JAKARTA- Menkumham Yasonna H. Laoly akan khianati Reformasi jika sahkan salah satu kubu dalam konflik internal Partai Golkar. Hal ini ditegaskan oleh ahli hukum Yusril Ihza Mahendra kepada Bergelora.com di Jakarta, Kamis (12/3).
“Saya menegaskan bahwa Presiden Jokowi harus segera mengevaluasi kinerja Menkumham dalam pengesahan pengurus parpol. Sudah dua kali Menkumham lakukan kesalahan dalam pengesahan tersebut,” ujarnya.
Kesalahan pertama Menkumham menurutnya, adalah dalam mengesahkan kubu Romi di Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ditengah konflik partai tersebut.
“Kini Menkumham bakal bikin kesalahan lagi dengan surat yang dikirimkannya ke DPP Golkar yang mengisyaratkan akan mengakui kubu Agung Laksono. Mumpung SK pengesahan kubu Agung Laksono belum diterbitkan, maka selayaknya Jokowi bertindak cepat cegah Yasonna bikin kesalahan fatal lagi,” katanya.
Yasonna menurut Yusril telah membuat kesan pemerintah Joko Widodo tukang adu domba parpol demi keuntungan diri sendiri memperkuat dukungan terhadap Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Kesan seperti itu tidak baik bagi pemerintahan Jokowi dan PDIP.
“PDIP sudah pernah mengalami betapa sakitnya diadu domba oleh pemerintah yang dukung kubu Suryadi lawan kubu Mega. Apa yang pernah dialami di masa lalu itu jangan diulangi ketika kini PDIP menjadi partai penguasa. PDIP harus berjiwa besar,” jelasnya.
Yusril mengingatkan bawah dirinya adalah orang pertama yang diserahi tanggung jawab oleh Presiden Habibie untuk mendrafting Undang-undang Partai Politik di tahun 1998.
“Ketika itu sikap saya tegas bahwa pemerintah tidak boleh campur tangan ke dalam parpol manapun. Pendaftaran parpol saya alihkan dari Depdagri ke Departemen kehakiman agar pendaftaran parpol bebas dari pertimbangan dan kepentingan politik pemerintah,” ujarnya.
Oleh karena itu Yusril kembali mengingatkan agar jika Menkumham keluarkan SK Dalam konflik internal Partai Golkar, tidak boleh ada samasekali pertimbangan dan kepentingan politik pemerintah agar demokrasi berjalan baik.
“Inilah cita-cita awal reformasi yang kita perjuangkan bersama. Jangan pemerintah jokowi melalui Menkumham mengkhianati hal ini,” tegasnya.
Kini menurutnya Menkumham dengan sengaja memutarbalikkan isi putusan Mahkamah Partai dengan melakukan pemihakan terhadap salah satu kubu yang berseteru. Dalam suratnya menkumham juga meminta agar DPP Golkar menyerahkan nama-nama susunan pengrurus dengan kriteria tertentu untuk disahkan. Dua hal terakhir ini menandakan adanya pertimbangan dan kepentingan politik dari Menkumham dalam pengesahan pengurus parpol yang tidak boleh dia lakukan.
“Hal itu mirip dengan apa yang dilakukan oleh dirjen sospol Depdagri di zaman Orde Baru dulu. Perilaku seperti ini sudah harus diubah oleh Jokowi,” tegasnya.
Menkumham menurut Yusril juga tahu bahwa sedang ada proses gugatan dari salah satu kubu di PN Jakarta Barat atas keabsahan kubu yang lain. Harusnya Menkumham sabar menunggu sampai proses peradilan berakhir dan telah ada putusan inkracht baru dia sahkan.
Dengan demikian menkumham tetap menjaga netralitas pemerintah dalam menghadapi konflik internal parpol.
“Tetapi apa yang dilakukan menkumham justru menafsirkan sepihak norma pasal 33 Undang-Undang Parpol bahwa putusan mahkamah partai adalah final dan mengikat. Dengan tafsiran seperti itu dan dengan cara memanipulasi isi putusan mahkamah partai, Menkumham buru-buru mau mensahkan salah satu kubu,” ujarnya.
Yusril menyayangkan, kesalahan dalam mengesahkan kubu Romi di PPP yang juga dilakukan dengan cara memanipulasi putusan mahkamah partai rupanya tidak menjadi pelajaran. Kesalahan serupa dilakukan lagi terhadap keinginan Menkumham untuk mengesahkan salah satu kubu dlm konflik internal Golkar.
“Karena kesalahan beruntun yang dapat berdampak membuat buruk citra Pemerintah, maka selayaknya dilakukan evaluasi terhadap kinerja Menkumham,” ujarnya. (Web Warouw)