapat dengan thermal scanner atau pemeriksaan kewaspadaan petugas.
“Penanganan mereka yang dicuri‎gai, di klinik KKP misalnya, atau di tempat lain yang ditunjuk, dilengkapi dengan sistem rujukan ke RS yang tertata baik,” ujarnya.
Selain itu setiap negara menurutnya harus tetap melakukan surveilans ketat di daerah‎, dalam bentuk kerjasama Dinas Kesehatan di daerah itu.
“Perlu komunikasi risiko, dalam bentuk penyuluhan kesehatan. Kalau nantinya ada kasus di ASEAN dan negara sekitar lain, maka selain penangan kasus itu maka akan dilakukan penelusuran kontak, desinfeksi dan surveilans ‎selama 21 atau 42 hari,” ujarnya.
Ia memberikan contoh pada petugas Kementerian Kesehatan Cina yang ikut hadir di acara ASEAN plus three Health Minister Special Meeting on Ebola Preparedness and Response di Bangkok, yang baru bisa beraktifitas setelah dikarantina 21 hari kembali dari Afrika Barat.
Ia menambahkan selain topik tunggal pada pertemuan‎ antar Menkes ASEAN plus 3 (China, Jepang dan Korea) di Bangkok, maka Ebola juga jadi salah satu topik utama pertemuan yang dihadiri Presiden Jokowi di Korea beberapa hari yang lalu.
Tjandra Yoga Aditama mendampingi Menteri Kesehatan RI menghadiri “ASEAN plus three Health Minister Special Meeting on Ebola Preparedness and Response”, pada 15 Desember 2014 di Bangkok.
Acara pembukaan pertemuan Ebola, salah satu wabah terbesar yang dialami dunia‎, dilakukan langsung oleh Perdana Menteri Thailand, Jenderal Prayut Chan-o-cha. Pada acara ini juga disampaikan video message dari DirJen WHO dan kepala UNMEER.
Kesimpulan pertemuan antar Menkes ini untuk menunjang penanggulangan Ebola di kawasan ini adalah‎ di tingkat nasional memperluas ruang lingkup Ebola preparedness plan dengan memasukkan pandemi dan Ebola.
Selain itu dilakukan peningkatan kapasitas nasional sesuai WHO roadmap. Surveilans dilakukan pada pintu masuk negara.
“Setiap negara wajib memberikan prioritas tinggi, berupa simulasi multisektor‎, operation center, respon terkoordinasi,Peningkatkan pengetahuan masyarakat
Di tingkat regional dilakukan peningkatkan kerjasama pencegahan, informasi, pengalaman, pelatihan, investigasi wabah, penelusuran kontak, laboratorium.
Juga penguatan mekanisme regional untuk preparedness and response, meningkatkan sarana komunikasi antar Kementerian Kesehatan, kerjasama dukungan sumber daya, dan riset, memperkuat sistem kesehatan melalui SDM kesehatan, pelayanan kesehatan primer dan Universal Health Coverage,” jelasnya.
Di tingkat global diupayakan dukungan membantu negara terjangkit Ebola‎, dalam bentuk surveilans dan respon bantuan sumber daya ke negara terjangkit, dalam bentuk SDM, alat, anggaran, logistik, laboratorium, termasuk kemungkinan evakuasi tenaga internasional yang tertular.
“Perlunya kerjasama multisektor untuk penanggulangan dan juga pemulihan wabah, serta mencegah wabah di masa mendatang,” tegasnya. (Tiara Hidup)