Rabu, 22 Maret 2023

Awas…! Mengingat Pembangkangan Sudirman Said Dalam Blok LNG Masela

Calon gubernur Jawa Tengah, Sudirman Said. (Ist)

JAKARTA- Sudirman Said sedang mencalonkan diri menjadi Gubernur Jawa Tengah dalam Pilkada 2018. Puluhan janji terus diumbar untuk memenangkan hati rakyat Jawa Tengah. Walau demikian, masyarakat Indonesia khususnya rakyat Maluku dan Maluku Utara tidak pernah lupa keterlibatan Mantan Menteri ESDM ini dalam silang pendapat Blok Masela. Mereka berharap agar hal ini tidak dilupakan oleh rakyat Jawa  Tengah dalam memilih pemimpin.

“Jangan kasih kesempatan orang seperti ini. Bukan cuma Jawa Tengah, tapi kita semua rakyat Indonesia yang beresiko, kalau dia dapat kesempatan memimpin lagi,” demikian Arnold Joseph, mewakili masyarakat kepada Bergelora.com dari Ambon, Minggu (29/4).

Sudirman Said memang menteri yang paling sering berseberangan dengan kebijakan Pemerintahan Joko Widodo. Masyarakat tidak pernah lupa, selain dalam kasus perpanjangan Kontrak Freeport McMoran, Sudirman Said pernah menentang pemerintahan Presiden Joko Widodo dalam kasus Penempatan Kilang LNG Blok Masela di daratan (onshore) Maluku. Tidak ada yang tahu, apa kepentingan Sudirman Said ngotot menempatkan Kilang Migas di laut (offshore).

Selaku Menteri ESDM, Sudirman Said menegaskan akan melanjutkan pengembangan Blok Masela dengan membangun fasilitas pengolahan LNG terapung di atas laut (FLNG) sesuai dengan rekomendasi dan hasil kajian SKK Migas.

Penegasan Sudirman Said ini bertolak belakang dengan keinginan dan arahan Presiden Jokowi kepada Menko Kemaritiman Rizal Ramli yang memilih untuk menyetujui pembangunan fasilitas pengolahan LNG di darat (onshore) karena dinilai lebih murah. Abdul Rachim, Tenaga Ahli Menko Maritim yang dipimpin Rizal Ramli mengatakan kepada CNN Indonesia, 23 September 2015 lalu.

Pada Maret 2016, pecah kisruh elit antara Kemenko Maritim dengan Kementerian ESDM soal Blok Masela, Maluku terkait hitungan investasi pembangunan kilang darat (onshore) dan laut (offshore). Tim Fortugo yang menjadi basis perhitungan Menko Maritim berbeda dengan Inpex dan Shell yang dijiplak mentah-mentah oleh SKK Migas dan Kementerian ESDM serta dipresentasikan kepada Presiden Jokowi. Padahal, Inpex dan Shell telah mengecilkan angka investasi (mark-down) agar bisa mendapatkan kontrak tersebut.

Salamuddin Daeng, Direktur AEPI dalam Actual.com, 15 Maret 2016 menegaskan bahwa pengembangan tambang gas Blok Masela, termasuk pembangunan kilang menggunakan skema offshore atau kilang terapung dinilai tidak efisien dan tidak menguntungkan negara. Hasil produksi gas yang tersedia di Blok Masela nantinya hanya akan terkuras untuk menutup pembiayaan pembangunan kilang yang terlampau mahal dan kita tidak dapat apa-apa.

Selain itu, cadangan gas Blok Masela akan menjadi kecelakaan sejarah bagi Indonesia karena pemerintah tidak pernah berpikir untuk mendorong BUMN memiliki saham di tambang tersebut.

Ichsanuddin Noorsy, Pengamat Ekonomi UI dalam RMOL.CO, 7 Maret 2016 menyebutkan Indonesia hanya mendapatkan keuntungan sesaat kalau mengembangkan Lapangan Abadi Blok Masela menggunakan skema offshore seperti diusulkan oleh Menteri ESDM.

Berdasarkan pengalaman Australia yang membangun kilang terapung justru negara itu mengalami kerugian disamping mahalnya biaya pembangunan di laut, tidak terkecuali hilangnya kesempatan kerja untuk rakyat. Apalagi, Blok Masela memiliki cadangan untuk 60 tahun ke depan. Dengan sendirinya biaya perawatan dan cost recovery akan lebih mahal sehingga akan berpengaruh kepada keuntungan Indonesia.

Dengan demikian pengelolaan Blok Masela juga menuntut penegasan siapa sesungguhnya pemilik sah dari blok lapangan gas abadi tersebut. Setidaknya ada tiga pemilik yang menguasai sumur bor Blok Masela, yakni pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, dan pemerintah pusat.

*Keinginan Rakyat Maluku*

Beberapa Guru Besar di Universitas Pattimura, Maluku dalam TribunBisnis, 29 Februari 2016 menyebutkan sikap Sudirman Said yang menuding ada kebohongan permintaan pembangunan kilang Blok Masela dilakukan secara onshore sangat mengherankan, karena permintaan kilang darat itu sesuai kebutuhan masyarakat Maluku. Hal ini disampaikan oleh Prof. Dr. A. Watloly, Prof. Dr. Mus Huliselan, dan Dr. Abraham Tulalessy.

Masyarakat Tanah Maluku (Maluku dan Maluku Utara) juga membuat teguran keras kepada Menteri ESDM Sudirman Said karena ngotot untuk membangun kilang Blok Masela di laut (offshore).

“Sangat mengherankan, ketika semua orang mendukung pembangunan di darat (onshore), Sudirman Said seolah memiliki agenda sendiri. Seharusnya dia sadar sebagai pembantu presiden, bukan dia yang presiden,” demikian Dr. Abraham Tulalessy dalam kesimpulan Forum Publik bertajuk ‘Blok Masela dan kolonialisasi Abad 21’ yang menghadirkan Dr. Sujud Surajuddin, Dr. Halid Truly, Elsye Mailoa, DPRD DKI Jakarta, Budayawan Heintje Hitalessy, John Pattihawean, SH (aktivis), Franky J. Sahetapy, SH., MHum dari Kesatuan Pelaut Indonesia), Badri Tubaka mewakili Pemuda Maluku.

Adhie Massardi, Koordinator Gerakan Indonesia Bersih kepada media massa saat itu mengatakan Sudirman Said sendiri menolak ajakan dilakukan debat publik terkait rencana eksplorasi di Blok Masela. Akhirnya, Sudirman Said melakukan tindakan pengecut dengan penyerahkan keputusan pengeksplorasian Blok Masela kepada presiden. Tindakan tersebut tidak lain karena Sudirman Said telah mengetahui adanya kesalahan apabila melakukan eksplorasi di kawasan laut (offshore).

Sementara itu, Presiden Jokowi melalui Menko Maritim menegaskan lebih menghendaki eksplorasi di daratan (onshore) karena bisa dipastikan akan lebih banyak industri lokal yang berkembang karena peralatan bisa dibeli dari produk dalam negeri. Sebaliknya, bila eksplorasi dilakukan di laut, maka bisa dipastikan seluruh peralatan akan dibeli dari luar negeri serta tidak akan ada penyerapan tenaga kerja lokal dalam proyek tersebut. (Web Warouw)

Artikel Terkait

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Stay Connected

342FansSuka
1,584PengikutMengikuti
1,100PelangganBerlangganan

Terbaru