Jumat, 29 Maret 2024

Yusril Curigai Arah Penyelidikan Kejagung Pada Skandal Freeport

JAKARTA- Tindakan Kejaksaan Agung untuk lebih dahulu menindak lanjuti pemeriksaan skandal Freeport belakangan menimbulkan kecurigaan beberapa pihak. Apalagi ternyata barang bukti rekaman sudah ditangan Kejaksaan Agung. Hal ini diungkap oleh ahli hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra kepada Bergelora.com di Jakarta, Sabtu (5/12).

“Kejagung juga buru-buru “menyita” HP MS (Ma’roef Sjamsuddin-red) konon untuk kepentingan penyelidikan? Ke arah mana penyelidikan Kejagung? Apakah dimaksud akan “menyeret” seseorang atau sekelompok orang dan “melindungi” nama-nama lainnya?

Kenyataan ini menurutnya sangat serius, apalagi akhir-akhir ini Kejagung terus ditimpa rumors tidak sedap, yakni “bias” dalam melakukan langkah penegakan hukum.

“Karena terlalu banyak kepentingan politik dan bisnis dari para politisi dan pengusaha di balik layar,” ujar Yusril.

Yusril Ihza Mahendra mengatakan sidang etik MKD nampaknya memang fokus ke papa minta saham. Setelah sidang terbuka, ternyata banyak hal baru yang mengejutkan. Salah satunya, dalam rekaman yang terungkap hal lain yang justru harus juga dijadikan perhatian aparat penegak hukum.

“Salah satunya ialah disebutkan dalam rekaman adanya uang Rp 250 milyar yang disebut diberikan MR ke dua pasangan capres baik Jokowi-JK maupun Prabowo-Hatta. Keterangan ini harusnya dijadikan informasi penting untuk disidik lebih dalam oleh aparatur penegak hukum,”ujar Yusril.

Sebab menurutnya, kalau rekaman itu benar, jelaslah bahwa ini adalah pelanggaran hukum dan bukan sekedar pelanggaran etik. Ini menyangkut pasangan capres dan salah satunya kini terpilih menjadi presiden dan wakil presiden.

Sejumlah pihak menurutnya nampak mulai khawatir dengan terungkapnya hal baru ini. Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono anung sudah wanti-wanti bahwa yang direkam itu ada yang benar dan yang tidak benar. Hal-hal lain yang terungkap dalam sidang MKD oleh Pramono disebut sebagai “hiperbola”.

“Apakah uang Rp 250 milyar itu juga termasuk hiperbola seperti dimaksud Pramono? Hiperbolanya Pramono Anung jelas menggambarkan selera dan kepentingan politiknya sendiri. Yang cocok sama kepentingannya disebut benar, yang tak cocok disebutnya hiperbola. Kalau begini keadaannya susah mengharapkan hukum dan keadilan akan tegak di negara ini,” ujarnya.

Bukan Penyadapan
Kejaksaan Agung membantah tengah bermain politik dalam mengusut kasus dugaan rekaman pencatutan nama Presiden oleh Ketua DPR RI Setya Novanto menyangkut perpanjangan kontrak PT Freeport Indonesia.

“Kami penegak hukum, kami akan lakukan secara objektif, proporsional, dan profesional,” kata Jaksa Agung H.M. Prasetyo kepada media massa di Jakarta, Jumat (4/12) .

Kejaksaan Agung juga menegaskan bahwa rekaman suara kasus PT Freeport Indonesia bukan penyadapan, namun tetap bisa dijadikan alat bukti untuk mengusutnya.

“Ini bukan penyadapan, merekam pertemuan mereka itu, kan semuanya sudah dijelaskan di MKD,” kata Prasetyo.

Ia menjelaskan, pidana itu mencari kebenaran materiil karena yang penting adalah substansinya benar atau tidak.

Dia mengatakan, penyadapan itu diatur oleh ketentuan seperti kejaksaan harus meminta izin dari pengadilan dan berbeda dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang setiap saat bisa melakukan penyadapan.

Ia mengatakan bahwa Maroef Sjamsoeddin, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, tidak memiliki kompetensi untuk menentukan soal keabsahan rekaman seperti saat proses meminta keterangan di MKD.

“Adanya dugaan nanti kami yang akan menentukannya, kalau kami ke arah masalah kriminalitas atau tidak,” kata Prasetyo.

Kejaksaan Agung akan meminta bantuan ahli informatika dan telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) untuk mengecek keaslian rekaman perbincangan yang diduga dilakukan Ketua DPR Setya Novanto. (Web Warouw)

 

 

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,110PelangganBerlangganan

Terbaru