Minggu, 18 Mei 2025

18 Propinsi Menolak Pembangunan Kantor DPD

JAKARTA- Sebanyak 28 anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dari 18 propinsi menolak pembangunan gedung kantor DPD di Daerah. Pembangunan gedung yang beranggaran Rp 25 Milyar per gedung disetiap daerah itu mencerminkan pemborosan dan tidak sensitif terhadap kehidupan rakyat yang semakin sulit.

 

“Perlu rakyat ketahui bahwa rencara pembangunan gedung DPD di setiap daerah itu bukan sikap dan kehendak lembaga negara DPD resmi, tetapi keinginan pribadi Irman Gusman yang kebetulan adalah Ketua DPD,” demikian anggota DPD dari Sulawesi Utara, Benny Ramdhani kepada Bergelora.com di Jakarta, Selasa (23/6)

28 anggota DPD tersebut berasal 18 propinsi yaitu dari Sulawesi Utara, DKI Jakarta, Nusa Tenggara Timur (NTT), Bangka-Belitung, Jambi, Bengkulu, Kalimantan Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Tengah, Jawa Timur, Kalimantan Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sumatera Utara, Lampung, Sulawesi Tengggara, Bali, Jawa Tengah dan Sumatera Barat.

Wakil Ketua Komite I DPD-RI ini menjelaskan bahwa alasan yang disampaikan oleh Irman Gusman bahwa pembangunan gedung DPD itu adalah amanat konstitusi khususnya Undang-Undang nomor 17/2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3) adalah tafsir yang manipulatif. Karena tidak ada amanat dalam konstitusi dan Undang-undang yang memerintahkan harus ada pembangunan gedung kantor DPD di setiap propinsi.

Undang-undang MD 3 tidak ada menyebutkan pembangunan kantor. Hanya menyebutkan bahwa anggota  DPD bekerja dan berkantor di daerah. Ini tidak berarti harus harus membangun kantor baru sendiri. Jangan manipulasi!” tegasnya.

Senator yang berlatar belakang aktivis 98 di Sulawesi Utara ini menjelaskan bahwa selama 10 tahun DPD, anggota DPD sudah mendapat dukungan penuh dari Pemda masing-masing daerah mendapatkan pinjaman tempat untuk bekerja. Ini sudah efektif dan efisien menghemat anggaran.

“Pemda masing-masing daerah meminjamkan ruang kantor, gedung, mengontrakkan. Hanya satu daerah yang punya gedung sendiri. Dan semua tidak mengganggu kinerja para senator,” ujarnya.

Ia mengatakan, kalau alasan Irman Gusman, pembangunan itu  adalah untuk menjawab kebutuhan menampung aspirasi rakyat di daerah maka alasan itu tidak mendasar dan hanya pembenaran untuk memenuhi hasratnya untuk menghamburkan anggaran negara.

“Inikan mencerminkan semua anggota DPD tidak memiliki sensitifitas terhadap kehidupan ekonomi rakyat yang semakin berat saat ini. Jelas ini bukan aspirasi rakyat malah kontraproduktif,” jelasnya.

Benny Ramdhani menjelaskan bahwa rakyat tidak merasakan langsung pentingnya ada DPD karena kewenangan lembaga perwakilan rakyat daerah yang memang lemah.

“Kalau rakyat ditanya mana yang lebih penting apakah penguatan kewenangan lembaga atau bangun gedung DPD ditiap daerah,– pasti jawabannya adalah yang terpenting adalah penguatan kewenangan DPD terlebih dahulu agar berguna bagi rakyat di daerah. Bukan pembangunan gedung untuk empat orang anggota DPD,” ujarnya.

Menurutnya untuk apa setiap anggota DPD bisa berkantor di daerah dengan gedung baru seharga Rp 25 Milyar tetapi tidak memiliki kewenangan yang kuat untuk memperjuangkan daerahnya. Kalau kewenangan lembaga DPD menjadi lebih kuat, maka otomatis aspirasi rakyat pasti dapat diperjuangkan.

“Seharusnya kita perjuangkan sama-sama peningkatan kewenangan kelembagaan DPD agar rakyat merasakan manfaatnya, baru bicara perencanaan pembangunan gedung,” jelasnya. (Web Warouw)

Artikel Terkait

Stay Connected

342FansSuka
1,543PengikutMengikuti
1,120PelangganBerlangganan

Terbaru